Image; Pinterest
Edit; Canva*.*.*.
Mantan napi
Selalu saja kata-kata itu yang ia dengar ketika keluar dari rumah. Meski sudah sebulan berlalu sejak hari kebebasannya. Tapi orang-orang seakan tidak pernah lelah untuk terus mengolok-oloknya sebagai mantan napi, pembunuh tak punya hati.
Padahal, kalau boleh membalas. Ia ingin bilang kalau ia tidak pernah, dan memang belum pernah menghilangkan satu nyawa pun.
Anaknya meninggal karena kondisi yang buruk beberapa jam setelah dilahirkan. Dan adik kandung yang ia benci setengah mati hanya sempat menerima tamparan juga jambakan di rambut saat ia sandera. Tetapi dirinya jadi tersangka dan mendekam di ruang berjeruji besi itu bertahun-tahun karena tidak memiliki kuasa, baik uang maupun pengacara.
Setelah bebas pun ia tidak dapat berbuat apa-apa. Tak memiliki pekerjaan karena catatan kriminal di belakang namanya. Dikucilkan oleh orang-orang sekitar tempat ia tinggal.
Hanya satu hal yang tersisa. Gubuk kecil yang ia tinggalkan selama hampir lima tahun masih tetap berdiri kokoh walau ada beberapa bagian yang rusak tak terawat. Tapi cukup untuknya berteduh dan menyembunyikan diri dari dunia luar.
Tidak ada keluarga, tidak ada saudara. Ia bukan hanya sebatang kara tetapi juga tak berharga. Satu-satunya manusia yang memiliki darah yang sama dengannya sudah hidup bahagia bersama keluarga yang menyayangi dan melimpahi dengan kekayaan.
Ia tidak iri. Tidak lagi setelah ia sudah mencoba merebut tempat sebagai menantu keluarga kaya raya pemilik rumah sakit swasta di kota ini namun tak berhasil dan harus menanggung akibat dari perbuataannya dengan mencelakai adik kandungnya pada saat sedang hamil.
Ia mendekam bertahun-tahun di dalam penjara. Tempat yang sama sekali tidak terpikirkan olehnya untuk dihuni. Menjadi bulan-bulanan ketika awal masuk oleh penghuni yang lebih dulu ada di sana dan selalu berlaku sewenang-wenang. Tapi sebagai perempuan yang selalu berusaha menjadi nomor satu juga sifat angkuh yang tak luntur, ia bisa dengan mudah membalik keadaan dalam sel.
"Berapa saja, Pak. Asal bisa langsung di bayar."
"Ya, itu tadi. Saya cuma bisa bayar tiga ratus ribu, bagaimana?"
Tidak ada pilihan lain, ia butuh uang untuk bertahan hidup. Sejak dulu pun ia juga begitu. Hidup untuk uang karena hanya uang yang mampu mendatangkan segala kebahagiaan.
"Yaudah, nggak masalah Pak."
Meja kayu yang dulu dibeli mahal dan jadi barang kesayangan ayahnya, hanya mampu dijual kembali dengan harga tiga ratus ribu.
Setelah menerima uang yang disodorkan oleh Sugeng, ketua RT di rumahnya ia bisa sedikit tenang. Akhirnya ia bisa membeli sabun mandi dan persediaan untuk makan yang mulai menipis meski sudah ia irit-iriti.
"Mbak Melati, tawaran saya waktu itu masih berlaku kalau Mbak Melati mau. Mungkin memang tidak besar gajinya, tapi cukuplah untuk makan dan kebutuhan beli listrik. Kalau Mbak mau terima tawaran itu, nanti bilang saja sama saya."
Hah~
Helaan nafas berat nampaknya jadi salah satu luapan saat hati dan pikirannya terlalu berat. Sejak bebas dari lapas, ia hidup dengan menjual barang-barang yang ada di rumah hingga kini rumahnya terasa semakin kosong karena terus berkurangnya perabotan.
Tawaran Sugeng tadi, adalah menjadi petugas kebersihan di kampungnya. Sempat ia tolak awalnya. Karena gengsi dan keangkuhan hati yang tidak terima jika ia yang berijazah Diploma Tiga juga mantan perawat di Rumah Sakit besar harus menjadi tukang sampah setelah bertahun-tahun berada di tempat pengasingan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Short Story By Ratuqi
Cerita PendekKumpulan Cerita pendek yang ditulis oleh Ratuqi. *Semoga dapat mengobati kejenuhan pembaca akan cerita lain dari saya yang lama diupdate^^ Cover edit; Canva