Ketika kalian telah lelah menjelajah, ingat lah, di sini masih ada ruang kosong yang telah kalian lupakan. Ruang ini yang nantinya akan menampung segala lelah. Kembali, lalu genggam dia yang hampir menghilang karena patah.
@aksara_salara
#050321
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Ju, dipanggil mbak Salwa. Katanya suruh makan malam sama-sama."
Suara Azka bagai petir yang menyambar kewarasan Juan kala lelaki itu selesai dengan kalimatnya. Bahkan Juan masih bertahan di kursi meja belajarnya, dengan laptop menyala. Tak bergerak juga, sampai beberapa menit ke depan. Karena Juan masih tidak percaya dengan ucapan Azka. Takut, jika rungunya salah menangkap suara.
Namun tidak! Kala Reyhan yang kini datang lalu berujar dengan kalimat yang sama seperti Azka. Kedua iris Juan mengerjap, lalu berdiri secara perlahan. Menuruni tangga, dan punggung Azka yang membelakanginya kian terlihat jelas. Juan menelan ludah kasar, gugup tiba-tiba menyerang.
"Ju, kenapa berdiri di sana? Sini, keburu nasinya dingin." Suara lembut Salwa benar-benar membuat Juan gemetar tak karuan. Hampir sembilan belas tahun hidupnya, baru kali ini Salwa mengajaknya untuk makan bersama. Tak ingin membuang waktu lagi, Juan segera mendekat lalu duduk di sebelah kanan Azka.
"Juan mau makan apa? Mbak ambilkan." Lagi, suara Salwa membuat Juan hilang kewarasan. Beberapa detik, Juan hanya diam, sebelum senggolan kasar pada lengannya membuat Juan kembali sadar bahwa dia telah mengabaikan Salwa.
"Emm, apa aja, Mbak. Juan suka semuanya kok."
Sebenarnya bohong. Begitu melihat menu makanan di atas meja, selera makan Juan menguap begitu saja. Sayur hijau yang terbaring manis di atas piring, membuat lidahnya kelu. Juan membenci segala jenis sayuran. Tapi malam ini, mana mungkin dia menolak tawaran Salwa, apalagi perempuan itu sudah lelah memasak untuknya ... juga.
Setelah itu, satu piring nasi lengkap dengan sayurnya tergeletak di depan Juan. Juan menoleh, menatap Azka dan Reyhan bergantian. Kedua lelaki itu hanya abai, fokus pada makanan mereka yang kelihatannya lebih menarik dari apapun.
"Makan yang banyak ya, Ju."
"Iya, Mbak."
Satu suapan, berusaha Juan telan dengan setengah hati. Walau makanan itu menolak untuk masuk ke tenggorokan. Rasanya Juan ingin berlari dari sini. Tapi tidak bisa, momen seperti ini tidak akan terjadi berkali-kali. Atau mungkin, ini yang pertama sekaligus yang terakhir kali?
Reyhan sesekali membawa irisnya untuk melirik Juan disebelah kiri. Bagaimana anak itu makan dengan lambat, lalu menelan makanannya dengan setengah hati. Semua gerakan Juan telah terekam di kedua irisnya.
"Lo kenapa? Kayak terpaksa gitu makannya?"
Ucapan Reyhan tak hanya menyentak Juan, tapi juga Salwa dan Azka yang semula fokus pada makanan. Di tatap demikian, Juan lagi-lagi harus menenangkan detak jantungnya yang entah mengapa kian menggila. Sorot tajam Reyhan, dan raut tanya di wajah Azka, membuatnya sulit hanya untuk membuka suara.
"Kamu kenapa Ju? Nggak suka ya, sama masakannya? Mau Mbak masakin yang lain?"
Juan tentu saja menggelengkan kepala kuat-kuat, kala Salwa bersuara. "Enak kok Mbak. Juan suka."