Complain

3.4K 245 24
                                    

Bang Chan mengerutkan alis, memijit pelipisnya yang berdenyut sakit. Yeji, gadis pencari mati dengan mata mirip kucing, menepuk pundaknya keras-keras. "Kak Hyunjin memang seperti itu. Tak memandang tempat! Biarkan saja dia." Lalu gadis itu bersiul, menjatuhkan bokongnya tepat di sisi Bang Chan yang tak henti memikirkan adik kesayangan satu-satunya, Jeongin, diterkam ular jebolan JYP Entertainment.

"Bukan begitu. Bukannya kasihan Jeongin jika harus diteror kakakmu terus? Dia hanya pelajar tujuh belas yang masih hijau. Dia seharusnya memikirkan bagaimana caranya memerangi soal. Bukannya memerangi Hyunjin di atas ranjang." Tukas Bang Chan. Mendengarnya, Yeji tersedak biskuit yang dia beli di sebuah toko kue sepi pelanggan.

"Perang?!" Kedua mata Yeji berbinar. "Atas ranjang?! Wah. Keren."

"Kau ini sebenarnya mengerti tidak, sih?" Dahi Bang Chan mengerut karenanya. Mulai menyesali keputusannya untuk menerima tamu gadis petakilan yang berkunjung dengan alasan 'aku rindu Jeongin'.

Whatever, semoga adik imutnya selalu setia dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa. Adiknya populer, cantik, tipikal kembang desa. Pemuda itu, banyak sekali yang mengincar.

Termasuk dia, Hwang Hyunjin.

.

Jeongin berputar arah dari gerbang sekolahnya yang terbuka lebar. Menuju dinding tebal setinggi dua meter yang memagari setiap sudut tempatnya menimba ilmu. Dia sudah bertekad akan melompat melewati tebing daripada harus melewati parkiran dekat gerbang. Mobil sport Hyunjin sudah terlihat, bahkan sempat menarik perhatian para gadis muda di sekitar. Pria 23 tahun itu menunggunya. Pria bertubuh tinggi itu menunggunya. Pria yang terkenal di dunia permodelan itu akan menculiknya! Jelas, bocah bersurai merah dengan khayalan berlebihan itu tidak mau bertemu muka. Masa bodoh dengan Hyunjin yang sudah karatan menunggu di depan gerbang sana.

Sayangnya, kedua iris Hyunjin setajam elang. Dengan cepat dia mengejar Jeongin yang separuh badannya sudah memanjat tebing.

"Pergi menjauh!" Teriak Jeongin saat Hyunjin kian mengikis jarak.

"Turun, hm?" Hyunjin menyambut dengan senyuman, namun terlihat menakutkan (bagi Jeongin). Kedua tangannya yang besar tampak siap menangkap tubuhnya. "Atau kutarik celanamu." Lanjutnya. Tangannya sudah siap menarik celana abu tua seragam Jeongin kapan saja.

"Tidak! Kalau mendekat, aku akan berteriak." Jeongin masih berusaha memanjat layaknya cicak. Bergerak heboh.

"Bocah nakal. Ancamanmu masih sama. Berteriak, kutarik celanamu." Kedua iris Hyunjin melirik semak-semak tinggi dekat mereka.

"Atau kujamah kau disitu." Telunjuknya menuju semak-semak. Jeongin menatap horor.

"TIDAK!"

"Kalau begitu turun, sayang."

Jeongin, dengan takut-takut segera turun. "Besok aku ujian. Jangan lakukan macam-macam. Pergi ke diskotik sana jika ingin memuaskan nafsumu! Aku masih perawan!"

"Yeah, kau masih perawan. Tapi pernah masturbasi memikirkanku sebelum tidur. Dan sebenarnya bukan perawan, tapi perjaka."

Hyunjin mafhum. Selayaknya bocah kelewat polos, Jeongin butuh diedukasi lebih lanjut.

Kedua pipi Jeongin merona lucu, "aku tujuh belas! Wajar! Ya! Aku Peraw-Perjaka!"

"Kalau begitu aku juga wajar saja menidurimu. Kau sudah delapan belas, kan."

"Itu kan hubungan yang sebenarnya sangat legal dilakukan jika terikat pernikahan!"

Hyunjin tersenyum sinis, "Aku mau melakukannya denganmu. Akan kunikahi kau kalau begitu. Agar legal."

Jeongin melihat sekitar, berusaha mencari batu besar yang bisa ia lempar ke wajah sang tunangan.

.

Sepuluh menit kemudian, Bang Chan kembali menerima pesan curhatan dari Jeongin.

'Kak! sekarang Kak Hyunjin akan menikahiku! Aku tidak mau!'

Turut membaca pesan, Yeji tertawa terbahak-bahak di sisinya.

.

Calon pasutri hanya duduk diselimuti sunyi selama perjalanan pulang. Kedua mata Jeongin memelototi setiap jalanan yang mobil Hyunjin dilalui. Takut-takut arah yang dituju bukan menuju ke apartemen tempat tinggalnya bersama sang kakak, Bang Chan, melainkan ke hotel cinta, gedung kosong, atau rumah Hyunjin sendiri.

Pikiran Jeongin kalut. Remaja malang itu sudah sering lolos dari tikaman Hyunjin yang tak pernah pandang tempat. Dia sudah lupa akan sebab yang membuatnya dulu bisa terjebak dalam rangkulan cinta seorang Hwang Hyunjin, pria yang kini sedang menyetir dengan ketampanan hakiki.

Sang remaja kini komat-kamit dalam imajinasi, merapal harapan agar hyunjin sadar kalau Jeongin masih mau jadi perjaka.

"Jangan salah sangka. Aku tidak akan membawamu ke tempat aneh selain ke apartemen kakakmu saat ini." Ujar Hyunjin kalem. Tanpa melirik Jeongin sedikitpun.

Ha! Jeongin tidak akan tertipu. Kedua matanya masih terbuka lebar. Menatap awas setiap blok jalanan.

"Maaf saja, kak. Aku hanya memelototi jika siapa tahu aku beruntung melihat Taylor Swift sedang jalan-jalan di daerah sini."

Hyunjin tidak merespon selang satu menit. Jeongin masih dalam tingkat waspada walau ia tahu kalau gedung tinggi apartemen sang kakak akan terlihat tidak lama kemudian.

"Taylor Swift tidak akan kemari. Dia tidak punya nyali untuk mengganggu rencanaku."

Mobil Hyunjin memasuki parkiran basement apartemen Jeongin. Suasana di dalam mobil gelap seketika. Hanya sedikit sorot lampu yang menerangi.

Jeongin menoleh, sudah lepas dari mode waspada. Syukurlah, sudah sampai. "Memangnya kakak punya rencana apa sampai Taylor Swift saja tidak mau mengganggu?"

"Tsk." Hyunjin melirik Jeongin sekilas sebelum fokus memarkirkan mobilnya di tempat yang lumayan sepi dari keberadaan mobil lain.

"Rencanaku adalah, aku akan menjamahmu disini. Sekarang juga."

"KAK--!"

Sekon berikutnya, sudah telat bagi Jeongin untuk meraih ponsel dan meminta pertolongan.

.

"Aku menang lagi, Kak Chan! Kau harus berjanji akan menikahkan Jeongin segera dengan kakakku setelah ini!" Jari lentik Yeji hampir merusak stik play station kesayangan Bang Chan.

"Kenapa kalian semua anggota keluarga Hwang sangat terobsesi untuk merebut adikku?" Bang Chan tidak habis pikir. Mengapa Tuhan harus mempertemukan keluarga mereka dengan orang-orang aneh bermarga Hwang?

Pertunangan dini Jeongin pun terjadi akibat ulah Hwang Hyunjin yang didukung penuh oleh kepala keluarga Hwang dan sang istri. Yeji pun ikut-ikutan karenanya. Dasar kolot.

Perasaan mendadak tidak enak, Bang Chan melirik ponsel miliknya. Satu jam sudah berlalu sejak aduan Jeongin tentang Hwang Hyunjin yang (lagi-lagi) kebelet nikah. Namun tampaknya ponsel itu sepi sekali tanpa notifikasi. Bang Chan merasa kian gelisah karenanya.

"Yeji, tiba-tiba aku merasa khawatir dengan Jeongin."

"Kenapa?" kedua mata Yeji berputar malas. "Kan ada Kakakku yang akan menjemputnya hari ini dari sekolah. Jeongin pasti aman jika bersamanya."

.

.

END


Scenario (s)Where stories live. Discover now