🥀🥀🥀
Sejak kejadian Mas Abra mengantarkanku pulang waktu itu, dia meminta izin bolehkah lebih sering menemuiku jika sedang di Bandung. Kami jadi lebih sering bertemu dan menghabiskan waktu bersama. Mas Abra sering bolak-balik Jakarta—Bandung. Jangan salah paham dulu, dia melakukan itu bukan karena semata-mata ingin menemuiku, tapi memang ada bisnis yang sedang dirintis di Bandung.
Hari ini, katanya dia sedang berada di perjalanan menuju Bandung. Aku senang menantikannya, terlebih kali ini dia membawa Abel bersamanya.
Aku masih di hotel, karena jam kerjaku belum berakhir. Masih sekitar enam sampai tujuh jam kerjaku baru benar-benar selesai.
"Thalie, kamu nggak mau istirahat makan siang?" Suara Teh Rania menyentak lamunan.
Aku menoleh ke arah Teh Rania yang sedang memperhatikanku. Aku mengangkat pergelangan tanganku, melihat angka dan jarum pada jam tanganku.
Aku belum tahu Mas Abra sudah sampai mana. Jika aku tinggal beristirahat siang nanti dia datang dan aku tidak ada. Aku bingung harus apa. Eh, tunggu. Kenapa aku seperti istri yang sedang menantikan suami dan anakku.
"Teteh duluan aja, aku masih nunggu kabar Mas Abra. Nanti aku nyusul."
"Oke, deh, kalo gitu. Teteh duluan, ya. Kalo si duren masih lama, kamu buruan nyusul, jaga pola makan kamu."
Aku hanya mengangguk, dari sekian orang yang ada di hotel. Aku hanya bercerita dengan Teh Rania tentang kedekatanku dengan Mas Abra, Teh Rania mendukung, katanya selagi aku bahagia dia turut senang. Ah, iya, Teh Rania juga memanggil Mas Abra jika di depanku masih dengan julukan yang dia buat, yaitu si duren.
Lebih baik aku memastikan sudah sampai mana Mas Abra dan Abel. Meraih ponselku pada saku blazer, mencari id caller Mas Abra. Di percobaan pertama teleponku belum mendapat jawaban, kuulangi untuk kedua kali. Pada dering ke tiga barulah diangkat.
"Halo, Nathalie," sapanya dari seberang sana.
"Halo, Mas. Sudah sampai mana?"
Mas Abra menyebutkan salah satu nama daerah, kuperkirakan mungkin sekitar sepuluh sampai lima belas menit lagi akan sampai di hotel.
"Oh, begitu. Tunggu sebentar lagi, ya. Tadi Abel sedikit rewel, makanya agak telat," katanya menjelaskan.
"Iya, Mas. Kalau gitu kita makan siang bareng aja, aku tunggu Mas dan Abel."
"Baiklah, saya tutup ya."
"Iya, Mas."
Aku kembali menunggu di lobi sembari memainkan ponselku. Mungkin sudah sekitar sepuluh menit aku menunggu, baru saja hendak bangkit dari posisiku, suara ribut anak perempuan tertangkap rungu, terlebih lagi hal yang membuatnya ribut adalah memanggil namaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trapped in Delusion
RomantikAku seorang wanita berusia 28 tahun. Memiliki seorang putri cantik dari mantan suamiku dan mantan istrinya. Selama menikah dengan pria bernama Miguel Abraham, hidupku benar-benar seperti di neraka. Namun, aku tetap mencintai Adelaide Hadara Abraham...