Hal yang tak pernah terpikirkan sama sekali oleh Youra adalah melihat bagaimana dirinya berada dalam satu kamar yang sama dengan Seokjin. Pegangan koper masih digenggam erat, tak lagi diseret. Bibir gadis itu sedikit terbuka, tak percaya tentang keberadaannya saat ini ketika melihat wanita berseragam formal menjelaskan tentang fasilitas hotel lengan language. Mereka ada di New York, benar-benar sudah di New York, yang secara tidak langsung mengabulkan permintaan Ibu dari Han Seokjin.
"Excuse me, are you sure there's just only one room left? I mean it's a huge hotel. Are you sure?" Seokjin menghentikan langkah pelayan hotel yang akan keluar ruangan setelah menerangkan fasilitas apa-apa saja yang ada di dalam kamar yang sudah dipesankan oleh Nyonya Han.
Pria itu sama syoknya ketika mengetahui bahwa sang ibu ternyata sudah memesankan kamar hotel untuk mereka di New York. Entah bagaimana caranya dan kapan, yang jelas Seokjin tidak ingin menyampaikan terimakasi untuk itu. Tidak masalah jika satu kamar untuk satu orang, yang membuat protes adalah mereka disuruh berbagi kamar. Ini sama sekali tak baik jika ibunya berpikiran mereka akan bisa tidur satu kamar.
"Sure, Sir. This is december. People will move to New York for the end of the year."
Itu jawaban yang masuk akal, namun berusaha untuk tidak diterima di akal sehat Seokjin. Tak terima, namun hanya diam dan membiarkan pelayan hotel itu berlalu. Juga percuma jika protes, sama sekali bukan salah pihak hotelnya, tentu yang ada di balik itu semua adalah Nyonya Han.
"Tak masalah," ucap Youra kemudian.
Seokjin menatap Youra dengan tatapan tajam. "Maksudmu?"
"Aku bisa menginap di rumah temanku." Youra menarik kopernya untuk ikut melangkah mendekat ke pintu, yang berarti menjauh dari posisi Seokjin yang berdiri di dekat ranjang.
"Tidak masalah. Benar-benar tidak masalah. Malahan sangat bagus untuku jika kau tau diri seperti itu. Tapi, ingatkah dirimu? Kita sudah berjanji untuk saling menjaga kepada orang tua masing-masing." Seokjin mendekat ke arah king size yang empuk dan mendaratkan bokongnya di sana sambil mengingatkan Youra dengan nada sewot.
Benar. Mereka sempat meyakinkan orang tua masing-masing dengan cara seperti itu. Tentu saja bukan keinginan mereka, berawal dari Ibu Youra yang menyuruh Seokjin menjaga putrinya selama di New York, jika sudah begitu tidak mungkin Seokjin menjawab dengan mengatakan kalimat penolakan, bukan?
Youra mendesis. "Hanya wacana, Han. Itu pencitraan. Jadi, bye." Youra melambai ke arah Seokjin dengan bahagianya, berlagak seperti gadis itu benar-benar akan bahagia jika memisahkan diri dari Seokjin. Tentu bahagia. New York adalah rumah keduanya. Youra hidup bertahun-tahun di negara yang dipijakinya saat ini. Gadis itu bisa tinggal di rumah temannya yang mana saja.
Seokjin mengangguk-angguk dan sempat mendesis. "Bye. Kuharap kau tak kembali dan memohon dibukakan pintu. Hilang saja jauh-jauh," ucap pria itu kemudian, telapak tanganya menengadah menunjuk ke arah pintu keluar, mempersilahkan Youra.
Youra benar-benar melenggang dari sana bersama koper dengan warna feminim kesukaannya, baby pink. Seokjin juga tidak mencoba menghentikan, tak ada alasan untuk pria itu menghentikan Youra. Tinggal lihat saja, apakah gadis itu benar-benar bisa jauh dari Han Seokjin?
🍰🍰🍰
Seokjin menghabiskan sisa hari hanya di hotel. Menonton acara yang disiarkan, juga sempat membeli banyak manisan jelly di supermarket terdekat. Untuk saat ini terdekat, karena belum ingin menyewa mobil untuk dipakai. Total sudah ada lima bungkus manisan jelly yang kosong, isinya sudah hilang dilahap Seokjin. Bukan rahasia umum, Seokjin penggila manisan jelly, hanya saja ia bisa menikmatinya ketika waktu senggang dan ketika sedang tidak bergelut dengan ramen-ramennya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ramyun Bakery [Seokjin]
FanfictionChoi Youra benar-benar ingin memindahkan kedai rotinya ke tempat lain yang tentram, tentunya tanpa Han Seokjin dan restoran ramen milik pria itu. Sial sekali dirinya yang harus setiap hari melihat toko ramen di seberang bakerynya, sesekali juga mend...