💎Happy reading💎
Sesuai permintaan Adrian, Lia pergi ke warung terdekat untuk membelikan abangnya itu obat ... tapi, tunggu! Obat apa?
"Heeeee ... Bang Adrian suruh beli obat apaan, ya?"
Lia menimang-nimang akan balik menanyakan ke Adrian obat apa yang dibutuhkan atau terus jalan saja dan membeli obat apa saja. Siapa tahu tebakannya benar nantinya. Mau menelepon Adrian, tapi sialnya Lia bahkan tak membawa ponselnya. Sepertinya ponsel itu tertinggal di kamar Adrian.
Sampai akhirnya Lia memutuskan untuk ke warung saja dan membeli sembarang obat. Tak apa, hitung-hitung mencoba keberuntungan.
"Pak! Buk! Kak! Mbak! Nek! Kek!" panggil Lia di depan warung dengan suara tinggi. Berharap Sang Pemilik warung yang entah berada di mana itu bisa mendengar teriakannya. Sampai suara di dalam warung membuat Lia terkejut.
"Enggak usah teriak-teriak juga, Kak! Aku ada di sini, nih!"
Lia lantas masuk ke dalam dan melihat ada anak kecil yang duduk sambil memainkan ponselnya di sana. Tubuhnya yang sedikit kecil tentu tak bisa Lia lihat karena tertutup karung beras di depannya. Untung Lia masih punya jantung sehat. Kalau tidak bisa-bisa jantung Lia meloncat dari mulutnya.
"Beli apa?" tanyanya.
"Mmmm ... beli apa, ya? Mmmm ... mie aja, deh satu," jawab Lia asal.
"Mie apa?"
Lia tampak berpikir sejenak. Kemudian tersadar kalau ia ke sini bukan mau membeli mie. Lia ke sini 'kan mau beli obat. Kenapa gadis itu malah bilang mie?
"Mie apa, ya ...? Set-set-set ... mi-mi-mi re-mi-fa-sol-mi, fa-fa-fa-fa-re-mi-fa-so-la-mi mi-mi-mi."
"Kak Lia mau jajan apa mau latihan pianika? Aku lagi sibuk, nih."
'Iki ligi sibik, nih.'
"Ehehe. Becanda, Dek. Mie lanta aja, deh, Dek. Satu."
"Mie lanta? Oh, maksud Kak Lia obat milanta?"
Lia menjentikkan jarinya, kemudian berkata, "Nah. Cakep. Obat."
Bocah laki-laki itu lantas mengambil satu saset milanta permintaan Lia. Kemudian lekas menyerahnyakan pada Lia yang menyengir lebar di tempatnya.
"Makasih, Adek Ganteng."
Lia kemudain beranjak dari sana. Mengamati dengan cermat obat yang kini ada di tangannya. Sambil sesekali membaca apa yang tertulis di sana. Baru saja Lia ingin membaca khasiatnya, suara bocah tadi membuat Lia memalingkan fokusnya ke belakang. Tepat di mana bocah tadi duduk.
"Apa?" tanya Lia sambil berkacak pinggang.
"Uang bayarnya?"
'Kampret.'
Kresek mana, kresek? Buat menyembunyikan wajah Lia yang seketika memerah karena ucapan yang lelaki itu lontarkan. Mana tadi Lia sempat berkacak pinggang lagi saat menanyakan 'apa'. Malu-maluin.
"Wehehe ... kirain gratis. Ini uangnya."
Lia buru-buru pergi setelah mengambil kembalian uangnya. Lumayan kembaliannya masih bisa beli pulsa lima ribuan. Nanti pulsa lima ribunya juga akan diambil Telkomsel untuk membayar hutang paket darurat Lia. Astagaaa.
Saat perjalanan pulang, sebagai anak baik dan kaya akan tata krama. Lia selalu menyapa setiap orang yang dilaluinya. Tak lupa gadis itu juga menciumi tangan orang tua yang lewat di depan mata. Sampai orang gila pun tak urung Lia salami saking tololnya. Maksudnya, saking sopannya Lia itu.
Sampai di rumah Lia pun masih melakukan hal yang sama. Menciumi tangan Adrian yang tiduran di sofa sambil memainkan ponselnya. Lia datang mengganggu dan langsung menyalami Adrian. Hampir saja ponsel Adrian terjatuh dan menimpa wajahnya.
"Mana obatnya?" tagih Adrian, lantas mengubah posisinya menjadi duduk agar lebih muda bertukar sapa dengan Lia.
"Ini." Dengan entengnya Lia menyodorkan milanta dalam genggaman kepada Adrian. Permukaannya sedikit basah karena Lia menggenggamnya kuat sekali. Sampai tangan Lia mengeluarkan keringat.
"Milanta?" tanya Adrian. Matanya menatap Lia dan milanta di tangan secara bergantian.
"Iya ... emang kenapa?"
Adrian komat-kamit tak jelas. Ingin berkata kasar, tapi takut dosanya yang banyak semakin bertambah nantinya. Jadilah lelaki itu komat-kamit saja. Merutuki Lia dalam hatinya.
"Elah ... mau minum obat aja baca doa sebelum makan segala. Lebay banget, sih. Baca bismillah aja, habis itu telan obatnya," komentar Lia saat melihat Adrian komat-kamit tak jelas.
"Lo tolol apa gimana? Ini 'kan obat sakit maag, Dek. Gue batuk. Astagaa ... makanya lo sekali-kali sakit maag juga. Biar tau ini obat khasiatnya apa."
Lia mengerucutkan bibirnya. Kemudian duduk di samping Adrian dengan ekspresi yang masih sama. Adrian kalau kesal, omongannya pedas juga ternyata.
"Bukannya didoain biar sehat wal afiat, ini malah didoain adiknya sakit maag. Sarap lu, Bang."
"Ya 'kan ... astagaaa. Gue enggak tau lagi mau ngomong apa."
"Tadi kejadiannya enggak gitu. Tadi adek minta obat miiii ... gitu 'kan. Eh? Yang punya warung langsung nyambung aja. 'Milanta?' gitu katanya. Adek jawab aja iya. Padahal 'kan adek mau bilang miii ... mixagrib gitu loh, Bang," ujar Lia menjelaskan.
Ngomong-ngomong tentang mixsagrib, apa iya itu obat untuk hilangin batuk? Ah, bodoh amatlah. Anggap saja iya untuk obat batuk.
Flu dan batuk minum mixsagrib. Cocok.
"Ah ... udahlah. Gue minum aja. Siapa tau batuk gue bisa sembuh gegara minum, nih obat."
"Nah gitu pintar. Baca bismillah, ya. Enggak usah baca doa akan makan kayak tadi."
"Siapa juga yang baca doa akan makan?"
"Itu Abang tadi komat-kamit mau baca doa akan makan 'kan?"
Adrian mengerjap beberapa kali. Kemudian membuka milanta saset di tangannya untuk kemudian memasukkan ke dalam mulut. Langsung dengan saset-sasetnya.
"Terserah lo, deh," kata Adrian setelahnya.
☆☆☆
Aku datang lagiii. Gimana puasanya, lancar? Semangaaaaat💪
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Brother [Complete]
Humor⚠️[Bukan cerita sis-con]⚠️ "Cium pipi dulu!" Adrian menoel-noel pipi kirinya sendiri. Entah sejak kapan helm-nya sudah terlepas dari kepala. "Dih! Najis." "Biasanya juga lo cium gue kalau lagi ada maunya. Sekarang sok-sokan bilang najis." "Lah? Itu...