"Mbak, kenapa buru-buru banget minta kita pulang? Ada hal penting?" Begitu Reyhan melihat eksistensi Salwa yang baru saja keluar dari kamar, lelaki itu sudah melontar tanya. Di belakang, Azka tidak bersuara, karena sudah terwakilkan.
Sebelum itu, Salwa meminta keduanya untuk duduk terlebih dahulu. Selagi ia menyiapkan hati untuk tetap tegar dengan keputusan yang ia ambil setelah semalaman berpikir. Baginya saat ini, tidak ada yang lebih penting dari kehidupan Juan.
"Mbak semalam sudah memikirkan mau bagaiamana masalah ini terselesaikan. Walaupun pada akhirnya kita tetap akan menyakiti Juan. Mbak mau mendengar pendapat kalian."
Untuk sejenak, setelah Salwa menyelesaikan ucapannya, Azka dan Reyhan saling pandang. Kemudian Reyhan memutus tatapan mereka dan dengan cepat beralih lagi pada Salwa yang masih menunggu jawaban mereka. "Memang ... apa keputusan Mbak itu?"
"Mbak sudah memutuskan, jika nanti setelah Mbak menikah dengan Mas Bayu, kalian akan ikut tinggal bersama Mbak. Kebetulan, Mas Bayu juga tinggal bersama adiknya. Mbak yakin, Mas Bayu akan setuju. Tapi Juan tidak bisa tinggal bersama kita."
Reyhan dan Azka mematung. Berusaha memahami setiap kalimat yang Salwa tuturkan. Walau begitu, sekeras apa pun mereka berusaha, tidak ada yang berhasil memahami semuanya. Justru Reyhan merasa kecewa dengan keputusan Salwa. Artinya, mereka membuang Juan begitu saja? Karena Reyhan tahu, Juan akan tetap kekeuh bertahan di sini, tidak peduli apa yang terjadi.
Azka membuka suara dalam ketidak-pastiannya. "Mbak yakin dengan keputusan ini? Hanya saja, aku pikir, ini sedikit keterlaluan." Diam-diam, Reyhan setuju dengan pernyataan Azka. Ia juga berpikir demikian.
Salwa tidak langsung menjawab, melainkan perempuan itu menatap jemarinya yang bertaut gelisah. Membuat Reyhan dan Azka tidak berani memaksa. Jika, ini adalah pilihan terbaik bagi mereka semua, maka tidak ada yang bisa mereka lakukan. Ini juga demi kebaikan Juan.
Saat ketiganya larut dalam hening, sosok Juan muncul dari ambang pintu. Juan baru saja tiba setelah mata kuliahnya berakhir dan setelah pekerjaannya selesai, tanpa disangka, ia akan bertemu ketiga kakaknya di sini. Juan ragu untuk sejenak. Tapi melihat tidak ada yang melihat kearahnya, keraguan itu sedikit terangkat.
"Emm Mbak, ini tadi Juan beli makanan. Tadi dibeliin Mama-nya Sean, nanti dimakan, ya, Mbak? Kak Azka sama Kak Reyhan juga." Ragu-ragu, Juan bersuara. Berdiri beberapa meter jauhnya dari mereka. Dan dengan gugup menunggu jawaban dari salah satunya. Setelah hampir lima menit, Azka yang menjawab dan menyuruhnya meletakan makanan itu di atas meja. Setelah itu, Juan berlalu begitu saja.
Sosok Juan sudah menghilang sepenuhnya, dan Azka dengan berani menatap Salwa. "Mbak ... Juan pucat. Pasti kambuh lagi." Reyhan yang pertama kali tersentak, netranya menatap Azka, mencari sebuah ketidak-benaran di dalamnya. Namun Reyhan hanya mendapat keyakinan di sana.
"Lo serius?"
"Serius."
Salwa menyahut dengan suara yang tidak keras. "Tolong salah satu dari kalian lihat dia. Mbak habis ini mau ketemu sama Mas Bayu."
KAMU SEDANG MEMBACA
|✔| Ruang Kosong
Teen FictionKetika kalian telah lelah menjelajah, ingat lah, di sini masih ada ruang kosong yang telah kalian lupakan. Ruang ini yang nantinya akan menampung segala lelah. Kembali, lalu genggam dia yang hampir menghilang karena patah. @aksara_salara #050321