Part 09

617 23 1
                                    

Part 09

Keesokan paginya, Tiara sudah bangun dan memasak di dapur membuat sarapan dan bekal makanan untuk Raja, suaminya. Sedangkan di meja makan sudah ada Daffa, Ellena, dan suaminya. Mereka bertiga berbincang-bincang hangat selayaknya keluarga seperti biasanya, sampai saat Raja datang dengan penampilan rapinya, di saat itulah Ellena tersenyum untuk menyapanya.

"Raja, kamu mau sarapan pakai apa? Mama ambilkan nasi ya?"

"Iya, Ma." Raja mendudukkan tubuhnya dengan sesekali memperbaiki dasinya.

"Mau ayam enggak?"

"Boleh, Ma." Raja mengangguk dan menunggu mamanya memberinya makan, sedangkan matanya justru bergerilya ke segala arah mencari keberadaan Tiara yang tidak ada di meja makan. Padahal di kamar sudah tidak ada orang, itu artinya Tiara sudah pergi dari sana.

"Ini habiskan ya," ujar Ellena sembari memberikan piring pada putranya yang mengangguk.

"Terima kasih, Ma. Oh ya, dia kemana, Ma?"

"Dia siapa?" tanya Daffa keheranan.

"Tiara. Siapa lagi?"

"Dia kan istri Kak Raja, masa tanyanya kaya gitu sih?"

"Kaya gitu gimana?" tanya Raja malas.

"Ya kaya Tiara enggak dihargai jadi istrinya Kak Raja, harusnya kan Kak Raja tanya dengan menyebut namanya bukan cuma 'dia'." Daffa mencoba menjabarkan argumennya, namun tampaknya tak mempan untuk Raja yang memang kurang menyukai Tiara.

"Ya terserah Kakak lah, kenapa jadi kamu yang repot? Fokus sarapan aja sana!" jawab sang kakak terdengar malas lalu memulai acara sarapannya tanpa mau peduli dengan adiknya yang tampak kurang menyukai jawabannya.

"Raja, apa yang Daffa katakan itu ada benarnya. Meskipun kamu kurang menyukai Tiara, seharusnya kamu bisa sedikit lebih menghargai dia." Ellena menyahut untuk menegur putranya tersebut, namun sepertinya tidak Raja gubris ucapannya. Berbeda dengan Daffa yang tampak mengejek Raja, merasa dibela oleh mama mereka.

"Apa sih, Ma? Cuma kaya gitu aja dipermasalahkan," jawab Raja malas yang hanya digelengi kepala oleh Ellena, merasa tak habis pikir saja dengan jawaban putranya, sampai saat matanya menatap ke arah suaminya dengan tatapan khawatir, sedangkan suaminya hanya mengangguk penuh arti.

"Daffa, kamu berniat kembali ke tempat kerjamu kapan?" Tiba-tiba sang papa bertanya ke arah putra keduanya itu.

"Enggak tahu, Pa. Memangnya kenapa?" tanya Daffa sembari menggeleng pelan.

"Masih tanya lagi, kan kamu beban keluarga, Daff." Raja menyahut sinis yang tentu saja mendapatkan tatapan kesal dari adiknya tersebut.

"Maksudnya apa nih?" Daffa bertanya geram, namun Raja justru tersenyum penuh arti seolah ucapannya sudah sangat menjelaskan semuanya.

"Rencananya Papa dan Mama mau ke luar kota beberapa Minggu, karena ada urusan yang harus Papa selesaikan, akan sangat mustahil untuk membiarkan kantor tanpa pengawasan. Karena Kak Raja seorang guru, dia pasti enggak bisa menghandle pekerjaan kantor, jadi Papa pikir untuk menyuruh kamu saja." Mendengar ucapan papanya, bibir Daffa seketika cemberut, tatapannya langsung tertuju ke arah Raja yang sedang sarapan.

"Lihat, siapa yang jadi beban keluarga sekarang? Aku apa Kak Raja?" ujar Daffa sinis yang hanya Raja tatap dengan mata datarnya, dengan sesekali menaikkan alisnya tanda tidak peduli.

"Daffa, Papa mau tahu jawaban kamu apa?" Papanya kembali bertanya, lelaki itu memang kurang suka berbasa-basi.

"Ya karena aku bukan beban keluarga, jadi aku pikir pasti bisa menghandle pekerjaan kantornya Papa." Daffa menjawab dengan bangga yang diangguki mengerti oleh papanya.

Menikahi muridku (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang