Author POV
Karin dan Meyra menunggu Vandah di kantin.
Hari ini mereka harus mengetahui kebenaran tentang apa yang sebenarnya terjadi."Vandah! Mereka memanggil Vandah yang baru saja berjalan masuk kantin.
Vandah menatap mereka dan berjalan ke arah meja mereka.
"Maaf nunggu. Ngantri di toilet."
"Gak apa apa kok." Karin tersenyum.
"Iya.. Van kita mau tanya." tambah Meyra.
"Apa?" Vandah menopang dagunya dengan kedua tangannya.
"Itu cincin apa? Kok mirip sama punya nya. Ehmm. Pak Nathan?" tanya Meyra.
Vandah kaget setengah mati. Dia tidak kepikiran sampai ke situ.
"Iya Van. Kamu pasti lagi sembunyikan sesuatu. Iya kan?" tanya Karin.
"Kalo aku ngomong. Pasti kalian nggak mau temanan lagi sama aku. Sebenarnya.... Aku. Hamil.. Dan 2 hari yang lalu aku nikah sama Pak Nathan secara diam diam." Vandah memainkan jari jarinya dan pasrah apapun yang akan terjadi.
Keadaan hening beberapa saat. Karin dan Meyra tak lagi bersuara.
"Kita kecewa sama kamu Van. Ayo Mey." Karin berdiri dan mengajak Meyra berjalan pergi.
Vandah menundukan wajahnya di meja kantin dan mulai menangis.
Dia kaget ada tangan yang memeluknya dari belakang.
Dia mengusap kasar wajahnya dan berbalik menatap siapa itu.Karin dan Meyra!
"Kamu jangan nangis Van. Aku sama Mey akan selalu ada buat kamu. Apapun yang terjadi." Karin memeluk sahabatnya itu.
"Iya Van. Apapun yang terjadi itu, jujur sama kita. Kita akan selalu menerima apa yang terjadi dengan sahabat kita." Meyra juga tersenyum ramah ke mereka berdua.
Nathan POV
Aku masih sibuk membaca email email kampus yang baru saja di kirimkan oleh Om Farhan.
Ponselku berdering. Mama menelfon.
"Hallo Mah. Kenapa?"
"Than, nanti malam datang yah? Ada makan malam bersama nih, merayakan keberhasilan Papa kamu memenangkan tender besar."
"Oh yah Mah? Tapi Nathan nggak janji yah soalnya pekerjaan lagi numpuk nih."
"Kamu ini. Pokoknya Mama nggak mau tau. Harus dan harus bangat kamu datang. Kamu nggak kasihan sama Mama, masak sebanyak ini."
"Iya Mah.. Iya."
Aku berjalan keluar ruang kerjaku dan mencari keberadaan Amanda.
"Amanda... Vandah!!"
"Iya." dia keluar dari kamar.
"Malam nanti, saya ada keperluan di rumah keluarga saya. Kamu tidak apa apa kan disini sendiri? Atau kamu juga mau pulang ke rumah kamu."
"Ohh.. Nggak. Nggak papa kok." dia berjalan balik ke kamar.
"Tunggu Amanda. Kalau ada apa apa, telfon saya saja."
"Iya."
"Jangan lupa makan. Jangan lupa minum susu."
"Iya."
Dia masuk ke dalam kamar, sedangkan aku balik ke ruang kerjaku.
Di ruangan ini masih banyak kenanganku dengan Kezia. Foto foto kami masih ada di atas meja kerjaku, dan juga tertempel di dinding.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Takdirku
ChickLitSelalu di sakiti dan yang paling terasakiti oleh takdir~ Amanda