" Berharap pada orang yang bahkan tidak menjanjikan apa-apa tapi kita terus menunggunya adalah sesakit-sakitnya penantian."
___________
"Ck, Pak Handi tega banget sama gue. Masak cewek disuruh bawa buku paket sebajek gini ?.. Berat keles " omelku sambil menenteng 20 buku paket.
Mungkin kalian berfikir aku gila tapi ya nggak gila juga. Sedari tadi aku ngedumel sendiri di lorong koridor. Untung masih kegiatan belajar mengajar jadi aku masih tenang kalo lagi ngedumel sendiri. Buku-buku paket ini juga menutup sebagian penglihatanku jadi mau tak mau aku berjalan sambil mendongak ke atas biar tau kalo ada orang yang berjalan di depanku.
Namun nasib keberuntungan hari ini tak berpihak padaku. Ketika di persimpangan koridor aku menabrak seseorang. Aku terdorong kebelakang, pantatku mulus mengenai lantai keramik yang dingin dan sebentar lagi wajahku beserta badanku akan di jatuhi buku-buku yang ku bawa tadi.
1 detik
4 detik
7 detik
Loh kok bukunya nggak jatuh-jatuh sih ? masak ke bawa angin ? Mataku yang tadinya terpejam, perlahan-lahan ku buka. Tepat saat kubuka, aku menatap bola mata coklat tua yang ada di atasku saat ini. Darahku berdesir, jantungku berdetak tak karuan, keringat dingin kini membasahi pelipisku. Matanya menatapku lekat-lekat aku hanya diam membalas tatapannya. Seakan lupa bahwa posisiku dan dia sekarang di luar kewajaran apalagi masih disekolah.
"Lo nggak kenapa-napa kan ?" tanyanya padaku yang masih tidak mengubah posisi
Aku mengangguk perlahan "Ada yang sakit ?" tanyanya (lagi) khawatir.
Aku hanya menggeleng pelan. Kemudian dia berdiri dan mengulurkan tangannya untuk membantuku berdiri. Kegugupan kini menyelimutiku, aku sesegera mungkin membersihkan belakang rokku dan memunguti buku-buku yang terjatuh tadi.
"Biar gue aja" perintahnya saat aku memungut buku paket 5 buah.
Aku hanya menuruti perintahnya, lidahku terasa kelu tak ada sepatah katapun yang mau keluar dari mulutku. Detakan jantung juga masih terasa cepat. Dengan cepat dia sudah membawa 20 paket buku ditangannya.
"Mau dibawa kemana buku ini ?" tanyanya
"Eh..ke..--ke ru-ruangan Pak Handi" Sial. kenapa aku malah terbata-bata bicaranya sih..
Dia tersenyum tipis padaku. Tambah manis deh. "Yaudah ayok" ajaknya. "lagian Pak Handi kenapa nyuruh lo sih ? udah tau pendek disuruh bawa buku sebanyak ini" lanjutnya yang menyindirku. Tarik perkataan difikiranku tadi, nggak jadi manis deh ganti nyebelin aja..
"Gue bantu bawain "tekanku
Badannya sedikit dimiringkan sehingga aku tidak dapat mengambil buku yang dibawanya. "Gausah, biar gue aja" jawabnya
Aku mendengus kesal "Yakan gue ga enak, gue yang disuruh ga bawa apa-apa terus tadi lo kan udah nolongin gue pas ketimpaan buku" cerocosku
Dia terkekeh geli "Alahh sejak kapan lo gaenak sama gue hah ?!" balasnya. Aku diam. Iya yah ? sejak kapan gue peduli ga enak sama dia ? Tapi kan....
"halah ga penting, lagian gue yang disuruh kok ! sini,..sini bukunya" elakku yang tak mau kalah.
Dia semakin memiringkan badannya "Lo kan mau tuh disuruh-suruh. Jadi sementara gue suruh lo diam dan ini biar gue yang bawa buku ini. Anggep aja gue ini Pak Handi" ujarnya semakin membuatku tak berkutik.
Aku hanya menghela nafas berat dan menurutinya. Berjalan di belakangnya sampai pada ruangan Pak Handi. Aku sih bisa aja ninggalin tapi aku nggak aetega itu lah, masa' udah dibantuin malah ninggalin. Setelah menaruh buku di ruang Pak Handi ketika aku dan dia berbalik badan tiba-tiba suara cempreng terdengar di telingaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Can't I Tell Him?
Jugendliteratur[ DALAM PROSES REVISI ] [ADA BEBERAPA PART YANG DI PRIVATE GUNA MENGHINDARI PLAGIATOR] Shafa dijatuhkan pada 2 pilihan. Antara orang yang selalu ada atau orang yang membuatmu nyaman. Andra seperti seekor kucing yang takut pada tikus. Ia tak berani m...