💎Happy reading💎
Adrian tersenyum riang kala membaca sebuah pesan di layar ponselnya. Pesan dari gadis yang hampir satu tahun ini menjadi pelengkap dari rumpangnya serpihan hati. Gadis itu tak lain adalah Tasya, walau omongannya sedikit kasar, tapi gadis itu punya hati yang baik.
Kali ini fokus Adrian tertuju pada sosok di atas sofa dengan mata terfokus pada TV di hadapannya. Siapa lagi kalau bukan Lia. Sama seperti Tasya, perempuan satu ini juga mampu membuat setiap hari Adrian penuh warna. Walau Lia itu jauh dari kata normal, tapi Adrian tetap menyayanginya dan akan selalu begitu. Sedikit menyebalkan untuk mengakui ini semua, tapi tetap saja kenyataannya memang begitu.
"Mau ikut?" tanya Adrian tanpa pencerahan terlebih dahulu.
Lia mendongak, mengalihkan fokusnya dari TV kepada sosok Adrian yang kini berdiri di belakang sofa yang ia duduki.
"Ke mana?"
"Ke Syurga. Mau?"
"Abang kalau mau mati, duluan aja! Adek masih mau nabung pahala." Gadis itu kembali menjatuhkan pandangan ke TV yang menayangkan film anak-anak.
"Ya elah ... pergi main. Beneran eng---"
"Ke mana? Cus, berangkat." Lia memotong cepat sebelum Adrian bisa menyelesaikan kalimatnya.
Adrian tertawa geli, kemudian berjalan ke depan dan membawa tubuhnya keluar sepenuhnya dari dalam rumah. Lia pun mengikuti tanpa rasa penasaran ke mana Adrian akan membawanya kini.
Saat motor yang biasa Adrian bawa ke mana-mana itu sudah menyala, saat itu pula Lia menaiki jok belakang dengan senyum yang sedari tadi ia pertahankan. Jarang-jarang Adrian mau membawanya seperti ini.
"Kita ke mana, sih, Bang? Jangan jual adek, ya!" teriak Lia saat motor itu mulai melaju di jalan raya.
"Rencananya, sih gue emang mau jual lo, tapi gue batalin niat mulia gue karena gue tau, enggak bakal ada yang mau beli orang modelan kek lo."
Lia menggertakkan giginya rapat, kemudian menarik telinga Adrian sekuat yang ia bisa. Tak peduli teriakan Adrian yang menyatu dengan bisingnya suara kendaraan.
"Gue turunin lo di sini mau? Jadi gembel."
Lia sontak menjauhkan tangannya dari telinga Adrian. Kemudian diam-diam tertawa kala melihat telinga Adrian yang merah menyala.
Sepuluh menit setelahnya Adrian memberhentikan motornya di depan sebuah rumah yang menurut Lia begitu megah. Pagar hitam yang menjulang tinggi sebagai pembatas halaman rumah dengan jalanan sudah membuat Lia terperangah. Seketika jiwa miskin Lia mendadak terasa dihakimi.
Setelah mengklakson dua kali, lelaki berseragam hitam di balik pagar langsung bertindak membuka pagar. Mempersilahkan Adrian masuk dengan ramah, dari geriknya Lia bisa membaca ini bukan kali pertama abangnya mendatangi rumah ini, tapi sudah sering. Melihat bagaimana dua lelaki itu berinteraksi dengan baik.
"Rumah siapa, Bang?" bisik Lia di telinga Adrian.
"Tasya."
☆☆☆
"Di minum, dong airnya!" titah Tasya kepada dua kakak beradik di depannya.
Lia menatap minuman itu dengan tatapan datar, tapi suara tegukan air ludahnya mampu menjawab sesuatu yang coba gadis itu sembunyikan. Jelas sekali gadis itu kehausan, tapi sedikit gengsi mengingat bagaimana sikapnya terhadap Tasya belakangan ini.
"Mumpung dipaksa sama tuan rumah, terpaksa, deh diminum." Lia meraih gelas berisi air berwarna orange di atas meja, kemudian meminumnya hingga separuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Brother [Complete]
Humor⚠️[Bukan cerita sis-con]⚠️ "Cium pipi dulu!" Adrian menoel-noel pipi kirinya sendiri. Entah sejak kapan helm-nya sudah terlepas dari kepala. "Dih! Najis." "Biasanya juga lo cium gue kalau lagi ada maunya. Sekarang sok-sokan bilang najis." "Lah? Itu...