Pramadana ku

10 3 0
                                    

.
.

Sekarang kami sudah duduk di starbucks kesayanganku dengan minuman favorit yang tambah favorit karena ini dibayarin manusia favorit.

eh.

maksudnya, Dana.

"Kalo cuma duduk sambil minum, bosan banget. Ga mau jalan-jalan apa?" ini manusia hobby banget bawa orang keliling kali ya,

"Mau kemana emang?" tanya ku

"Ya ga tau, jalan aja dulu," jawab nya santai. Aduh aku paling ga suka duduk sambil minum di motor. Dana memang menguji nyali ku.

"Aku mau habisin ini dulu, baru jalan jalan," balas ku lalu menoleh ke arah jendela.

Kenapa gak hujan aja sih, aku masih mau duduk disini, sama Dana.

"Tari, kenapa lihatnya kesana mulu, aku kurang menarik ya untuk di lihatin segitunya sama kamu," ucapnya dengan dramatis

Aku langsung menoleh, mataku menyipit melihat tampang memelasnya itu.

"Cih, kayak anak baru gede aja, malu sama umur, tampangnya ga cocok itu," jawab ku dengan cuek.

"Aruna Bestari, sekarang ini pangeran mu, Pramadana mu lagi cemburu sama luaran jendela yang kamu lihat, bukannya di rayu, malah di ejek,"

Oh tidak, dia semakin merengek, aku gemas. Tolong selamat kan Bestari ya Tuhan.

"Pramadana ku?" hanya itu yang bisa ku ucapkan.

"Kenapa?! gak suka?"

Dana, kamu kenapa? cemburunya kok sama luaran jendela, kaya gak ada objek lain aja.

"Oke, Pramadana ku. Bestari minta maaf,"

Dia senyum, aku suka.
Lesung pipinya, aku jadi jatuh cinta.
Bestari udah gak kuat kalo gini, ayolah Dana, lesung pipinya bagi dua sama aku. Please
Dan, ya.
Aku ikut senyum karena senyumnya.

Bestari yang lemah

"Cantik," ucapnya

Ya Tuhan, aku malu.
Duh, Bestari ini lemah sekali.

"Pacarku merona, pipinya merah kaya pake blush on, makin cantik," lagi lagi dia menggoda, aku makin yakin sekarang muka ku sudah merah seperti tomat.

"cukup," aku kembali mengalihkan pandangan ku ke arah jendela.

Beberapa saat kami saling diam, aku yang sibuk memohon agar hujan segera turun, dan Dana yang setia menatapku.

"Tari," ucapnya dengan tatapan kearah ku dan tangannya yang menggenggam tangan ku.

Aku menoleh, dengan wajah bertanya.

"Kenapa menerima ku?" tanyanya.

Astaga, apa yang harus ku jawab.

"Dibeliin pistachio matcha latte," jawabku asal

Dia diam, matanya sayu, tertunduk tanpa kata.

Sungguh aku hanya menjawab asal, aku gak tau alasan ku menerimanya, tapi yang pasti. Aku takut kehilangan mu, Dana.

"Memangnya harus ada alasan ya?" ucapku dan membuatnya mengangkat kepala yang tadi tertunduk itu.

Dia masih diam, sekarang aku gantian menggenggam tangannya.

"Katanya sekarang pacaran, masa ga percaya sama pacar sendiri sih?" ucapku lagi

"Bukan gak percaya, aku gak nyangka aja, aku kira kamu bakalan nolak," akhirnya dia bersuara, ah aku jahili saja

"Oh, kalo sudah mikir gitu, kenapa masih ngajak aku pacaran?" aku pura pura kesal, sebenarnya memang kesal, sedikit.

"Kalo gitu kita ga usah pacaran benaran aja," lanjutku.
Dia mengeratkan jari kami yang bertaut, tatapannya kalut, terkejut dengan ucapan ku sepertinya.

"GAK! please. Bestari, tadi itu hanya perkiraan ku aja, aku senang kamu mau jadi pacar ku sekarang, jangan bilang itu, please," jawabnya.

Aku mendadak lemas dengan tatapan nya, tatapan memohonnya, tangannya dingin sekarang, sela-sela jarinya juga basah karena keringat. Astaga dia benar-benar ketakutan.

Jahat kamu Bestari.

"Maaf, Dana," ucapku

"Jangan minta maaf, aku yang salah. Maaf, aku benar-benar takut ini cuma mimpi, sayang," ucapnya semakin menggenggam erat tangan ku.

Sial, enteng sekali mulut itu bilang sayang!! Jantung ku sudah tidak aman.

"Permintaan maafnya sudah di konfirmasi oleh, Aruna Bestari." ucapku menyakinkannya

"Pacarannya masih dilanjut ya, Pramadana ku," ucapku tersenyum

"Duh baper, kamu harus tanggung jawab, Tari ku" jawabnya terkekeh geli

"Apasih, diejek mulu dari tadi, aku pulang duluan aja," ucapku dan bangkit dari duduk.

Aku terus jalan menuju pintu keluar tanpa mendengar teriakan si makhluk Dana, padahal minuman ku belum habis.
Gara-gara Dana nih, aku jadi rugi minuman gratis.

Sampai di luar, aku bingung. Mau pulang pake apa? aku gak berani pesen ojek online, pasti akan di marahi ayah kalo sampe ketauan, kalo nunggu bus kota, sudah pasti aku harus menunggu sangaaaaaaat lama.

"Haha bingung kan, lagian anak ayah Abhicandra ini mana bisa pulang sendirian,"

DANA! aku sudah bilang! aku tidak suka di ejek-ejek.

oke! aku akan pulang dengan angkot.

Aku terus jalan ke trotoar, berharap ada angkot yang gak sengaja lewat.
Panas loh ini mas angkot, lewat dong, aku risih di ikuti sama Pramadana tukang jahil ini.

"Ayo jalan-jalan! tadi kamu janji setelah minum kita jalan-jalan," dia menahan ku, mengganggam pergelangan tangan ku.

"Batal," ucapku singkat.

"Mana bisa batal, aku udah bilang ke ayah Abhicandra akan memulangkan gadis kecilnya ini nanti malam, aku harus menepati janji dong,"
Astaga anak ini nyalinya besar sekali meminta izin dengan ayah ku.

.
.
.

tbc.

Gasendra PramadanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang