11. 🥀 Tinggal di Bandung

24 3 0
                                    

🥀🥀🥀

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🥀🥀🥀

Tinggal di rumah nyaman dengan pemandangan yang menawan, halaman luas, dan bersama keluarga tercinta adalah impianku sejak lama. Lagi-lagi Mas Abra memujudkan impianku.

Green Village, perumahan yang terletak di kawasan Ciumbuleuit menjadi tempat hunian kami. Setelah menyandang status Nyonya Abra, aku sekarang tinggal di sini. Ah, tidak. Bukan hanya aku, tetapi juga ada Abel, satu orang ART, dan satu lagi baby sitter yang khusus Mas Abra pekerjakan untuk menjaga Abel selama aku bekerja.

Ya, atas izin Mas Abra aku masih diperbolehkan bekerja. Beruntungnya dalam kontrak kerja yang aku tandatangani dulu tidak adanya larangan pegawai yang sudah menikah tidak diperkerjakan lagi. Dalam kontrak hanya tercatat tidak boleh menikah jika belum satu tahun bekerja, sementara aku saat menikah sudah bekerja selama satu tahun enam bulan.

"Sayang, mau tambah lagi nasi gorengnya," ucap Mas Abra sembari menyodorkan piringnya padaku.

Aku tersenyum melihat Mas Abra lahap menghabiskan sarapan masakanku. Sejak dulu aku bertekad setelah menikah, sesibuk apa pun aku dengan pekerjaanku jika sedang bersama keluarga, aku yang akan tetap melayani, mengurus semua keperluan mereka. Terutama suami, aku tidak mau dia diurus orang lain. Aku tidak mau lepas tangan percaya begitu saja pada ART ataupun baby sitter. Seperti contoh kecil mengambilkan makannya, menyiapkan pakaiannya.

"Abel mau tambah juga, Sayang?" tanyaku pada putri kecil kami yang dengan tenang duduk di kursi sampingku.

Dia menggeleng. Bibir mungilnya berucap, "Cukup Mami. Aku sudah kenyang. Aku tidak boleh gendut. Nanti susah diet."

Aku terkekeh mendengar celotehan anak berusia empat tahun ini, bisa-bisanya dia berkata tidak ingin gendut dan susah diet. Padahal dia sudah menghabiskan sepiring nasi goreng dan segelas susu. Belum lagi sebelum makan nasi goreng sudah menghabiskan satu bungkus makanan ringan miliknya.

Aku mengangsurkan piring Mas Abra yang sudah berisi nasi goreng, kulihat Mas Abra pun tersenyum dan menggeleng usai mendengarkan ucapan Abel seperti orang dewasa.

Setelah selesai sarapan, aku membantu Bi Darmi membereskan dapur, sementara ayah dan anak itu menuju ke samping rumah. Aku tidak tahu kekacauan apa lagi yang akan mereka ciptakan jika sudah berkolaborasi.

Asyik dengan kegiatan dapur, aku memutuskan mulai menyiapkan bahan masakan untuk makan siang kami nanti, semua sayuran sudah kubersihkan, Bi Darmi membatu memotongnya. Aku kagum dengan kecekatan wanita ini, meski usianya sudah tidak bisa dikatakan muda lagi, tetapi kerjanya masih bisa diandalkan.

"Merlia, mana ya, Bi? Aku nggak lihat anak itu dari tadi."

Merlia adalah pengasuh Abel. Anak muda itu masih berusia 20 tahun, berbekal ijazah SMA, sebelum bekerja dengan kami Melia sempat satu tahun bekerja di day care salah satu mall terbesar di Bandung. Abel yang memilihnya karena katanya sama-masih muda-seperti pengasuhnya yang di Jakarta.

Trapped in DelusionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang