12. 🥀 Long Distance Relationship

39 3 0
                                    

🥀🥀🥀

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🥀🥀🥀

Pagiku sibuk seperti biasanya. Namun, kali ini lebih sibuk. Aku harus bangun subuh menyiapkan sarapan dan keperluan Abel. Hari Senin adalah jadwal Abel sekolah, aku dan Mas Abra sepakat memasukkan Abel sekolah PAUD. Meskipun sekolahnya tidak begitu aktif seperti sekolah taman kanak-kanak, aku rasa cukup untuk Abel mengenal dan bersosialisasi sebelum akhirnya, Abel benar-benar masuk ke dunia pendidikan. Abel akan sekolah di hari Senin, Rabu, dan Jumat.

Sekarang sudah pukul tujuh kurang sepuluh menit, anak itu sudah duduk di meja makan dengan ponsel menyala di hadapannya. Kakinya yang terjuntai di bawah meja bergerak teratur.

Pagi-pagi sekali Mas Abra sudah menelepon putrinya, dia tidak kalah antusias saat Abel akan masuk sekolah. Aku masih memeriksa tasnya Abel, takut ada yang terlupa.

"Papa, kakak cantik, nggak? Pakai seragam sekolah."

"Cantik dong, anak papa Abra."

Kudengar percakapan anak dan bapak itu melalui panggilan video. Selesai dengan tasnya, aku duduk di kursi samping Abel.

"Sayang, sambil sarapan."

Aku menyendok nasi goreng dari dalam piring, menyodorkan ke depan mulut Abel. Dia hanya membuka mulutnya tanpa mengalihkan pandangan dari layar ponsel.

"Eh, ada Mami. Mami juga sambil sarapan dong, 'kan mau kerja."

Suara Mas Abra di seberang sana. Aku mendekatkan wajahku di layar, kutatap lamat dia yang masih berada di tempat tidur, masih jelas muka mengantuknya.

"Mas belum mandi?"

"Belum, kalian berangkat jam berapa, Sayang?"

Aku kembali menyuapkan satu sendok ke mulut Abel, lalu ke mulutku sendiri. "Mungkin bentar lagi, Mas."

"Adel kamu yang antar?"

"Iya, pagi ini aku yang antar dulu. Pulang mungkin nanti dijemput sama Merlia pake taksi online," sahutku.

"Sabar, ya. Nanti mas carikan supir buat antar jemput Abel sekolah."

Aku terkekeh melihat ekspresi mukanya, jarak perumahan kami ke sekolah Abel tidaklah jauh, hanya butuh waktu sekitar 20 menit. Naik ojek pun bisa sebenarnya, hanya saja Mas Abra tidak mengizinkan jika anak semata wayangnya naik ojek, lebih aman taksi saja, katanya.

"Sudah, Mami. Kakak sudah sarapannya."

Aku menoleh ke Abel. "Oke, kamu tunggu mami sebentar lagi, ya. Minta bantu Kak Merlia buat pasangi sepatu, ya," titahku pada bocah cantik itu.

"Kak Melia, bantu aku pasangi sepatu dong," teriak Abel.

"Abel, bicaranya pelan aja, Sayang."

Anak itu sudah berlari ke ruang depan mencari pengasuhnya. Tangannya menenteng sepatu dan kaus kaki. Rambutnya yang dikuncir dua bergerak seiiring dengan pergerakannya.

Trapped in DelusionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang