Sucks: Part 16

6.1K 828 127
                                    

Kusiram lagi wajahku dengan air mineral yang diberikan Agga. Rasanya sudah tidak seperih tadi, tapi tetap saja aku harus mengerjap dan memejam berkali-kali. Kakiku yang berselonjor  ikut basah terkena siraman air, almamater sudah tanggal dan kini tergeletak mengenaskan di tanah.

Setelah mengalami adegan tragis, disenggol sepeda motor, lalu ditabrak dari berbagai sisi, dan tidak sengaja diinjak, aku langsung diangkat ke atas mobil dan di bawa menjauh. Akhirnya sampai di sini, di pinggir jalan dekat minimarket. Agga membelikan beberapa botol air mineral untuk membasuh mataku.

Sebagian sudah habis, sisa dua botol utuh. Aku seperti gelandang, gadis bodoh, dan manusia menjijikkan sekarang. Seandainya yang di sini bukan Agga, jelas aku pilih berlari setelah bisa melihat. Meski kaki sakit, tapi malu ini lebih menyakitkan.

Namun yang sekarang menemaniku adalah Agga, Kadal Buntung sialan yang sangat ingin aku maki-maki. Ingin aku pecahkan kepalanya, aku buka matanya lebar-lebar dan memperlihatkan betapa aku sudah membenci dia setengah mati. Membenci dalam artian sebenarnya, tetapi sama sekali tidak mampu mengatakan apa pun untuk menunjukkan itu.

"Masih perih?"

Masih! Kalau yang dia tanya mataku, masih perih. Kalau dia tanya hatiku, ini bukan lagi perih. Lebih dari perih. Sekadar kata perih saja nggak cukup menggambarkan kondisinya.

"Nanti sembuh."

Pasti akan sembuh, baik mata dan cidera di badanku, tapi bagaimana dengan rasa kecewaku? Itu nggak akan sembuh sebelum Agga mengobatinya, atau laki-laki lain yang akan menyembuhkannya.

"Jangan nangis."

"Diam!" Kuusap pipi yang basah dengan kasar. "Kamu nggak tau apa yang aku rasain!"

Ternyata keadaanya lebih menyebalkan dari yang aku kira selama ini. Kami tidak pernah sama, selalu bersebrangan. Seolah berada pada dua titik yang sangat jauh dan kini tali yang mengikat benar-benar akan putus.

"Kuat kan, Nad?"

Aku nggak kuat lagi, aku mau nyerah sama Agga. Dia punya prioritas yang bukan diriku. Bahkan aku sama sekali tidak pernah ada di list hal-hal utama miliknya.

"Sakit banget?"

"Sakit! Kamu kira gimana?!" Aku kesal sama Agga. Aku pengin banget bisa akhiri semua ini. Namun nyatanya aku nggak bisa.

Emosiku sampai di ubun-ubun saat Agga justru mengambil ponselnya. Dia mau apa? Aku lagi kaya gini, jangan bilang dia mau meninggalkan aku sendirian. Napasku tertahan melihatnya menempelkan ponsel ke telinga, lalu menyebutkan lokasi tempat kami saat ini.

Agga... ya ampun! Kenapa nggak bisa ngerti sama sekali, sih?!

"Aku pernah minta apa sih, sama kamu?!" Kuusap mata yang kembali perih. Sakit banget, Agga, kamu giniin. "Semua impian aku tentang laki-laki itu menguap. Kamu sama sekali jauh dari bayanganku soal pacar selama ini, Ga. Tapi aku terima, aku masih berusaha buat kamu ngerti. Aku masih berusaha buat paham kalau kamu memang kaya gini. Tapi kali ini aku nggak bisa diam aja. Aku nggak suka kamu gini, Agga...! Aku cuma minta kamu jangan ikutan, apa susahnya meninggalkan kegiatan kaya gini?"

Napasku tersengal usai berbicara panjang lebar begitu. Bukannya menenangkan, Agga malah menyodorkan satu botol air mineral padaku. Ya Tuhan... bahkan aku sama sekali tidak berpikir untuk minum!

Kutampik tangannya agak kasar. "Kamu udah tua, kamu harusnya mikir gimana biar cepat lulus. Gimana buat dapat kerja yang pas. Bukannya malah ikutan ke jalan kaya gini."

Rasanya capek banget. Aku nggak pernah dibuat marah-marah. Papaku, apa pun yang aku mau akan dituruti, kalau tidak pun aku akan dibuat mengerti kenapa nggak bisa mendapatkan itu. Semuanya jelas, pengertian. Beda jauh dengan Agga.

Agga? Sucks! (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang