4 🥀 Bertemu lagi.

180 30 62
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


***

Pagiku beberapa hari ini terasa sangat sibuk. Mungkin bertepatan dengan liburan anak sekolah, itu sebabnya Grand Metro Hotel Bandung didatangi tamu naik dua kali lipat dari hari biasanya. Semua karyawan bisa dikatakan bekerja ekstra.

Aku masih fokus pada layar komputerku, melayani pengunjung yang akan reservasi kamar, mengecek dan mencocokkan data mereka. Indera pendengaranku menangkap suara anak kecil perempuan yang dengan riangnya bersenandung, lagu anak-anak yang dinyanyikan pun kerap kali aku dengar saat keponakanku menyetelnya.

Ah, seketika aku teringat dengan balita tiga tahun yang aku temui beberapa waktu lalu. Bagaimana kabar Abel, ya? Kadang aku merasa merindukan gadis kecil nan pintar itu, tapi aku tidak punya alasan untuk menghubunginya, meski aku sudah ada bekal nomor ponsel ayahnya.

Aku berdiri, menyerahkan kunci pada pelanggan, setelahnya aku memanggil Kang Rado untuk meminta bantuannya mengantar tamu ini.

"Kang Rado, tolong diantar ke kamar 401, ya," ucapku pada Kang Rado, lalu setelahnya tersenyum ramah pada tamu yang ada di hadapanku.

Sempat kuperhatikan tamu itu berjalan bersisian di belakang Kang Rado, sang ayah yang mengandeng tangan kanan sang putri, sementara ibunya menggandeng tangan kirinya. Setelahnya aku tidak tahu apa yang terjadi, karena aku kembali menekuni pekerjaanku.

Melalui ekor mataku, rekan kerja di samping kiriku berdiri melakukan great the guest, yang biasa kami lakukan meyambut tamu.

"Selamat pagi, selamat datang di Grand Metro Hotel Bandung, ada yang bisa kami bantu," ucap rekan kerjaku yang tanpa kusadari mengikuti ucapannya dalam hati. Entah sudah berapa ratus kali aku mengucapkan kalimat penyambutan itu, hingga rasanya sudah hapal di luar kepala.

"Mbak, mau pesan kamar," ucap seseorang yang kudengar dari meja kerjaku.

Tanpa melihat pun aku yakin dari suara berat itu yang berbicara adalah seorang pria dewasa, tanpa harus merepotkan diri untuk memastikan. Aku tetap fokus pada perkerjaanku. Tunggu ... suara berat?

"Tumben, Pak. Reservasi kamar sendiri, biasanya Pak Yoga."

"Lagi pengin sendiri saja, siapa tahu di sini saya bisa melihat sesuatu."

Sebenarnya aku masih enggan untuk sekadar mengangkat kepala melihat atau tepatnya memastikan tamu tersebut. Sampai ... nama Pak Yoga disebut, barulah ada rasa penasaran yang menyeruak.

Aku menajamkan pendengaran untuk mendengarkan percakapan itu, ingin memastikan suara berat itu ... milik Mas Abra. Senyum manisnya adalah hal yang pertama aku lihat saat kutegakkan kepalaku, netra kami bertemu, dia dengan kemeja berwarna putih bersih, berdiri sedikit menyamping, tangan satunya bertumpu pada meja.

 Senyum manisnya adalah hal yang pertama aku lihat saat kutegakkan kepalaku, netra kami bertemu, dia dengan kemeja berwarna putih bersih, berdiri sedikit menyamping, tangan satunya bertumpu pada meja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Trapped in DelusionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang