Sucks: Part 8

6K 860 93
                                    

Nad:
Agga....

Dan sialnya, kini aku sadar bahwa bukan Agga yang menjadi sosok bucin, tetapi diriku sendiri. Very stupid, Nad. Bagaimana kamu bisa membucinkan laki-laki macam Agga?

Lihat rambutnya yang panjang! Laki-laki idamanmu mempunyai rambut pendek rapi dan selalu bersih.

Paling tidak, laki-laki idamanmu juga punya kulit putih, bukan cokelat menjurus ke gelap seperti milik Agga.

Tapi Agga punya rahang tegas. Mata tajam dan alis tebal.

Bunyi ponsel membuatku sadar dari lamunan. Agga membalas, hanya dengan satu kata 'ya' yang kali ini sama sekali nggak membuat aku sebal.

Aku memikirkannya, apakah Agga digilai begitu banyak perempuan, dan begitu banyak perempuan juga yang mengajaknya menjalin hubungan terang-terangan?

Nad:
*Pict
Jemput aku :( gelap banget.

Halah! Jangan salahkan aku. Ini salah Agga. Aku bisa pesan ojek, bisa bareng Laras tadi, tapi aku memilih berjalan sendirian hingga sampai di bawah pohon-pohon besar.

Percayalah, banyak cerita soal aroma wangi dan makhluk-makhluk halus di tempat ini, dan demi Agga aku memilih duduk di halte bus ketimbang segera pulang. S

Agga:
Pesan ojek.

Akan tetapi aku hanya sedang ingin bertemu Agga sekarang.

Nad:
Ga, memang nggak bisa jemput?

Agga:
Lama. Di rumah.

Astaga. Bahkan kalau Agga bilang menunggu satu jam lagi, aku akan terima sekarang.

Nad:
Agga, kamu nggak serius suka ya sama aku?

Kukirim pesan itu dengan gugup. Perutku melilit, dan mungkin saja Agga mengajakku pacaran hanya karena teman-temannya sering menyuruhnya agar mendekatiku.

Aku ingat kala itu. Ingat sekali, bahkan nggak akan pernah lupa. Setiap kali lewat di depan tempat Agga dan teman-temannya berkerumun, mereka selalu mendorong Agga.

"Nad tuh, samper sana."

"Cowok gadungan gini, suka sama cewek nanya nomornya saja nggak berani."

"Jangan malu-maluin harga diri anak teknik, Ga. Sialan lo, samper cepet."

"Nad, Nadzhetta!"

Dan aku menoleh dengan cengiran lebar, malu.

"Sini, ngobrol bentaran."

Aku menggeleng keras, kepalang malu mau bagaimana lagi. Mereka laki-laki semua dan aku terlalu canggung.

"Nad, Agga save nomor lo  boleh nggak?"

Aku tertawa kecil, lalu mengangguk. Bukan karena suka, tapi karena nggak enak mau menolak.

"Nah, tuh! Thanks, Nad. Jangan kaget kalau tiba-tiba Agga ngajak pacaran ya."

Aku tertawa lagi, mana mungkin!

"Nad mau pulang ya?"

"Iya."

"Agga anter nih, sana Ga!"

"Lo mau gue sunat lagi atau cepet gerak. Nad mau kan diantar Agga?"

"Nggak mau," sahutku dan terkekeh. "Jangan gangguin terus, aku malu tau."

"Malu kok bilang-bilang. Tunggu Agga bentar nih, biar dianter."

Agga? Sucks! (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang