"Dimakan dong, Ju. Kalau kamu nggak makan, gimana bisa minum obat coba?"
Tangan Sean akhirnya terkulai setelah meletakkan kembali sendok ke dalam mangkuk. Tangannya pegal karena sejak tadi mengambang di udara, untuk menyuapi Juan yang tak kunjung membuka mulut. Padahal sejak pemuda itu sadar, belum ada makanan yang masuk ke dalam perut untuk di cerna.
Kekehan Juan menambah rasa kesal Sean saat itu juga. Sudah pegal, justru Juan malah tertawa seenaknya. Jika saja Juan tidak berstatus pasien, Sean pasti sudah memukul pemuda itu.
"Wajah kamu lucu Sean kalau lagi marah gitu."
"Ih kamu ya!" Tangan Sean terangkat ke udara, hampir memukul lengan Juan jika dia tidak segera sadar bahwa ini mungkin bisa menyakiti sahabatnya. Akhirnya Sean menurunkan kembali tangannya, dengan wajah yang tak sedap di pandang. "Oke deh! Karena kamu nggak mau makan buburnya, sekarang kamu mau apa? Biar aku beliin."
Iris Juan berbinar, lalu dengan semangat pemuda itu berkata, "Aku mau mie ayam yang dekat kampus itu, Sean."
Sean melotot, lalu benar-benar memukul lengan Juan saat itu juga. Masa bodo dengan pekikan Juan yang kesakitan karena pukulannya. Sean terlanjur kesal. "Aneh-aneh aja sih! Kamu pikir makan mie ayam nggak bahaya? Kamu ini pasien lho, Ju. Yang bener dikit dong mintanya."
Sambil mengusap lengannya, Juan menjawab. "Kan tadi kamu yang nawarin aku. Salah terus aku."
"Ya memang salah!"
"Permisi!" Tiba-tiba suara Sean bergabung dengan suara milik orang lain. Juan dan Sean kompak mengalihkan pandnagan pada pintu yang baru saja terbuka.
"Ricky?"
"Hai Ju!" Masih dengan gaya andalannya, Ricky berjalan masuk tanpa menunggu perintah dari si pemilik ruangan. Juan sendiri tidak mempermasalahkan, karena sikap Ricky memang semaunya. Tapi Juan tersentak, kala pintu kembali terbuka. Kini, sosok pria yang dia temui dua hari lalu muncul tiba-tiba.
"Maaf ya Ju, mas Bayu yang paksa aku buat ajak dia ke sini." Ricky menjelaskan, karena dia tahu jika Juan pasti terkejut oleh kedatangan Bayu.
Bayu tersenyum. Masih berusaha bersikap biasa, walau kini hatinya sedikit rumit kala bersitatap dengan kedua iris Juan. Iris itu sedikit mirip dengan Reyhan. Bayu tak bohong, sejak pertama bertemu Juan, memang Bayu selalu mengingat sosok sang adik ipar.
"Pak Bayu, maaf hari ini saya nggak bisa ke cafe. Dan ... saya juga nggak izin." Kepala Juan menunduk, menatap selimut yang ujungnya dia genggam erat. Berusaha menghindari tatapan Bayu yang sangat dalam, seolah iris kembar milik lelaki itu bisa menenggelamkannya kapan saja.
"Jangan khawatir Ju. Tadi Sean sudah izin kok. Saya sempat kaget, kalau kamu sakit. Terus Ricky kebetulan mau jenguk, yasudah saya ikut sekalian."
Juan melirik singkat kepada Sean, yang menaikkan alisnya, seolah bangga dengan perbuatannya beberapa saat lalu. Di samping Sean, Ricky hanya mematung dengan wajah gelap. Juan sampai bingung, padahal pemuda itu masih ceria saat datang tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
|✔| Ruang Kosong
JugendliteraturKetika kalian telah lelah menjelajah, ingat lah, di sini masih ada ruang kosong yang telah kalian lupakan. Ruang ini yang nantinya akan menampung segala lelah. Kembali, lalu genggam dia yang hampir menghilang karena patah. @aksara_salara #050321