💎Happy reading💎
Hari ini pun masih sama. Lia masih harus diantar Adrian ke sekolah karena motornya belum sempat dicuci. Sepertinya ini akan berlangsung satu minggu atau mungkin hanya sampai hari Jum'at. Kalau pulang sekolah, Lia pasti lelah dan tidak akan sempat mencuci motornya. Setidaknya kesempatan untuk mencuci motor bisa ia lakukan saat hari Jum'at, hari di mana ia bisa pulang sekolah cepat dari biasanya. Kalau tidak, ya hari Minggu saja rencananya gadis itu akan mencuci motor.
"Nanti kalau udah jam dua, langsung ke sekolah, ya. Biar nanti Abang tiba di sekolah pas adek udah keluar, jadinya adek enggak perlu nunggu!" teriak Lia dari jok belakang motor yang Adrian kendarai.
"Iya ... kalau enggak lupa, tapi, ya!"
"Awas aja kalau lupa lagi. Adek ngambek."
"Enggak usah bilang juga kalau mau ngambek. Ntar kalau ada apa-apa, langsung nyari gue juga."
Lia menarik satu sudut bibirnya ke atas. Abangnya memang selalu tahu kebiasaannya. Lia bahkan tak pernah mendiami Adrian lebih dari lima menit. Rasanya kalau tak saling sapa, padahal berada dalam satu rumah yang sama itu rasanya benar-benar aneh.
"Bang ... gantian adek yang nyetir, ya. Udah lama enggak bawa motor," pinta Lia dan berharap Adrian mau menuruti permintaannya.
"Kalau lo nyetir, yang ada kita enggak nyampe-nyampe ke sekolahnya. Lo diam aja di belakang. Susah amat keknya diam doang."
"Pelit banget, sih. Ayolah, Bang. Kalau Abang enggak mau, adek teriak, nih."
"Teriak aja kalau berani, biar disangka orang gila sama orang-orang. Secara 'kan wajah mendukung banget buat jadi orang gila."
"Toloooooonnngggggg! Gue diculikkkk!" teriak Lia dramatis sambil memosisikan kedua tangannya di samping mulut agar suaranya lebih besar terdengar.
Adrian refleks menginjak rem motornya, kemudian berhenti mendadak di sisi jalan. Hampir saja mereka tertabrak orang yang juga mengendarai motor tepat di belakang motor Adrian. Sebelum melaju kembali, orang yang hampir menabrak motor Adrian itu menyuarakan amarahnya dan mengakhirinya dengan mengacungkan jari tengah. Adrian hanya bisa pasrah dan menyalahkan Lia atas semua yang terjadi.
"Gara-gara lo, sih," omel Adrian sambil sedikit memiringkan tubuhnya ke samping. Karena kalau ke belakang, bisa-bisa pinggang Adrian patah lagi.
"Lah? Kok salah adek, sih? Yang bawa motor siapa? Yang nge-rem mendadak siapa? Yang bego siapa?" balas Lia tak mau kalah.
"Ya lo ngapain teriak kek gitu? Kalau orang nyangkanya gue beneran nyulik lo gimana? 'Kan bahaya."
"Kalau orang nyangkanya beneran itu mah salah Abang sendiri. Secara 'kan wajah mendukung banget buat jadi penculik." Lia menirukan cara pengucapan Adrian saat tadi mengatakan wajahnya seperti orang gila. Jadinya skor menjadi satu sama.
"Haisssh ... lo mau bawa motor 'kan? Ya udah. Gue yang duduk di belakang."
Lia tertawa riang, kemudian buru-buru turun dan berpindah ke depan untuk mengendarai motor. Sementara Adrian nanti akan duduk menjadi penumpang. Kalau orang-orang akan menertawakannya karena dibonceng oleh perempuan mah, bodoh amat. Lagipula apa salahnya dibonceng perempuan? 'Kan tidak ada peraturan yang mengharuskan laki-laki sebagai pengendara dan perempuan sebagai penumpang.
Lia memutar gas motornya dan menyelip di antara kendaraan-kendaraan lain yang sedang berlalu lalang. Tanpa gadis itu sadari Adrian sama sekali belum naik dan Lia malah sudah lebih dulu menjalankan motornya. Saat Adrian meneriaki Lia untuk kembali pun gadis itu sepertinya tak mendengarkannya. Kendaraan ramai yang berlalu lalang mungkin menjadi penyebab suara Adrian tak sampai ke telinga gadis itu.
☆☆☆
"Yei! Akhirnya sampai juga. BTW tumben banget enggak ngebacot dari ta---"
Lia mengerjapkan matanya beberapa kali saat menatap jok belakang motor yang tak berpenghuni. Adrian mana? Kenapa lelaki itu sekarang tak ada di atas motor? Pantas saja dari tadi tak ada suara yang mengajaknya perang mulut atau tangan usil yang akan menarik rambutnya, menggelitik pinggangnya, atau tiupan napas di tengkuk Lia yang biasa Adrian lakukan kalau sedang dibonceng oleh Lia.
Kebetulan Lia menghentikan motor di sisi lapangan tempat kemaren Adrian menghentikan motornya saat mengantar Lia. Di situ tak hanya ada Lia seorang, banyak yang berlalu lalang dan mulai berbisik-bisik saat melihat Lia yang berbicara sendiri.
"Ketahuan 'kan? Jelas banget kalau dia itu bukan anak SMP, tapi lebih kayak orang gila. Liat aja sekarang dia malah ngomong sendiri." Ini suara junior yang kemaren sempat mengejek Lia. Penuturannya mendapat sambutan tawa dari beberapa temannya dan itu membuat Lia hampir kehilangan kendali akan dirinya.
Lia menatap satu per satu adik kelas yang menertawainya, kemudian buru-buru memutar balik motornya untuk segera menemui Adrian yang mungkin saja tertinggal di tempat tadi mereka berhenti. Karena memutar motor dengan terlalu cepat dan motor Adrian yang jauh lebih berat daru motornya, gadis itu hampir saja terjatuh saat ban belakang motor sedikit tergelincir, dan itu lagi-lagi menjadi bahan tawaan adik-adik kelas yang tak tahu sopan santun itu.
Lia menghentikan motornya di sisi jalan tempat tadi mereka berhenti mendadak. Ada Adrian yang sedang berjongkok di bawah pohon kayu yang tak terlalu besar, matanya menatap lurus ke arah Lia yang turun dari motor dengan mulut yang terlihat sedang menahan tawa.
Masih dengan tawa yang sedikit tertahan, Lia berkata, "Ini saya punya sedikit rejeki. Diterima, ya, Kek ... semoga rejeki Kakek ke depannya lancar." Lia menyerahkan uang logam lima ratusan ke hadapan Adrian yang masih menatap tajam ke arahnya.
Detik berikutnya tawa Lia pecah. Wajah marah Adrian seolah menjadi hiburan gratis yang hanya bisa didapat di waktu tertentu saja. Tatapan tajam Adrian tidak membuat Lia ketakutan, malah membuat Lia merasa itu seperti badut.
"Beneran, deh. Lo enggak ngerasa kalau di belakang enggak ada orang? Heran gue. Seharusnya kalau enggak ada orang di belakang itu 'kan kerasa ringannya. Lah, ini? Emang dasar, ya orang enggak berperasaan," omel Adrian saat tawa Lia mulai mereda.
"Ya maaf, tapi ... hahahaha ... kasian banget lo ketinggalan, Bang. Udah kayak monyet enggak kejual aja di sini." Lia kembali tertawa melihat wajah sebal Adrian.
"Buruan ke sekolah!" Adrian berdiri dari jongkoknya, kemudian berjalan ke dekat motornya. Sebelumnya tak lupa Adrian menyambar uang lima ratusan di tangan Lia
Lia langsung berlari untuk menyamakan langkahnga dengan Adrian. "Itu kenapa gope adek diambil?"
"Nambah duit gue buat beli rokok batangan ntar."
"Rokok truussss."
"Buruan. Lo enggak mau telat 'kan?"
Lia sedikit tersentak. Kemudian buru-buru menjalankan motornya setelah lebih dulu memastikan jalanan sedikit lengang untuk bisa menyelip di antara kendaraan lain yang berlalu lalang.
Bersambung ....
Jangan lupa vote dan komennya, ya!
Makasih buat yang udah mampir🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Brother [Complete]
Humor⚠️[Bukan cerita sis-con]⚠️ "Cium pipi dulu!" Adrian menoel-noel pipi kirinya sendiri. Entah sejak kapan helm-nya sudah terlepas dari kepala. "Dih! Najis." "Biasanya juga lo cium gue kalau lagi ada maunya. Sekarang sok-sokan bilang najis." "Lah? Itu...