Dhruv - Double Take.
Win berusaha mengatur napasnya, usahanya sia-sia membuka pintu itu. Dengan perlahan dia menggeser tubuhnya, dia ingin duduk di samping pintu.
"Sialan!"
Win menoleh, melihat Bright yang saat ini ikut menatapnya.
"Ada yang salah?" Win bertanya, dia mengalihkan pandangannya.
"Nggak ada." Bright tersenyum penuh arti. "Lanjutin tuh, kalo bisa pake jepitan rambut."
"Lo punya?" tanya Win.
"Gue bukan cewek!"
Win hanya mengedikan bahu, tidak terlalu peduli juga. Dia melirik jam di pergelangan tangannya, pukul setengah tiga. Kenapa di saat saat seperti ini jam begitu lambat? Apa memang sudah direncanakan?
"Gue pengen Semur Jengkol. Di tas lo, ada nggak?"
"Aneh!"
Bright beralih untuk duduk di samping laki-laki itu, tepat di tempat yang sedikit sempit. Dia tiba tiba menaruh kepalanya di pundak Win.
"Apa yang lo lakukin?"
"Gue pinjem bentar, perut gue tiba tiba sakit."
"Gue nggak peduli! Minggir!"
"Nggak!" tolak Bright, dia menarik tangan Win dan menaruhnya di atas kepalanya. "Pijit!"
"Hah?"
"Gue nyuruh!"
Win tidak bisa membalasnya, bibirnya terasa sangat kaku. Bright menatapnya dengan tatapan dingin, apalagi sekarang laki-laki itu menatapnya lekat tanpa berkedip.
Lama seperti itu hingga Bright memecahkan keheningan. Dia menarik kepalanya menjauh.
"Janji harusnya ditepatin!" ujar Bright dingin.
"Kenapa malah ngungkit hal itu lagi?" tanya Win cepat, dia berdiri dari duduknya diikuti Bright.
"Janjinya bakalan ketemu. Tapi nyatanya pergi ke Club. Memang murahan, 'kan?"
"Nggak usah ngomong kalau nggak tau kenyataannya."
"Emang bener, 'kan? Jual tubuh demi uang," bisik Bright.
"Jika perkataan lo emang kenyataannya, kenapa lo yang repot? Cemburu?" Win tersenyum kecil. "Ibu lo bukannya wanita murahan? kenapa lo nggak ngurusin Ibu lo dulu. Atau jangan-jangan lo itu anak dari-
Win tidak melanjutkan ucapannya, dia mendecak pelan.
"Nyesel gue udah pernah suka sama cowok kayak lo!"
****
"Dimana dia?"
Ibu Win mondar-mandir di teras rumahnya, sedari tadi ia mencoba menghubungi anaknya. Tapi hasilnya nihil, anaknya lagi-lagi tidak mengangkat panggilannya.
Wanita itu mengernyit heran ketika ada panggilan dari nomor yang tidak dikenal, dia segera mengangkat panggilan itu.
Dia mengangguk mengerti, sedikit lega ketika seseorang bernama Nanon yang mengaku menjadi teman Win bilang bahwa Win sedang menginap di rumahnya.
"Kenapa Win tidak memberitahuku dulu?"
****
Sedari tadi Win berusaha untuk membuka pintu itu, sudah lebih dari enam jam keheningan terjadi di antara mereka.
"Laper?" tanya Bright.
"Nggak!"
"Gue ada roti dikit, mau?" Bright menyodorkan satu bungkus roti.
Win menggeleng, lebih baik dia menahan rasa laparnya daripada menerima roti dari Bright. Harga dirinya untuk bersikap cuek pada cowok itu seketika menghilang jika Win menerimanya.
Perlahan Bright mendekat, dia membuka satu bungkus Roti itu dan menyodorkannya pada Win.
"Gue nggak perhatian, gue cuma nggak suka aja kalau lo sakit."
"Nggak usah!"
Win memundurkan tubuhnya ketika Bright mulai mendekatkan tubuhnya padanya. Jujur saja, sedari tadi ia berusaha menetralkan detak jantungnya. apalagi jarak antara laki-laki itu dengannya saat ini terlalu intim.
"Makan! Perlu gue suapin?" tanya Bright.
"Gue nggak mau."
Bright berdecak pelan. "Gue nggak mau hal itu terulang lagi."
Win menelan ludahnya, apa laki-laki ini benar benar mengkhawatirkannya? Atau justru dia hanya ingin bermain main dengannya?
Win menggeser tubuhnya, dia masih keras kepala. Perlahan tangannya mengusap lengannya, hari ini memang sangat dingin.
"Cuacanya cukup dingin, ya?" Dia menoleh lagi.
Win hanya mengangguk, entah kenapa cuacanya berubah menjadi panas. Bright menggeser tubuhnya, lebih mendekat padanya.
Bright segera membuka bajunya, ingin menyelimuti tubuh Win.
"A... apa yang lo la-
Belum sempat Win melanjutkan ucapannya, cowok itu lebih dulu menarik kepalanya. Hingga beberapa detik setelahnya ia merasakan pipinya menempel pada dada bidang milik Bright.
KAMU SEDANG MEMBACA
MANTAN? [brightwin]
Fanfiction"Pernah terpikirkan buat balikan sama mantan?" __ Bright Vachirawit. Win Metawin.