19; kedatangan Azka

2.4K 352 34
                                    

Azka sudah sering kali merasakan luka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Azka sudah sering kali merasakan luka. Saat dulu bundanya pergi begitu saja, setelah wanita itu mengatakan kalimat perpisahan yang sampai saat ini tak pernah ia lupa. Atau, saat ia melihat ayah yang membawa wanita lain ke rumah, dan mengatakan, bahwa wanita itu akan menjadi pengganti bunda.

Sudah banyak luka yang Azka rasakan dalam hidupnya selama hampir dua puluh lima. Pahit manisnya hidup, Azka sudah merasakan semuanya. Bahkan, sudah tak terhitung berapa kali ia berada di titik terendah dalam hidupnya.

Azka, merasaka ia bukanlah seseorang yang pandai mengutarakan rasa. Jadi, ketika ia terluka atau sedang merasa kesulitan, ia lebih baik memendamnya sendirian. Lalu ia hanya perlu berpura-pura untuk bahagia.

Akan tetapi, hidup selalu mengajarkannya untuk saling berbagi. Bukan ke sembarang orang Azka mau membagi lukanya, ia hanya akan mengeluh pada Reyhan, kakak kembarnya. Ia ceritakan semuanya, ia keluhkan lelahnya. Hanya kepada Reyhan.

Seperti saat ini, ketika hidupnya sudah di ujung batas, Azka sudah tak mengerti akan seperti apa, ia utarakan semuanya kepada Reyhan. Membiarkan lelaki itu memahami apa yang tersembunyi di sudut hatinya.

"Jadi, lo mau nemuin Juan? Tapi, lo ragu?" Reyhan telah berjuang untuk memahami adiknya. Dari semua yang Azka utarakan, Reyhan hanya menangkap satu makna. Bahwa, Azka ingin menemui Juan, namun  lelaki itu takut akan sebuah penolakan. Lebih dari itu, Azka merasa tidak pantas untuk berdiri di depan Juan.

"Ya lo tahu lah, gue gimana. Sebenarnya gue sayang sama tuh anak, cuma gue agak denial. Tapi beneran, Rey, kalau kali ini, gue beneran mau ketemu dia. Mau bujuk dia supaya melakukan pengobatan."

"Gue paham, Ka. Lo memang manusia paling denial yang gue kenal."

"Sial! Nggak ngaca lo?!" Azka merasa, ia dan Reyhan itu tidak ada beda. Sama-sama suka sekali menutupi perasaan mereka. Mereka sebenarnya peduli pada Juan, hanya saja, mereka tidak tahu harus bagaimana.

Lalu ke-esokan paginya, Reyhan benar-benar menyeretnya ke rumah sakit, untuk menemui Juan katanya. Karena tidak ada sebuah penyesalan yang dapat memperbaiki hati, selagi masih ada, semua harus segera di perbaiki.

Saat mereka sampai di ruangan Juan, hanya ada anak itu yang masih terlelap. Tubuhnya kurus, wajahnya pucat, terbaring diantara tumpungan selimut tebal. Hati Azka mencelos melihatnya. Terakhir kali ia bertemu Juan, anak itu masih dalam keadaan baik-baik saja. Tidak seburuk hari ini. Ia tak pernah membayangkan, bahwa ia akan melihat titik terendah dari kehidupan Juan.

"Juan, ini kak Reyhan. Kok tumben banget kamu jam segini masih tidur?"

Pagi ini, sudah hampir pukul sepuluh, matahari sudah bersinar tinggi di angkasa. Tidak biasanya Juan masih terlelap di jam seperti ini. Reyhan biasa datang antara jam ini, atau lebih lambat, dan biasanya Juan akan duduk bersandar di kepala tempat tidur sembari melihat ke luar.

|✔| Ruang Kosong Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang