"Kok lemes banget, Ju? Belum sarapan?"
"Kamu lupa, ya? Aku nggak biasa sarapan."
Sean, memukul pelan keningnya karena melupakan hal-hal sepele seperti itu. Pemuda dengan senyum manis tersebut tampak malu. Juan meliriknya sekilas, kemudian kembali berjalan.
"Ju, kemarin kenapa nggak nunggu aku aja? Padahal aku nggak lama-lama banget, kok." Sean membuka suara lagi. Kepribadian Sean yang ceria, tentu saja membuat pemuda itu tidak tahan dengan keheningan.
Mengeratkan bukunya dalam pelukan, Juan menjawab, "Nggak pa-pa. Aku nggak mau ngerepotin kamu terus."
"Ju, kita udah berapa lama berteman?"
Alis Juan sedikit berkerut karena berusaha mengingat. Itu tidak pasti, karena saat itu Juan bertemu Sean saat pemuda itu sudah mengenakan seragam sekolah. Sedangkan Juan dan Sean terpaut satu tahun.
"Ck! Kamu lupa, kan! Hampir lima belas tahun, Ju. Aku inget banget, waktu itu kamu belum sekolah. Dan selalu nunggu aku di taman, terus kita main pas aku udah pulang sekolah. Sekarang umur kamu udah hampir dua puluh tahun. Dan bisa-bisanya kamu masih nggak enakan aja minta bantuan aku?" kata Sean panjang lebar.
Penjelasan Sean masih samar-samar, tapi bukan berarti Juan tak ingat. "Iya, maaf. Kapan-kapan aku dengerin kamu."
"Oke! Awas aja kalau bohong." Nada Sean berubah mengancam, tapi Juan tersenyum. "Kalau gitu, kita pisah di sini. Nanti tunggu aku di parkiran!" kata Sean sebelum dirinya dan Juan berpisah. Gedung fakultas mereka berbeda, dan tidak terlalu jauh.
Juan menurut, enggan berkomentar seperti sebelum-sebelumnya. Setelahnya, membiarkan Sean pergi lebih dulu. Juan berbelok, ke gedung fakultas lain, dia berniat menemui seseorang.
"Maaf, Ricky nya ada?" Juan bertanya pada sekelompok mahasiswa yang sedang duduk di tangga.
Mendengar pertanyaan itu, salah satunya menjawab. "Ricky ada di dalam. Tapi tunggu sebentar, dia lagi ada diskusi." Juan mengangguk paham. Jadi, ini juga alasan mereka duduk berkerumpul di tangga.
Limas belas menit terbuang, saat sosok Ricky baru saja ke luar dan langsung berjalan menuju Juan. "Lama ya, Ju?"
Juan tersentak dan segera menoleh. Begitu menemukan sosok Ricky, Juan tersenyum. "Enggak juga kok."
Tapi Ricky menanggapinya dengan tawa. Kemudian pemuda itu mengambil tempat di sebelah Juan. "Jadi, lo udah fikirin baik-baik? Pekerjaan ini lumayan menyita waktu, Ju. Karena lo harus siap dapat panggilan kapan aja."
Untuk sesaat, Juan tidak menjawab. Tapi jelas, wajah pemuda itu tidak ragu sama sekali. Hanya saja, Juan sedang berpikir bagaimana menyusun kata untuk meyakinkan pemuda di sebelahnya.
"Aku ... siap! Tolong kamu bantu aku." kata Juan setelah sekian lama. Ricky pada akhirnya tidak banyak berkomentar. Karena ia percaya kepada kemampuan Juan.
KAMU SEDANG MEMBACA
|✔| Ruang Kosong
Teen FictionKetika kalian telah lelah menjelajah, ingat lah, di sini masih ada ruang kosong yang telah kalian lupakan. Ruang ini yang nantinya akan menampung segala lelah. Kembali, lalu genggam dia yang hampir menghilang karena patah. @aksara_salara #050321