"Dek!"
Lia yang tadi sibuk makan kue lebaran dalam genggaman langsung menyembunyikan kotak kue di balik tubuhnya. Takut kalau-kalau abangnya itu meminta bagian dan berakhir dengan ia yang tak mendapat apa-apa. Adrian 'kan kalau minta suka lupa sebenarnya yang minta di sini itu siapa.
"Apa?"
"Itu kue enggak usah disembunyiin segala. Lagian gue udah kenyang makan mulu dari pagi."
"Kalau enggak mau minta, mau ngapain, dong? Kangen?"
Di tempatnya Adrian mulai kehilangan kata-kata. Kalimat yang tadi sudah ia rangkai sedemikian rupa di kepala seketika buyar dan menguar begitu saja. Gara-gara Lia yang omongannya yang memang enggak ada saringannya. Kalau boleh jujur, sebenarnya Adrian ingin sesekali pisah rumah dari Lia. Menenangkan hati dan pikirnya, setidaknya hanya satu hari saja.
Untuk sesaat sunyi mengambil peran di sana. Memeluk Lia juga Adrian yang kini sibuk mencerna apa yang terjadi sebenarnya. Sampai akhirnya suara Adrian menjadi pemecah sunyi yang sempat tercipta. Bersuara dengan nada santai dan tidak mempedulikan kata-kata Lia tadi yang menurut Adrian terlalu drama.
"Enggak ... gue cuma nyampein satu pesan ke lo. Dituruti, ya!"
"Pesan apaan? Palingan juga pesan yang sama kayak sebelumnya. 'Dek, ingat, ya! Enggak usah pacar-pacaran dulu. Masih bocah juga.' Bosan adek dengarnya."
Adrian memutar bola mata malas. Berhadapan dengan Lia akan selamanya membuat Adrian kesal.
"Bukan. Omongan gue jangan lo potong. Dengerin aja, oke?"
Cukup lama Adrian menunggu Lia menjawab pertanyaannya, tapi adiknya itu malah menatap lurus Adrian dengan mata tak berkedip sama sekali. Sesekali gadis itu tampak menjilat bibirnya, tapi jawaban yang Adrian harapkan masih belum terdengar. Sebenarnya Lia ini bangsa manusia yang seperti apa?
"Kok diam? Ngerti, enggak?"
Satu detik ....
Dua detik ....
Tiga detik ....
Sepuluh jam ....
"Ngomong, dong! Gue 'kan bingung, kenapa lo diam dari tadi?"
Satu tinju melayang ke wajah Adrian.
"Ngomong salah, diam juga salah. Mau lo apa, sih, Bang? 'Kan lo sendiri yang ngelarang adek buat motong pembicaraan. Adek cuma disuruh dengerin doang. Ini udah didengerin."
"Astagaaa ... besok kita ke rumah sakit."
"Ngapain?"
"Tes DNA. Kali aja pas lo lahir, lo-nya ketukar. Sebenarnya lo adek kandung gue apa bukan, ya?"
"Ya udah, besok kita ke rumah sakit. Sekarang pesannya apa?"
"Nah 'kan. Hampir aja lupa. Itu loh. Kalau ada yang nanya berapa puasa lo yang batal Ramadhan kemaren. Jawab aja yang jujur. Jangan boong. Boong dosa loh."
"Itu doang? Gampang. Lagian puasa adek yang bolong cuma lima hari doang. Hadeh. Enggak penting banget, deh."
"Boong lo! Siapa yang ngajarin lo boong?"
"Lah? Boong gimana? Beneran cuma segitu kok yang bolong puasanya."
"Enggak. Kalau ada yang nanya kek gitu, lo harus jawab batal semuanya."
"Lah? Itu baru namanya boong. 'Kan enggak semua puasa adek batal."
"Itu tiap adzan Maghrib apaan coba? Lo batalin puasa 'kan? Berarti puasa lo batal semua, dong."
"Oh, iya juga, ya!"
☆☆☆
Jangan lupa bahagia!
Sama satu lagi, pesan Bang Adrian dicoba, ya. Jangan pada boong loh, bilang puasanya full, padahal dibatalin tiap adzan Maghrib. Ckckckck ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Brother [Complete]
Humor⚠️[Bukan cerita sis-con]⚠️ "Cium pipi dulu!" Adrian menoel-noel pipi kirinya sendiri. Entah sejak kapan helm-nya sudah terlepas dari kepala. "Dih! Najis." "Biasanya juga lo cium gue kalau lagi ada maunya. Sekarang sok-sokan bilang najis." "Lah? Itu...