Bagian 11

1.2K 124 13
                                    

💎Happy reading💎

Lia memasuki rumahnya dengan gerakan tergesa-gesa. Kemudian gadis itu langsung memasuki kamar Adrian tanpa permisi. Meneriaki nama Adrian berkali-kali, tapi sepertinya lelaki yang tengah diteriaki itu sedang berkelana di dunia mimpi. Membuat Lia lagi-lagi kembali menyuarakan kekesalah hati dan beberapa caci-maki.

"Woi, Kadal. Lo kenapa enggak jemput gue, sih?!" tanya Lia setelah lebih dulu memukulkan tas punggungnya ke perut Adrian.

Adrian terkesiap dan langsung terduduk. Dadanya bergemuruh cepat karena terkejut mendengar teriakan Lia yang memekakkan telinga. Hampir saja Adrian kehilangan jantungnya.

"Apaan, sih? Datang-datang langsung ngagetin orang aja. Untung enggak loncat jantung gue," balik maki Adrian dengan tatapan sinis.

"Bayangin, Bang. Adek nunggu satu jam di bawah terik sinar Mentari, sendirian, kayak gembel."

"Elo 'kan emang gembel, gimana, sih?"

"Eh, Kadal. Gue lagi marah. Lo malah ngatain gue gembel. Kenapa lo enggak jemput gue, hah?! Lo lupa? Gue santet beneran lo, Adrian sialan."

Adrian mengerutkan dahinya, mencoba mencerna kata-kata Lia. Sampai akhirnya ia sadar akan apa yang ia lakukan. Lelaki itu benar-benar lupa menjemput adiknya tadi. Karena memang biasanya ia tak pernah atau jarang sekali menjemput adiknya.

"Kok lo ngegas, sih?"

"Seteres ini orang. Ya iyalah gue ngegas. Terus lo maunya gue baik-baikin lo gitu?"

"Sabar! Tarik napaaaas ... jangan buang sebelum tewas."

Lia baru saja hendak kembali meledak, tapi Adrian langsung menutup mulut Lia yang baru mengambil ancang-ancang.

"Di dapur ada bakso."

"Beneran?" Lia berubah lembut dalam sekejap, matanya berkedip cepat.

Adrian mengangguk, kemudian membaringkan tubuhnya untuk segera melanjutkan tidur yang sempat tertunda gara-gara suara cetar membahana dari seorang Lia.

Lia menghambur ke luar kamar, kemudian berlari menuju dapur dengan senyum riang. Apa pun demi bakso.

Saat sampai di dapur, Lia membuka tudung saji, tapi tak menemukan apa-apa di sana kecuali lauk-pauk untuk di makan pakai nasi. Gadis itu beralih ke tempat di mana kompor berada, kali saja Adrian sudah memanaskan bakso untuk adiknya, tapi nihil. Baksonya tak ada di sana. Sampai gadis itu menelusuri setiap sudut dapur, tapi tetap tak menemukan apa-apa.

"Abang! Enggak ada baksonya!" teriak Lia sambil berjalan kembali ke kamar Adrian.

Adrian tampak hampir kembali memasuki dunia mimpi, tapi lagi-lagi harus terbangun karena Lia mendobrak pintu sedikit kencang dari luar.

"Mana baksonya?"

"Enggak ada di dapur?"

"Enggak ... Abang boong 'kan?"

"Aaaa ... berarti gue beli baksonya di mimpi tadi."

Lia menatap Adrian dengan tatapan nyalang, kemudian tanpa aba-aba langsung mendaratkan tinju kirinya ke wajah tanpa dosa milik Adrian. Dengan begini sedikit kekesalanya bisa berkurang.

☆☆☆

"Dek! Korek gue mana?!" teriak Adrian dari arah depan.

Lia yang sedang asyik menonton film korea di ponsel langsung terkesiap mendengar teriakan Adrian yang hampir membuat terjadinya gempa tektonik. Untung saja Lia punya persediaan jantung yang kuat.

"Korek kuping?"

"Bukan ... elah. Korek api, Dodol."

Lia berjalan ke luar kamar dan menemui Adrian yang berdiri di dekat pintu pembatas antara dapur dan ruang keluarga.

"Buat apa?"

"Buat bakar kumis lo."

Lia terkekeh, kemudian kembali bersuara, "Ngerokok pasti, nih."

"Kalau lo enggak liat, bilang aja enggak liat. Ribet amat."

Setelah mengatakan itu, Adrian berjalan menuju kompor di dapur dan menyalakannya. Setelahnya Adrian mengeluarkan bungkus rokok dan mengeluarkan satu batang rokok. Sebelum benar-benar membakar ujung rokok dengan api kompor, Adrian lebih dulu mengetuk-ngetukkan ujung rokoknya ke telapak tangan. Entah apa gunanya.

Adrian lantas mematikan api kompor dan berjalan menghampiri Lia yang masih berdiri di ambang pintu, bahunya ia sandarkan di dinding dan bersedekap menatap Adrian yang tampak menghembuskan asap rokoknya sesuka hati.

"Udah pernah cobain ngerokok? Kalau belum, cobain, deh! Rasanya ... ah, mantap." Adrian menghisap kembali pangkal rokoknya, kemudian meniupkan asapnya ke wajah Lia.

Lia lantas mengibas-ngibaskan tangan untuk mengusir asap rokok yang membuat napasnya sesak.

"Udah pernah cobain nonton film dan drama korea? Kalau belum, cobain, deh! Rasanya ... ah, mantap," balas Lia dengan logat yang sama yang Adrian suarakan.

"Yeeeee ... tadi lo pasti lagi nonton, ya pas gue manggil."

"Iya, emang kenapa. Rasanya ... ah---"

"Berisik. Nonton apa emang?"

"Train to Busan dua. Keren."

"Oooh ... yang kening sula itu, ya?" tanya Adrian, kemudian menghisap kembali batang rokok di selah-selah jari telunjuk dan tengahnya.

"Peninsula ... elah. Gorok halal, enggak, sih?"

Bersambung ....

Maaf pendek. Semoga terhibur.
Jangan lupa vote komennya, ya! Makasih buat yang udah mampir🤗

Crazy Brother [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang