💎Happy reading💎
Lia menggigit kuat bantal gulingnya kala mendengar batuk Adrian untuk kesekian kalinya hari ini. Padahal Lia sedang menonton di kamarnya dan batuk Adrian malah mengganggu konsentrasinya. Suaranya dari kamar sebelah, itu artinya Adrian sedang di dalam kamar sekarang.
Dengan kesal, Lia beranjak dari ranjangnya dan segera menuju kamar Adrian yang hanya dibatasi dinding saja.
"Abangggg! Bisa diam, enggak, sih? Berisik dari tadi," komentar Lia dengan tangan bersedekap di depan dada.
"Ya maaf. Lo enggak liat gue lagi sakit? Uhuk ... bukannya dimanjain, ini malah dimarah-marahin. Lo sayang apa, enggak, sih sama gue?"
"Ya kali sayang sama kadal. Adek masih normal kali."
"Jahat lo, ya." Adrian terbatuk lagi dan kini batuknya tiga kali berturut-turut, "Gue ganteng gini juga, imut-imut lagi."
"Diiiih ... imut-imut? Yang ada mah amit-amit." Lia lantas menampilkan ekspresi jijiknya.
Namun, ekspresi jijik yang Lia tampilkan seketika berubah menjadi wajah panik saat melihat Adrian di depan sana yang kedua tangannya memegangi dadanya. Napas Adrian mulai tak beraturan. Seperti kesusahan menghela udara di sekitar. Mata Adrian pun terpejam dan sesekali terbuka, tapi terpejam lagi setelahnya.
Lia sontak berlari ke ranjang Adrian dan meneriaki nama lelaki itu dengan volume tinggi. Namun, ada getar yang kentara saat ia meneriaki nama Adrian. Lia ketakutan dan ingin menangis saat itu juga. Lia takut Adrian kenapa-kenapa. Lia ketakutan bukan tanpa alasan, tapi karena Adrian memiliki riwayat penyakit asma sejak ia kecil. Namun, setahu Lia penyakit itu tak lagi pernah datang semenjak Adrian SMP.
"A--Abang. Abang kenapa?" tanya Lia dengan suara pelan bercampur isakan. Namun, Adrian di hadapannya masih terlihat kepayahan menghela udara.
"A--adek telepon mama, ya! Habis itu kita ke rumah sakit."
Lia menghidupkan ponselnya dengan tangan bergetar hebat. Layar ponsel Lia tak tampak begitu jelas karena terhalang air mata. Sedetik berikutnya, tepat saat Lia hendak memencet nomor dengan nama 'mama' di ponselnya, tangan Adrian menghalanginya dan mulai bersuara dengan kepayahan.
"J--jangan ... panggil mama ... h-huh ... sa--sakit, Dek." Adrian menekan kuat dadanya dengan sebelah tangan, sedang tangan yang satunya lagi masih menahan pergerakan Lia yang ingin menelepon mamanya.
"Abang jangan gituuu ... adek takut. Abang jangan mati! Jangan tinggalin adek," lirih Lia sambil mencengkeram kuat tangan Adrian.
Satu detik.
Dua detik.
Tiga detik.
Adrian kemudian tertawa terbahak-bahak melihat wajah Lia yang sudah basah oleh air mata. Adrian sampai memegangi perutnya karena terasa ngilu saat ia tertawa. Wajah Lia dengan kedua pipi yang basah karena air mata, hidung yang memerah, juga dengan tangan yang sudah terasa dingin menyentuh tangan Adrian itu membuat Adrian tak bisa lagi menahan tawanya.
Sementara Lia masih diam di posisinya dan menatap Adrian dengan tatapan kosong, tapi kadang-kadang gadis itu masih terisak dan sesekali menarik ingusnya agar tak keluar dari hidungnya.
"Hahahaha ... wajahnya enggak usah kayak gitu ... hahaha ... kayak pengemis gue liat," komentar Adrian yang sudah mengubah posisinya menjadi duduk.
Lia masih setia dengan bungkamnya. Matanya masih menatap Adrian dengan tatapan terluka. Detik berikutnya Lia kembali menangis sejadi-jadinya, dan itu sukses membuat Adrian terlonjak kaget.
"E--eh? Dek, jangan nangis lagi, dong. Gue cuma becanda, elah. Gue enggak apa-apa, beneran."
Lia lantas memeluk Adrian dengan erat. Menumpahkan tangisnya di dada lelaki itu, dan itu malah membuat Adrian jadi merasa bersalah karena sudah menjahili adiknya. Yang bisa Adrian lakukan hanyalah membalas pelukan Lia dan berharap agar adiknya itu bisa tenang.
"Maafin gue, ya! Gue becandanya kelewatan."
Lia tak menjawab. Kini ia terdiam dengan masih menyembunyikan wajahnya di dada Adrian. Adrian bisa merasakan dadanya basah karena air mata.
"Dek?"
Lia diam di posisinya.
"Dek? Udah, dong. Kaki gue pegal, nih kalau kayak gini terus. Udah, dong."
Lia masih diam. Tak ada tanda-tanda gadis itu akan merespon perkataan Adrian. Sampai Adrian bisa merasakan pelukan Lia meregang dari punggungnya, tapi Lia sama sekali tak mengangkat tubuhnya untuk menjauh.
"D--dek? Lo enggak apa-apa 'kan?"
Karena tak kunjung mendapat jawaban dari Lia, Adrian lantas menarik paksa tubuh Lia agar menjauh darinya. Saat itu juga tubuh Lia luruh begitu saja. Terlelap di kasur Adrian dengan wajah yang begitu tenang. Padahal baru beberapa detik yang lalu Adrian melihat wajah yang begitu ketakutan di sana, tapi sekarang semua berubah menjadi tenang yang malah membuat kerja jantung Adrian menjadi tak beraturan.
"Dek? Jangan bencandalah. Enggak lucu."
Adrian menepuk-nepuk pipi Lia dengan tangan kanannya, tapi yang ditepuk justru hanya diam dengan wajah yang begitu tenang. Adrian bahkan belum pernah melihat wajah Lia setenang ini sebelumnya. Bahkan saat gadis itu tidur saja Adrian tak pernah melihat ekspresi Lia setenang sekarang. Itu artinya ... Lia tidak sedang tidur dan juga tidak sedang mengerjai Adrian. Sampai Adrian tersadar dan memekik setelahnya.
"Adek! Bangun! Gue enggak suka, ya liat lo kayak gini." Ada getar samar saat Adrian bersuara karena jelas lelaki itu sedang menahan suaranya agar getaran itu tak terdengar lebih kencang.
"ADEK!"
"Buju buset ... kaget, Anjing." Lia mengelus dadanya karena kaget mendengar teriakan Adrian yang serasa membuat rumah bergoyang.
"Oooh ... jadi lo cuma pura-pura? Gue udah jantungan, Liaaaa. Gue butuh minum."
"Wahahahaha ... siapa duluan yang mulai? Kalau Abang bisa pura-pura, adek juga bisa. Bakatnya nurun dari siapa coba, kalau bukan dari abangnya? Weeeee ... puas rasanya mengerjai abang sendiri. Gimana akting adek? Bagus?"
"Enggak lucu," balas Adrian dengan tatapan kesal. Padahal jantungnya masih berdegub kencang bahkan sampai saat ini.
"Ya, terus menurut Abang, yang tadi pas pura-pura asmanya kambuh ... itu lucu? Untung adek enggak punya riwayat penyakit jantung. Kalau, enggak pasti tadi adek udah pingsan duluan di depan pintu."
"Ya lo balasnya jangan keterlaluan juga, dong? Gue juga untung enggak punya riwayat penyakit jantung."
"Ya terus? Mau lo apa sekarang, hah? Mau gelut one by one? Maju lo. Gue enggak takut." Lia menyingsing lengan bajunya sambil menatap sengit ke arah Adrian.
"Mau gue? Gue mau lo beliin gue obat ke warung. Ini batuk nyiksa banget."
"Eeeee ... itu batuk beneran?"
"Ya beneranlah. Buruan beliin!"
"Ada upah, tapi, ya."
Adrian berdecak, kemudian menyodorkan uang sepuluh ribuan ke arah Lia. Tampaknya gadis itu tak sudi menerima uang sepuluh ribu itu, tapi tetap diambilnya saat mendengar Adrian kembali terbatuk.
☆☆☆
Sesuai janji. Kali ini aku datang membawa part panjang🤗
Untuk yang beragama Islam, semangat menjalankan ibadah puasanya! Kita sama-sama menahan. Semangaaaaattt💪
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Brother [Complete]
Humor⚠️[Bukan cerita sis-con]⚠️ "Cium pipi dulu!" Adrian menoel-noel pipi kirinya sendiri. Entah sejak kapan helm-nya sudah terlepas dari kepala. "Dih! Najis." "Biasanya juga lo cium gue kalau lagi ada maunya. Sekarang sok-sokan bilang najis." "Lah? Itu...