PART 05

2.9K 320 43
                                        

One Direction - Night Changes.

"Gue cancel, nanti malam aja. Biar nik-

"Anjing!" Dia mematikan ponselnya begitu saja.

Helaan napas panjang ia hembuskan. Dia meletakan ponselnya setelah pelanggan datang untuk membayar belanjaan. Akhir akhir ini ia harus menggantikan Ibunya bekerja di Indomaret sepulang sekolahnya.

"Untuk detergennya lagi ada promo, Mbak. Beli satu gratis satu."

"Kalau saya beli empat, Mas-nya buat saya boleh nggak?"

Win menggeleng cepat, dia tersenyum kecil. "Maaf, saya bukan detergen, Mbak."

"Saya bercanda!"

Win hanya menyengir, dia mulai menghitung belajaan itu.

"Ini aja ya? Sosis bakar-nya juga murah loh, Mbak, cuman 10 ribu!" tunjuk Win.

"Tidak Mas, ini aja."

"Totalnya 150 ribu."

Wanita itu menyodorkan uang pas pada Win.

Dia menyodorkan belanjaan itu. "Ini belanjaannya. Terimakasih, selamat berbelanja kembali."

****

Win melirik jam di pergelangan tangannya, jam enam sore. Menghela nafas pelan, dia memilih merapikan beberapa barang yang tidak beraturan di samping kasir.

Dia menegakan tubuhnya ketika mendengar langkah kaki yang mulai berjalan untuk masuk. Pandangannya masih lurus ke depan.

"Selamat datang di indomaret, selamat ber-

Win tidak melanjutkan ucapannya, dia tertegun saat melihat seseorang yang menelponnya beberapa jam yang lalu.

"Belanja," lanjutnya.

Bright tersenyum tipis bahkan atau lebih tepatnya seperti senyuman mengejek. Dia beralih untuk mengambil sesuatu yang ia butuhkan. Menghiraukan Win yang terlihat kebingungan di belakang kasir.

****

Langkahnya menuju kasir, ia ingin membayar belanjaannya setelah beberapa menit ia butuhkan untuk mencari di Internet tentang pengaman yang bagus.

"Tiga botol," Bright meletakan botol lube itu, "lube, Kond*m merek durex dua bungkus, ultra thin satu bungkus dan kond*m bergerigi enam bungkus, gue pengen coba semuanya." Bright tersenyum penuh arti.

Win masih diam, tidak ada keinginan untuk membalasnya.

"Kond*m bergerigi-nya nggak ada diskonnya, Mas?" tanya Bright.

"Nggak baik beli kond*m, apalagi masih pelajar!"

"Perlu gue keluarin KTP gue? Atau perlu gue nikahin lo biar sah?"

Win hanya menggeleng, dia mulai menghitung semua belanjaan dari cowok itu.

"Ini aja?"

"Ada satu lagi, gue pengen tubuh lo!" sindir Bright.

Win terpaksa tersenyum, dia menunjuk sosis bakar itu. "Ada sosis bakar juga, cuma sepuluh ribu aja! Nggak minat?"

"Sorry gue udah punya, bahkan ada bulunya!"

"Anjing!"

****

Win membuka pintu rumahnya, dia melirik ke ruang tamu sebentar.

"Day? Ngapain kesini?" Win berjalan ke ruang tamu dan duduk di sebelah Day.

"Gue pengen mampir sebentar. Nggak papa, 'kan?"

Win tersenyum. "Nggak apa kok, malahan gue seneng. Ibu gue udah bawain lo minum, kan?"

"Udah, itu!" tunjuknya.

Win mengangguk lagi, dia menoleh sebentar. "Pasti ada sesuatu yang pengen lo bicarain, 'kan?"

"Nggak, cuma mampir doang."

"Nggak percaya gue!"

Day menghela napas pelan. "Kalo gue jujur pengen ketemu lo, nggak apa?"

"Nggak."

Day tersenyum senang, detik berikutnya dia kembali menoleh.

"Ada yang pengen gue bicarain," ujar Day, tiba-tiba.

"Apaan?"

"Kemarin lo kekunci sama Bright di toilet?"  Day bertanya, tujuan ia ke rumah Win hanya ingin memastikan hal ini.

"Hm."

Raut wajah Day berubah datar, dia segera mengambil ponsel dan jaketnya.

"Gue pamit pulang!" Dia bangkit dan langsung keluar dari rumah Win.

"Day, kenapa?" Win menyusul Day ke luar rumahnya.

Win berdecak pelan, sama sekali tidak ada Day disini. Laki-laki itu mungkin sudah pulang.

"Gue pengen sex!"

"Lo?" Win mengernyitkan dahinya, begitu Bright tiba-tiba berada di depannya.

"Iya ini gue, kenapa?"

"Lo ngidam nge-sex sama gue dan.." Win menghembuskan napas lelah, "dan lo pengen gue penuhi keinginan lo itu? Ogah!" Win menutup pintu rumahnya.

"Siapa? Kenapa nggak ngijinin teman kamu masuk?" tanya Ibu Win, dia membuka pintu itu dan mempersilakan Bright untuk masuk ke rumahnya.

"Terima kasih, Bibi!"

"Sama-sama sayang, kamu teman sekelas Win ya?" tebak Ibu Win.

"Nggak kok, Bi. Aku kakak kelasnya."

"Oh, begitu?" Ibu Win menganguk saja. "Yaudah, ke kamar Win aja dulu. Kasian kamu basah kuyup, habis kehujanan tadi, ya?"

"Iya, Bi."

Ibu Win mengangguk lagi, dia melirik paperbag yang dibawa Bright. "Itu, kamu bawa apa?"

"Oleh- oleh buat Win, permen segala rasa. Bibi!" jawab Bright, dia tersenyum kecil berusaha agar Ibu Win tidak curiga.

"Najis!"

"Win!" peringat Ibunya.

"Iya-iya."

****

"Lo mandi aja, udah gue siapin air hangat!" ujar Win, masih tidak ikhlas.

"Lo udah mandi juga, 'kan. Ya, buat persiapan entar malam. Intinya gue nggak suka saat gue jilat leher lo, tapi baunya sabun Giv!"

"Gue belum bilang 'iya'." Dia berdecak pelan. "Intinya gue nggak mau."

Laki-laki itu tidak menjawab, dia menarik tangan Win ke kamar mandi.

"Percaya sama gue, lo nggak bakalan hamil!"

"Gue nggak mau, kenapa lo maksa?" tanya Win, dia berusaha melepaskan diri dari laki-laki itu.

"Karena tubuh lo bakalan jadi milik gue, dan," Bright menggigit bibirnya, "dan, gue pengen lo balikan lagi sama gue. Bukan karena gue masih suka, cuma buat seneng-seneng aja!"

"Nggak. Gue udah punya pacar."

Bright menatap Win penuh pertanyaan, giginya menggerutuk, berusaha menahan agar tidak memukul laki-laki di depannya.

"Siapa?" tanya Bright.

"Lo nggak perlu tau!"

"Gue nggak suka ada orang lain yang nyentuh tubuh lo selain gue."

MANTAN? [brightwin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang