Chapter 14

1.5K 173 6
                                    

Haii readers, updatenya lama nih..
Tapi tetep stay ikutin jalan ceritanya ya..
Jangan lupa tinggalin vommentnya. :)
Thanks :*

AUTHOR'S POV

Shafa mengunci dirinya di kamar. Merebahkan dirinya kedalam kasur yang empuk namun tak bisa di pungkiri di teramat sangat sedih. Air mata yang sudah membanjiri pipinya tak dapat di hentikan. Isak tangisnya semakin menjadi - jadi.

Dia butuh waktu sendiri. Tak ingin ada orang yang mengetahui ini terkecuali Kak Satya yang memang sudah melihat shafa menangis saat di cafe tadi.

Menyandarkan punggungnya di pinggiran ranjang tidurnya. Menopang dagunya dengan bantal. Menyelimuti tubuhnya dengan selimut. Tetesan air mata masih terus mengalir, membasahi bantal yang menjadi topangan dagunya. Tubuhnya bergetar mungkin sudah terlalu lama ia menangis.

" gue benci sama lo An!!" ucapnya dengan nada sendu dan mengeratkan tangannya pada selimut.

_____________

SHAFFARA'S POV

Flashback on

Setelah makan malam selesai aku pun menuju ke toilet untuk membasuh tanganku.

" Kak, gue ke kamar mandi dulu " izinku

" cepet jangan lama - lama udah malem " perintahnya

" Bawel " sahutku yang langsung ngibrit ke kamar mandi.

Aku berjalan mengarah toilet cewek yang berada di samping bagian cafe. Aku membasuh tanganku yang kotor dan mencucinya dengan sabun. Mumpung masih di kamar mandi aku merapikan dandananku khususnya kerudungku. Setelah semuanya rapi dan bersih aku meninggalkan kamar mandi dan segera menuju meja makanku tadi untuk menemui Kak Satya.

Hanya beberapa langkah setelah keluar dari kamar mandi. Kaki ku berhenti tubuhku serasa membeku di tempat seperti patung. Rasa marah, sakit bercampur jadi satu saat melihat pemandangan di depanku.

" Andra ?'

Hatiku serasa di hujam dengan beribu - ribu benda tajam dan setelah di hujam meninggalkan luka yang di tuang oleh literan alkohol dan rasanya perih sekali. Dan itu yang kurasakan pada saat ini. Aku melihat Andra duduk berdua dengan seorang cewek. Kalo hanya mengobrol tidak mungkin aku sesakit ini. Kini yang kulihat Cewek itu dengan mesranya mencium pipi Andra.

Pipiku terasa basah. Sebuah air mata jatuh dari pelupuk mataku dan membasahi pipiku. Tidak mungkin. Tidak mungkin. Kenapa kau harus menangis seperti ini shafa ? Bukankah kau sudah berjanji pada dirimu sendiri kalo kau akan merubah segalanya. Bukankah harusnya kau tidak peduli ?..

Sungguh semua terjadi di luar dugaanku. Aku menangis hanya karena ini ?..Memang siapa aku..

Pacar ? Bukan

Temen hidup ? jelas bukan

Seharusnya aku tak perlu menagisi hal ini. Dia sudah bahagia dengan kehidupannya dan aku tak perlu berada dalam kehidupannya lagi. Segera aku menyeka airmataku dan meninggalkan pemandangan ini menuju meja Kak Satya.

" Kemana aja sih lo, gue udah nung--.." kalimatnya terpotong

" Gue mau pu-- lang kak " ucapku sesenggukan

Aku berjalan dengan Kak Satya menuju basement parkir. Terasa hangat ketika sebuah tangan mendekap tubuhku dari samping. Yah, itu Kak Satya. Aku membiarkannya mendekapku, yang kubutuhkan saat ini hanyalah sebuah sandaran untuk menenangkan hatiku yang sedang kacau marau.

Why Can't I Tell Him?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang