Human-like Android: Aku Jeongin!

610 97 13
                                    

.

.

.

Kedua mata mengerjap perlahan, kemudian merekah menampakkan titik-titik cahaya pada iris mata cokelat tua.

Cantik sekali.

Jeongin bangun menyambut pagi (atau siang?) di atas ranjang dengan selimut putih tebal menutupi sampai dada. Rasanya sungguh hangat dan nyaman.

Butuh beberapa sekon dan tenaga berlebih untuk mengeluarkan tangan kirinya dari balik selimut. Dari ujung kepala hingga ujung kaki, tubuh Jeongin terasa kaku sekali. Seakan-akan tenaganya hanya setipis kertas saat ini. Dengan sedikit tremor, Jeongin berusaha menangkup salah satu pipi gembilnya. Area itu mulai menghangat, tanpa dingin yang tersisa.

Setelah memeriksa sedikit kondisi tubuh, Jeongin beralih melihat sekitar, yaitu ruangan luas yang didominasi oleh cat tembok abu muda. Interior ruangan didesain minimalis dan tidak sumpek oleh banyak barang.

Namun tetap saja.. semuanya sangat asing.

Tempat itu bukanlah rumahnya, bukan tempat seharusnya Jeongin berada.

Apakah ada orang baik hati yang menyelamatkannya dan membawanya pulang?

"Kau sudah bangun?"

Seorang pria jangkung menyapa dari kejauhan. Tubuhnya berdiri menjulang di ambang pintu yang menganga, sebelum akhirnya mendekati ranjang dengan seyuman ramah di wajah. Dia membawa dua cangkir hitam yang mengeluarkan sedikit asap. Satu cangkir berisi susu vanilla hangat, dan satunya lagi berisi kopi hitam.

Tuk.

Setelah diletakkan di atas nakas, pria itu duduk di kursi kecil sisi ranjang. Kaus putih polos membalut tubuhnya, dengan lengan pendek digulung sampai atas dan menampakkan kedua otot yang sempurna. Urat pun terlihat menjalar dari sekitar siku hingga punggung tangan. Benar-benar pemandangan yang dapat membuat wanita manapun berteriak gila akibatnya.

Parasnya tampan sekali. Hidung mancung, rahang tegas, bahu lebar... serta potongan rambut hitam yang dibiarkan memanjang melewati tengkuk.

Melihat Jeongin tidak kunjung menjawab, Hyunjin mengangkat salah satu alisnya. "Kau baik-baik saja?"

"I-Iya..." Jawab Jeongin dengan kedua mata mengerjap beberapa kali, berusaha memerhatikan lebih detil sosok sang 'penyelamat'.

"Oh, syukurlah. Aku kira kau masih terlalu lemah hingga tidak sanggup bicara." Hyunjin menyentuh sisi pipi Jeongin dengan punggung tangan. Berniat mengecek suhu tubuh anak itu. "Bagus. Suhu tubuhmu juga sudah kembali normal."

"Terima... kasih." Ujar Jeongin tulus dengan sedikit terbata, akibat tenaga yang belum pulih sepenuhnya. "Aku...ekhm." Serak, sehingga sulit bicara hingga tuntas.

"Tenggorokanmu pasti kering. Ini, minumlah." Hyunjin memberinya secangkir susu.

Pada awalnya, Jeongin tidak yakin untuk menerima tubuh cangkir tersebut. Bagaimana pun, kedua tangannya masih sedikit tremor. Maka Jeongin membutuhkan usaha berlebih hanya untuk menerima pemberian tersebut disertai senyuman tipis.

"T-Terima kasih."

"Sudah berapa kali kau berterima kasih padaku, hm?" Jari-jari Panjang Hyunjin menyugari surai panjangnya agar tidak mengganggu mata. Setelah itu, dia diam memerhatikan bagaimana sang tamu menikmati susu dengan sisipan-sisipan kecil.

"Ini enak." Jeongin belum menghabiskan seluruhnya, tapi likuid tersebut mampu mengusir serak pada suaranya. Perut yang sakit pun mulai membaik karena dialiri air hangat.

"Good." Hyunjin meletakkan ponsel di atas nakas, pertanda bahwa dia ingin memusatkan seluruh perhatian pada pemuda kecil yang baru ia selamatkan.

Scenario (s)Where stories live. Discover now