PART 13

2.4K 250 13
                                    

"Apa boleh jika gue cium bibir lo?"

"M..maksudnya?"

"Maaf, gu..gue nggak bermaksud ngomong seperti itu." Bright menarik tangannya kembali.

Win hanya mengangguk samar, dia menatap Bright seolah-olah meminta agar laki-laki itu membalik tubuhnya agar Win bisa mengobatinya, sebentar lagi ia harus ke kelasnya. Masih ada waktu lima menit lagi sebelum ia ulangan lisan.

"Biar gue sendiri, nanti pacar lo cemburu."

"Maksudnya?"

Bright menunjuk Albar di ambang pintu dengan dagunya.

"Albar?"

"Ehm, siapa lagi?" Bright menghela nafas pelan, dia menarik obat itu dari pangkuan Win.

Win melipat bibirnya, pandangannya kini teralihkan untuk melihat Albar. Cowok itu masih setia berdiri di sana, hingga detik kemudian cowok itu mendekatinya dan merangkulnya.

"Lo cemburu?" tanya Albar pada Bright.

"Nggak!"

Albar hanya mengangguk, dia menggeser tubuhnya tepat di hadapan sang pacar. Mengelus rambut itu dan mengacaknya gemas. Kini dia beralih untuk memegang tengkuk Win, Albar berusaha mendekatkan wajahnya.

Bright mengerjapkan matanya yang entah kapan memerah, dengan tangan bergetar dia meletakan obat itu.

"Se..sebaiknya gue pergi."

****

Tar mengambil satu pasang gelang hitam dari Bi Endah, gelang dengan hiasan bunga warna-warni dipinggirnya.

"Non! Lebay banget ihh."

"Cocok tuh buat lo!" pekik Nanon, pandangannya masih tertuju pada Mie ayam buatan Bi Endah yang lumayan enak.

"Idih, kayak anak SD!"

"Bukannya lo anak SD?" tanya Nanon, dia mengambil gelang itu. "lumayan tuh, seribu rupiah!"

"Ngapain juga Bi Endah jual gelang macam ini?"

"Mungkin dia lelah."

Tar mengedikan bahunya, dia menaruh kembali gelang itu. Ia mengedarkan pandangannya, ternyata tidak terlalu banyak siswa di kantin ini.

"Itu Bright bukan sih?" Tar menarik kepala Nanon agar mengikuti arah pandangnya. "Habis kenapa dia?"

"Sosisnya lagi bermasalah kali," ucapnya pelan, dia melirik Tar yang masih mengerutkan keningnya.

"Kena gagal mental?"

"Ehm."

Tar dan Nanon berjalan ke arah lapangan basket, ingin menghampiri Bright yang berusaha memasukan bola basket ke dalam ring. Tapi, lagi-lagi itu tidak berhasil.

"Sialan!" umpatnya.

Bright menjatuhkan tubuhnya, mengusak rambutnya secara kasar. Dia bernafas dengan terengah, merasa sangat lelah kali ini.

"Arghhh!"

Setiap hal itu kembali ada di dalam bayangannya, dia berusaha menghilangakan pikiran itu, tapi tidak bisa.

Apa Win benar-benar membuang perasaannya?

"Memilih menyerah?" Tar bertanya, menepuk pundak Bright sekilas. "Masih ada sedikit waktu, percayalah perasaannya masih sama saat lo dan dia masih berpacaran."

"Dia tidak ingin terlibat dengan lo soalnya! Makanya!" tambah Nanon.

"Dia sukanya sama Albar bukan gue." nadanya berubah dingin, Bright melempar bola itu ke sembarang arah.

"Pengen nyerah?" tanya Nanon.

"Hm."

"Bagaimana jika perasaan itu masih sama?" tanya Tar.

"Gue bakalan kuliah di Belanda buat lupain dia," jawab Bright.

"Gue pegang ucapan lo!" Tar berjalan menjauh, begitupula dengan Nanon. Membiarkan keputusan Bright kali ini, mereka tidak ingin ikut campur lagi.

Usai hal itu, Bright berdiri dan berjalan ke kelasnya.

****

Bright membuka pintu mobilnya setelah sampai di rumahnya, ia melangkahkan kakinya begitu cepat untuk membuka pintu rumahnya. Dia ingin istirahat untuk menenangkan pikirannya saat ini.

"Ayah mana?"

"Masih di kantor, Tuan."

"Gue pengen Jus Jeruk!" perintahnya, dia duduk di depan televisi, tepatnya di ruang keluarga. Tangannya mencoba menyentuh luka di ujung bibirnya. "Sialan!"

Ponselnya berdering saat ia mencoba melemparnya.

Dari Gea.

Bright langsung mengangkatnya.

"Apaan?"

"Kamu di rumah, kan?"

"Sebaiknya kita putus!" Bright mematikan ponselnya.

"Bi! Bisa cepetan nggak?"Bright berteriak, dia mendegus pelan saat merasakan sakit di ujung bibirnya. Bright beralih mengambil ponselnya, melihat foto Win yang terpampang jelas di layar ponselnya.

"Menyiksa Win di Belanda."

MANTAN? [brightwin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang