Sucks: Part 5

6.6K 862 34
                                    

"Gini aja, Nad!"

Mbak Nada menelan kebab jumbonya lebih dulu setelah berseru semangat begitu.

"Lo taklukin Agga, kalau dia berhasil jadi bucin gue kasih hadiah."

"Heh, Nad! Nggak boleh taruhan begitu, kasihan Agga tau!" sahut Mbak Rena dengan pikiran lurusnya.

"Ren, ini bukan taruhan. Ini Cuma semangat buat Nadzhetta yang cantik biar semakin semangat membuat Agga jadi bucin." Mbak Nada menyambar gelasnya dulu sebelum melanjutkan bicara. "Gue juga penasaran bucinnya Agga gimana. Manusia kaya jalan tol begitu."

"Tetap lah itu namanya taruhan. Lo mau Nad, Agga nanti sudah bucin terus marah karena taruhan ini?"

Ih, ogah. Kalau sudah bucin mah aku pertahanin sampai titik darah penghabisan. Kalau masih begini baru ingin sekali aku lepas.

"Makanya, jangan turutin kata Nada. Nggak bener nih otaknya."

Aku mengangguk sepakat sembari tetap meresapi rasa kebab yang nikmat. "Untung Mbak Rena waras, aku jadi nggak terbawa arus buat ikut gesrek."

"Tanpa Nada hidup kalian hitam putih. Jangan sombong."

Aku dan Mbak Rena kompak mencibir.

"Nadanya enak sih mending, kalau Nada yang begini bikin hidup makin burem aja."

"Sialan, Ren!" Mbak Nada menggigit kebabnya besar sembari berdiri, nggak tahu mau ke mana. Mbak Rena pamit masuk kamar, dan aku menghabiskan kebab yang masih tersiksa begini.

"Naaad!"

Aku melongok dari pintu untuk melihat Mbak Nada yang ada di dekat jemuran. Apa lagi? Jangan bilang malam-malam nyari dalamannya yang hilang.

"Lihat BH gue nggak?" Nah, betul ternyata.

"Ya enggak lah, ngapain lihat BH lo," balasku sinis.

Mbak Nada melihat ke bawah, nggak ada apa-apa. Di jemuran juga hanya ada pakaian basah.

"Siapa sih suka maling BH. Gue doain payudaranya kempes tau rasa."

Astaga, jelek banget doanya. Payudara kan aset, kalau kempes tamat sudah riwayat wanita. "Pake BH gue nih."

"Yaelah Nad, mana muat punya lo kecil begitu."

Sialan banget. Aku membatalkan niat membuka lemari, menatap Mbak Nada yang kebingungan dengan sinis. Mentang-mentang ya, punya dia menonjol mantap banget, terus bisa hina punyaku yang tipis begini?

"Lama-lama gue geledah kamar anak satu kost-an nih, BH gue ilang mulu. Selama gue ngekos sudah kehilangan enam lho, Nad. Lo ada curiga sama seseorang gitu nggak sih?"

"Tanya aja di grup, palingan nggak sengaja kebawa."

Tinggal di indekos memang rawan kehilangan dalaman dan pakaian lain. Aku juga pernah, cuma nggak sampai enam BH juga. Mbak Nada sih, dalaman saja milihnya yang mahal dan berkelas, nggak tahunya di indekos banyak yang naksir dalaman dia.

Dia hanya menggerutu kesal setelah mengirim pertanyaan di grup indekos, yang semua kompak menjawab nggak tahu.

Perhatianku teralih saat melihat nama Agga sedang mengetik. Percayalah, kontaknya aku pin di paling atas. Jadi sekali pun dia baru mengetik aku langsung bisa tahu.

Agga:

Nad, tidur?

Ah, ya ampun. Untung aku belum tidur.

Nad:

Belum, mau apa?

Nggak ada balasan lagi, tapi panggilan dari Agga langsung masuk. Aku berdehem sebelum mengangkatnya.

Agga? Sucks! (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang