Bagian 16

1K 96 16
                                    

💎Happy reading💎

Tidak pergi sekolah, artinya perang di rumah harus dimulai dari pagi. Kalaupun nanti Lia dan Adrian tidak memiliki bahan untuk diperdebatkan. Maka kecoak yang lewat pun bisa mereka jadikan bahan perdebatan. Iya, mereka memang segabut itu.

"Dek!"

Panggilan Adrian dari arah dapur membuat Lia mau tak mau harus mengalihkan fokusnya pada layar ponsel di tangan. Adrian tidak tahu saja kalau Lia sedang adu bacot dengan netizen di kolom komentar.

"Bantuin gue masak, napa?!"

"Masak itu kerjaan ibu rumah tangga, jadi maaf. Saya yang notabenya gadis tercantik sejagat raya enggak selevel sama Anda yang janda anak lima."

Dari dapur sana Adrian bahkan bisa menerka bagaimana wajah menyebalkan Lia saat mengejeknya. Adrian jadi rindu saat Lia belum ada di dunia, saat itu dunia Adrian begitu tenang, tapi sekarang saat sosok itu hadir, kenapa hidup Adrian jadi semenyebalkan ini?

"Gue hitung sampe tiga, kalau lo enggak ke sini gue masak buat gue doang. Lo puasa aja biar dapat pahala!"

Lia mendengus kesal, kemudian berjalan dengan gontai ke dapur dan mendapatkan Adrian yang sibuk mengaduk sesuatu di atas kompor, eh maksudnya di atas wajan yang wajannya ada di atas kompor. Kalau mata Lia tak salah lihat yang Adrian masak sekarang adalah bola-bola mata manusia yang tadi malam mereka buru. Gila. Padahal di sana Adrian hanya sedang memasak mie kuah.

"Bilang aja bosan sendirian di dapur. Ujung-ujungnya kalau adek di sini juga enggak bakal ngerjain apa-apa 'kan?"

"Lo adek gue apa bukan, sih? Kayaknya enggak ada sayang-sayangnya sama abang sendiri. Heran."

"Emangnya kurang bukti apalagi, sih kalau adek ini adeknya Abang? Kulit kita aja sama warnanya, sama-sama kuning."

"Sama apanya? Kulit gue kuning langsat, sedangkan kulit lo kuning bangsat. Ya jelas jauh bedalah."

Lia mengangkat satu sudut bibirnya ke atas. Kemudian memilih diam dan duduk di atas meja makan. Sampai Adrian harus menegurkan karena duduk di atas meja, bukan di kursi tempat yang seharusnya.

"Kalau adek mati gimana, Bang?" tanya Lia. Terlalu tiba-tiba sampai Adrian tersedak air ludahnya sendiri karena kegirangan. Eh?

"Kalau lo mati? Ya, dikuburinlah. Emangnya lo mau gue bakar?"

"Tau ah. Lo mah enggak pernah nanggapin serius omongan gue."

☆☆☆

"Lah? Vidio gue kok tinggal segini? Perasaan kemaren banyak, deh," omel Lia saat ia memeriksa galeri ponselnya dan terkejut melihat vidio yang tak seberapa.

Kata-kata 'Ruang penyimpanan hampir habis' yang biasa Lia temui di sana pun kini tak lagi ada. Seharusnya Lia senang karena tulisan itu tak ada, tapi masalahnya di sini vidionya berkurang. Mungkin hilang lebih dari separoh yang awalnya ia punya. Padahal menyimpan vidio-vidio itu pakai kuota.

"Maklumlah! Namanya juga HP kentang. Ya lo bersyukur aja masih punya HP. Walaupun kentang, sih." Tiba-tiba saja Adrian menyambar.

Tadinya lelaki itu baru saja ke luar kamar untuk menonton TV, tapi suara omelan Lia justru menarik perhatiannya dan seketika keingian mengejek Lia langsung terlintas di benaknya.

"Biarin HP kentang, daripada HP Abang. HP jengkol," balas Lia tak mau kalah.

"Jengkol walaupun bau, tapi enak banget loh."

Adrian membawa langkahnya mendekat ke arah Lia, kemudian duduk di samping Lia setelah sebelumnya mengeluarkan ponsel dari saku celananya.

"Kentang juga enggak kalah enak, tuh." Lia lantas memeletkan lidahnya ke arah Adrian.

"Mahalan mana kentang daripada jengkol, gue tanya?"

"Tau ah, terang."

Daripada berdebat dengan Adrian, Lia lebih baik memutar lagu BTS di ponselnya. Sengaja gadis itu membesarkan volume ponselnya saat ia melihat Adrian bergerak untuk menghidupkan TV. Lihat saja! Sebentar lagi Adrian pasti akan mengomeli Lia dan menyuruh Lia pergi dari sana karena mengganggu acara nonto TV-nya.

"Lo ke kamar sana. Gue mau nontin, nih. Berisik!"

Benar 'kan apa yang Lia perkirakan. Adrian akan mengomelinya, tapi bukan Lia nama jika berhenti di situ saja. Saat Adrian menambah volume TV, Lia malah mengikuti lirik lagu yang sedang ia dengarkan. Tak peduli dengan suaranya yang mungkin bisa membuat Adrian jantungan.

"Gue dengar mereka nyanyi aja udah pusing. Enggak ngerti mereka ngomong apa. Sekarang lo malah ikut-ikutan teriak kayak orang gila. Lo enggak kasian apa sama kuping gue?"

Iyaps. Ini yang Lia tunggu. Murkanya Sang Adrian. Karena menurut Lia murka Adrian itu bukan bencana, tapi lelucon gratis yang bisa dijadikan bahan untuk tertawa. Lumayan 'kan dapat sit down komedi gratis.

"Ntar kalau kuping Abang beneran sakit, adek yang antar Abang ke rumah sakit jiwa, deh. Tenang aja!"

"Shit."

Maaf update-nya lama, tapi cerita ini entah akan hiatus selama yang tidak ditentukan atau hanya akan berakhir sampai di sini saja. Maaf karena tak bisa menghadirkan Lia dan Adrian lagi🙏🙏
Bukan apa-apa. Aku hanya akan sibuk mikir alur cerita 'Wait for Me' karena kalau membuat ceritanya gantian rasanya susah banget. 'Kan alur ceritanya benar-benar beda. Jika ini bisa menghadirkan tawa maka 'Wait for Me' adalah sebaliknya. Jadi, mohon maaf sekali lagi🙏

Sampai jumpa di cerita 'Wait for Me'

Crazy Brother [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang