Ternyata seperti ini rasanya
menunggu sesuatu yang tidak pasti.
Menyakitkan, apalagi dengan rasa bersalah yang kian menggores hati.
Cepatlah kembali, wahai kamu, eksistensi yang selalu kami rindukan.
Karena ruang kosong ini butuh kehadiranmu, untuk mengisinya kembali.
-Ruang Kosong-Sudah lebih dari tujuh ratus tiga puluh hari dan jutaan detik terlewat, namun kehadiran sosoknya tak kunjung menemukan titik terang. Sudah ribuan kali mencoba untuk menemukan, akan tetapi semesta masih bermain-bermain dengan mereka. Kala rasa frustasi hampir membuat mereka menyerah, rasa rindu menggebu membeludak di dalam jiwa.
Hingga tak ada kata putus asa, tak ada kata menyerah yang mereka ucapkan. Menunggu memang hal paling sulit yang mereka rasakan. Mungkin, inilah yang sosoknya rasakan dulu. Di kala sosoknya berjuang sendirian, tidak dianggap oleh saudaranya sendiri, dan ditinggalkan dunia, mungkin seperti inilah rasanya. Atau mungkin, lebih dari ini.
Jikalau waktu bisa di putar kembali, mereka yakin, tidak akan pernah menyia-nyiakan sebuah kehadiran. Karena kehilangan nyatanya sangat menyakitkan. Menyiksa relung terdalam dalam jiwa, menyesakkan menimbulkan seribu luka tak kasat mata.
Malam ini, tepat, di hari ulang tahun Juan. Hari yang mereka tunggu, hari di mana mereka berharap sosoknya akan pulang. Reyhan, dan Azka, seperti biasa, mendekorasi kamar adiknya dengan sedemikian rupa. Juan itu penyuka warna biru, biru melambangkan ketenangan, persis seperti sikap dan kepribadian anak itu.
Ruangan yang semula biasa saja, kini menjadi luar biasa. Balon-balon, menggantung di udara. Konfeti bertaburan memenuhi lantai, dan kue ulang tahun sudah bertengger apik di atas meja. Di depannya, ada foto Juan yang tersenyum damai, satu-satunya foto yang tersisa di kamar ini.
"Selamat ulang tahun, Ju, harapan gue masih sama. Semoga lo pulang secepatnya." gumam Azka tersenyum menatap foto adiknya. Senyum cerah yang membuat kerinduan semakin membelenggu dirinya.
Reyhan bungkam di sebelah, namun kedua mata lelaki itu memerah. Penuh emosi namun tak bisa disampaikan. Reyhan hanya merasa, ia tak pandai memperlihatkan emosinya kepada orang lain. Selamat ini pun, Reyhan hanya berhasil memendam perasaannya sendiri.
"Rey, ucapin apa gitu kek? Masa diem aja? Nggak sosweet banget lo, jadi kakak!" Dan protesan Azka masih sama seperti dua tahun lalu.
"Gue ... nggak tahu mau ngomong apa, Ka."
"Yaa setidaknya, ucapin selamat dulu ke Juan. Lihat, dia udah senyum-senyum gitu ke kita." Azka rasa, ia sudah gila. Menunjuk foto Juan yang tengah tersenyum lebar. Seolah sosok itu benar-benar ada di depannya.
Jawaban Reyhan akan tetap sama, bungkam. Lantas Reyhan beralih, kini duduk menghadap jendela. Semenjak kepergian Juan, rumah ini benar-benar terasa beku. Hanya tersisa ia dan Azka, atau Ricky yang akan sesekali menginap di sini. Namun itu semua tidak berhasil membuat dirinya tenang dan hangat. Tetap saja, rasa rindu dan kebekuan membuatnya membenci jika harus kembali ke rumah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
|✔| Ruang Kosong
Novela JuvenilKetika kalian telah lelah menjelajah, ingat lah, di sini masih ada ruang kosong yang telah kalian lupakan. Ruang ini yang nantinya akan menampung segala lelah. Kembali, lalu genggam dia yang hampir menghilang karena patah. @aksara_salara #050321