8 🥀 Dream Come True

59 5 0
                                    

🥀🥀🥀

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🥀🥀🥀

Aku rasa setiap manusia pasti punya rencana dalam hidupnya, tentang dengan siapa menghabiskan sisa usia, bagaimana impian bersama orang terkasih. Apalagi kaum wanita, pasti mempunyai mimpi yang jauh lebih banyak. Menikah dengan orang yang kita cintai dan mencintai kita, memiliki mimpi tentang konsep pernikahan yang kita inginkan. Begitu juga denganku.

Aku punya mimpi, bisa melangsungkan pernikahan di Gereja Katedral Santo Petrus, Bandung. Selain itu adalah gereja yang sama dengan salah satu personel band favoritku melangsungkan pernikahannya dengan aktris sinetron, di gereja itu pula Kakak, kedua orang tuaku, bahkan Kakek dan nenekku melangsungkan ikrar pemberkatan mereka. Jadi, aku pun ingin melakukan hal yang sama.

Aku menatap pantulan diriku di cermin. Benarkah itu aku? Aku merasa takjub. Seakan mimpi menjadi nyata, Mas Abra mengabulkan semua impianku tentang pernikahan bak pangeran dan putri negeri dongeng.

Aku berbalut gaun pengantin berwarna peach, hasil rancangan desainer terkenal. Gaun mewah yang menggabungkan brokat dan aksen bulu pada bahuku yang terekspos bebas. Wajar saja Mas Abra merogoh kantong lebih dalam hanya untuk gaun pengantinku ini, hasil kerja tangan dan ide sang desainer benar-benar pantas untuk diapresiasi.

"Mami," panggil seseorang yang bisa aku tebak suara anak kecil.

Aku berbalik dengan susah payah, mengangkat sedikit gaunku agar tidak terinjak olehku. Aku mendapati putriku, dia tersenyum memamerkan deretan gigi kecilnya. Dia begitu cantik dengan gaun yang hampir senada denganku, kaki pendeknya tertutup stoking putih, rambut ikalnya ditata sedemikian rupa.

"Mami, cantik," puji Abel padaku.

Aku terkekeh mendengarnya, dengan kata yang cukup fasih dia ucapkan tulus, anak berusia empat tahun ini sangat pintar mengambil, ah, tidak! Dia tidak mengambil, tapi mencuri hatiku.

Bola mataku bergerak pada seseorang yang menggendong Abel. Mas Abra sangat tampan dengan setelan jas kerah shanghai berwarna perak terang dan celana senada, sepatu pantofel cokelat gelap turut menyempurnakan penampilannya.

Mas Abra menurunkan Abel, tangannya membenahi gaun Abel yang sedikit tersingkap saat dalam gendongannya tadi. Mas Abra tersenyum, lagi-lagi aku terpesona dengan senyuman itu sejak hari pertama pertemuan kami.

"Sudah siap?"

Bukan. Itu bukan Mas Abra yang bertanya, melainkan sepupu Mas Abra yang entah sejak kapan datang. Dia sudah berdiri di depan pintu yang terbuka. Aku melirik wanita yang sejak tadi sudah menyulapku menjadi putri kerjaan, wanita yang keberadaannya sedikit terabaikan.

Trapped in DelusionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang