Juan tidak ingin menyerah pada keadaan, walau berulang kali dirinya di patahkan. Kehilangan ibu dan ayah, saat dia masih membutuhkan sosok mereka. Waktu itu, usianya masih muda, masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Kecelakaan yang terjadi hari itu, telah merenggut semuanya.
Bertahun-tahun, semua berhasil Juan lewati walau banyak rasa sakit yang berusaha membuatnya terpuruk. Sampai hari ini, Juan berhasil melewatinya,walau sendiri. Tidak ada tangan-tangan hangat yang siap merengkuhnya, atau pelukan hangat yang menenangkan untuknya. Semua ia lalui sendiri selama hampir tujuh tahun.
Kecelakaan itu, tidak hanya merenggut ibu dan ayahnya, tapi juga hampir membuatnya kehilangan ingatan permanen. Kepalanya mengalami benturan, dan harus menjalani operasi, karena saat itu usianya masih terlalu muda, jadi operasi tidak segera dilakukan. Tidak terlalu membahayakan, asalkan Juan bisa menjaga dirinya dengan baik.
Tapi Juan tahu, apa konsekuensi dari operasi itu. Dia akan kehilangan ingatanya, semua memori yang ia simpan, akan hilang. Termasuk ingatannya saat bersama dengan kakak-kakaknya. Walau tidak ada yang sepesial, tapi Juan tidak ingin melupakan mereka.
Jika ia harus pergi ke Jepang, ia yakin, Amira tidak akan membawanya kembali ke sini. Karena Amira adalah wanita yang kelas kepala, ia sama seperti ibunya. Yang tidak suka melihat sikap acuh tak acuh Salwa, Reyhan, dan Azka.
Ini rumahnya, Juan pikir, kemana pun ia pergi, dia harus kembali. Kembali ke rumahnya sendiri. Tidak peduli, jika pintu itu terbuka untuknya atau tidak, Juan akan tetap kembali sebagai pemilik rumah. Alasa terkuat, mengapa sampai saat ini, Juan berusaha menghindari Amira dan siapa pun yang memaksanya untuk pergi.
Suasana hangat kantin membuat Juan semakin hanyut ke dalam lamunan. Riuh yang biasanya terjadi, kini tidak ada, seolah hari ini sangat mendukung Juan untuk tetap tenang. Juan sengaja pergi ke kantin fakultas Sean, untuk menemui pemuda itu.
Sudah hampir dua puluh menit Juan duduk di kursi pojok, menunggu Sean yang tak kunjung memunculkan dirinya. Jari-jari ramping Juan mengetuk meja, membuat irama asal yang mengisi kekosongan. Sampai derap suara langkah kaki yang terburu-buru datang, berhasil ditangkap oleh telinganya.
Rupanya Sean yang baru saja tiba. Pemuda itu duduk dengan wajah kuyu. Alis Juan merajut, memandang penampilan Sean yang sangat berbeda hari ini.
"Kamu kenapa?"
"Aku? Nggak pa-pa, cuma kurang tidur aja karena semalam harus lembur kerjain laporan. Dan kamu tau, Ju? Laporan aku masih salah, dan ditolak sama dosen. Aku capek banget, mau nangis aja rasanya."
Tawa rendah mengalun dari mulut Juan, ia juga pernah merasakan apa yang Sean rasakan. Dan dia yakin, semua mahasiswa hampir pernah merasakan seperti itu. Jadi Juan berusaha menghibur. "Jangan nangis, masa cowok kok nangis. Mau diketawain sama Mama kamu? Jangan dibuat pikiran, kerjain aja lagi, sebisa kamu, enjoy, pasti selesai kok."
KAMU SEDANG MEMBACA
|✔| Ruang Kosong
Novela JuvenilKetika kalian telah lelah menjelajah, ingat lah, di sini masih ada ruang kosong yang telah kalian lupakan. Ruang ini yang nantinya akan menampung segala lelah. Kembali, lalu genggam dia yang hampir menghilang karena patah. @aksara_salara #050321