Sucks: Part 14

5.8K 819 63
                                    

Klik.

Aku tersenyum puas melihat hasil potretku. Agga yang sedang fokus menatap layar laptop ternyata keren juga. Badan tegap, kemeja hitam dan rahang tegas yang terkatup. Ugh.... Setelah melakukan sedikit sentuhan edit, aku bagikan ke status WhatsApp dengan caption singkat:

Yang ter....

Yah, sesekali dong ya membuat suatu hal yang manis. Anggap saja semua penonton statusku beranggapan bahwa itu adalah tersayang, padahal termenyebalkan. Ah, tidak juga. Setelah dia melakukan hal yang manis meski tanpa mengurangi kandungan menyebalkannya, aku tentu harus memberinya hadiah.

Meski ngantuk banget, tapi cukup terobati dengan membalas pesan beberapa orang. Apalagi selepas mem-posting foto Agga, beberapa pesan langsung masuk. Mbak Nada yang mencibir, mengatakan ini hanya romantis bohongan. Mbak Rena yang mengirim emot tiup terompet, Laras yang menyebut ada kemajuan, dan... Mbak Ayana.

Astaga, sial banget. Aku lupa atur privacy. Sebelum membalas Mbak Aya, aku hapus dulu foto Agga. Kalau mama lihat bisa gawat.

Mbak Aya:

Pacar, Nad? Kok nggak ada cerita?

Segera kukirim balasan pada Mbak Ayana.

Nad:

Jangan bilang mama, Mbak. Plisss!

Mbak Aya:

Bad boy ya, Nad?

Ish, kan, belum apa-apa sudah menebak begini.

Nad:

Bukaaan.

Tapi memang gitu, tapi baik. Bukan bad boy, Mbak. Serius.

Aku kaget melihat Mbak Aya melakukan panggilan video. Segera aku mendekat ke Agga, menyenggol lengannya. Dia menatapku, lalu kuarahkan layar ponsel kepadanya.

"Ini mbakku," ucapku memberi tahu. "Kayanya nggak suka aku pulang malam." Aku meringis malu.

"Mau pulang?"

Ih, bukaaan begitu! Maksudnya adalah.... "Kamu kalau dimarahin gimana?"

Aku mengedip cepat, bersamaan dengan panggilan yang mati. Tidak, bukan Mbak Aya akan marah sama Agga, paling juga cuma tanya-tanya saja sedikit, kalau mau marah sama aku langsung. Namun ini aku mincing Agga, siapa tahu dia berinisiatif menjelaskan pada Mbak Aya. Kan, lumayan memberi jalan hubungan kami.

Setidaknya sebelum aku kenalin sama orang tuaku, Agga harus bisa melewati Mbak Aya dulu. Mbakku itu cukup posesif soal siapa laki-laki yang dekat denganku. Dan kalau misalnya nanti mama betulan nggak suka, Mbak Aya bisa bantu aku.

"Mati," ucap Agga.

Aku menipiskan bibir, jelas mati orang nggak segera kuangkat kok. Namun Mbak Aya mengetikkan pesan sekarang.

Mbak Aya:

Jangan macam-macam.

Nah, loh. Segera kutunjukkan pada Agga dan dia mengerut. Ah, bingung ya maksudnya ini apa? Tapi belum sempat aku jelaskan Mbak Aya sudah memanggil lagi. Tanpa persetujuan aku tarik tanda hijau hingga panggilan terhubung, lalu menggeser duduk menjauh dari Agga.

"Di mana, Nad? Bukan di kost 'kan?"

Aku tersenyum manis. "Bukan, lagi di kafe. Ngerjain tugas. Kenapa sih? Bukannya temenin anak malam-malam malah telepon aku."

Agga? Sucks! (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang