Ada banyak keraguan dalam diri Narata Juan Akami, salah satunya adalah tentang dirinya yang harus kembali ke rumah atau tidak. Sudah lama, Juan berdiri di gang depan komplek rumahnya, mungkin jika ia iseng menghitung, sudah lebih dari empat puluh lima menit ia berdiri di sini.
Matahari semakin menyengat, membuat kulit pucat Juan sedikit memerah. Walau demikian, tidak membuat tubuh pemuda itu bergerak juga. Justru Juan menggigit bibir dalamnya kuat-kuat, saat keraguan itu mulai muncul dan mengikat.
"Nanti kamu jangan pulang dulu, ya. Calon suami Mbak mau datang ke sini. Kamu main aja dulu ke rumah Sean, atau kemana, asal jangan ke rumah."
Gema suara perempuan yang sangat Juan kenali, berputar kembali di kepala. Salah satu alasan yang membuat Juan ragu untuk kembali ke rumahnya untuk saat ini.
Sebenarnya, Juan bisa saja pergi ke rumah Sean. Tapi sayang, temannya itu sedang sibuk, dan Juan juga tidak ingin mengganggu. Padahal tadi, Sean sendiri yang meminta dirinya untuk menunggu sebentar, sampai urusan Sean benar-benar selesai.
Juan pada akhirnya tetap berdiri di sana, memeluk bukunya di depan dada. Dengan atensi yang menatap was-was ke depan. Takut-takut, salah satunya kakaknya menemuka dirinya di sini. Itu bahaya!
Dan benar, saat netra kelam Juan melihat ke jalanan, sebuah mobil hitam melaju ke arahnya. Juan segera bersembunyi di balik pohon. Sampai mobil tersebut melaju melewatinya.
Tapi Juan tidak tau, harus merasa lega atau tidak.
Mobil tersebut semakin hilang tertelan jarak. Juan hanya bisa menangkap sisa-sisa jejak yang ban mobil itu tinggalkan. Juan sangat tau, itu adalah mobil calon suami kakak perempuannya.
"Sekarang aku sudah boleh pulang belum, ya?" Juan bertanya pada dirinya sendiri. Jelas saja, di sini tidak ada orang lain lagi.
Juan tidak berani bertindak sembarangan, atau kakak-kakaknya akan marah padanya. Terutama kakak perempuannya yang sudah memberi peringatan kepadanya sebelumnya.
Tapi tiga menit kemudian, ponsel Juan yang sudah retak layaranya, tiba-tiba berbunyi. Pemuda itu buru-buru mengecek notifikasi. Sebuah nama terlihat di layar, dan pesan dari orang tersebut membuat senyum Juan timbul.
Seolah keraguan yang membuat Juan hampir gila tadi, sirna begitu saja. Kini kaki dengan balutan sepatu putih tersebut melangkah dengan ringan. Benar-benar seolah si pemilik tidak mengalami hal-hal yang terjadi barusan.
"Juan pulang!" Begitu sampai di rumah, Juan berseru. Walau ia tau, tidak akan ada satu pun yang menjawabnya. Begitu Juan hendak melangkah ke dapur, atensinya berhenti di ruang tamu yang cukup berantakan. Banyak makanan ringan dan sisa-sisa kue tergeletak mengenaskan di sana. Juan menghela napas.
Sahutan langkah yang tergesa, terdengar nyaring di rumahnya yang sepi. Juan mendongak, melihat salah satu kakak laki-lakinya sedang berjalan menuruni tangga kayu rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
|✔| Ruang Kosong
Roman pour AdolescentsKetika kalian telah lelah menjelajah, ingat lah, di sini masih ada ruang kosong yang telah kalian lupakan. Ruang ini yang nantinya akan menampung segala lelah. Kembali, lalu genggam dia yang hampir menghilang karena patah. @aksara_salara #050321