"Gampangnya, kamu akan jadi asisten saya,"
kata Adam, yang cetak birunya ketumpahan kopi.
Sebagai seorang arsitek, butuh waktu hampir sepuluh tahun bagi Adam Prasaja untuk bisa memiliki kantor sendiri dan akhirnya berhasil dikenal mancanegara. Hari itu seharusnya Adam ke Singapura untuk memperlihatkan cetak biru pada seorang klien yang bisa dibilang cukup penting. Kliennya adalah seorang pengusaha yang meminta bantuan Adam untuk mendesain bangunan komersial yang hendak dia buat di sana. Adam sendiri sangat yakin dengan kemampuannya sehingga ia menerima kesempatan tersebut. Tak hanya itu, Adam bahkan sampai mencari tahu tentang kehidupan sehari-hari kliennya untuk mencari referensi arsitektur macam apa yang akan disukai dan diterima pada penawaran pertama tanpa harus Adam revisi lagi. Dan bukan Adam Prasaja jika dia tidak berhasil. Setelah selama hampir dua bulan berhubungan secara virtual untuk mengurus semuanya, akhirnya hari yang Adam tunggu-tunggu tiba. Hari ini. Seharusnya. Bukan, ralat, lusa. Seharusnya lusa Adam bisa dengan percaya diri menemui kliennya membawa satu-satunya cetak biru yang ia banggakan dan ia kerjakan selama berbulan-bulan ini. Kalau saja... kalau saja tidak ada perempuan aneh yang menghancurkan cetak birunya dalam hitungan detik!Dari kejauhan, Adam memperhatikan seorang perempuan dengan celana jins dan hoodie krem longgar berjalan ke arahnya. Adam tidak pernah merasa sekesal ini pada seseorang. Adam juga tidak ingat kapan terakhir kali ia marah-marah sebab itu adalah hal sangat jarang Adam lakukan. Tapi saat ini, rasanya tak ada hal lain yang ia inginkan kecuali mencekik perempuan itu.
"Gimana?" tanya Adam ketus.
Perempuan yang kini berdiri dengan linglung di hadapan Adam itu menundukkan kepalanya, wajahnya kusut, rambutnya berantakan, persis seperti orang yang baru diputuskan oleh pacarnya. Kalau saja dia tidak menumpahkan kopi dan membuat kekacauan, Adam mungkin akan tidak tega melihat penampilannya. Tapi saat ini situasinya sangat berbeda dan Adam tidak akan diam saja atas kemalangan yang telah menimpanya.
"Maaf Mas... dompet saya baru bisa diambil lagi besok karena dompetnya jatuh dan nggak ada yang sadar ada di situ, jadi pesawatnya sekarang udah balik ke Indonesia... Ja—jadi uang yang ta—"
"Tunggu," Adam menyela begitu ponsel di dalam sakunya bergetar. Begitu matanya melihat nama yang tertera di layar, dia serta merta melangkah menjauh sambil meletakkan ponselnya di telinga.
"Kenapa? Lo udah di bandara, kan?" tanya Adam langsung.
"Dam, nyokap kambuh, dia masuk rumah sakit. Gue khawatir nggak bisa nyusulin lo hari ini."
Adam refleks memejamkan matanya. "Terus presentasi lusa gimana?" tanyanya walaupun tahu itu tidak bisa berjalan dengan lancar berkat cetak birunya yang hancur terkena kopi hitam.
KAMU SEDANG MEMBACA
out of the blueprint
Genç Kız EdebiyatıVERSI CETAK SUDAH DAPAT DIBELI DI SELURUH TOKO BUKU GRAMEDIA ATAU TOKO BUKU ONLINE🩵 Silakan cek instagram @PenerbitClover atau @tiyaaasps untuk pembelian✈️ [out of the blue adalah frasa dalam bahasa Inggris yang berarti tanpa peringatan; secara tib...