"Lucy! Buka pintu!" Ryunjin sedari tadi mengetuk-ngetuk pintu apartemen Lucy. Akibat Lucy yang tidak keluar seharian Ryujin jadi khawatir.
Ceklek!
Pintu apartemen akhirnya dibuka, dengan cepat Ryujin masuk dan melihat keadaan Lucy, "kau kenap-"
"Kok kau nangis sih?" panik Ryujin setelah melihat Lucy menangis sesunggukan di atas kasur.
Rambut berantakan, mata sembab, dan wajah bengkak karena menangis penampilan Lucy membuat Ryujin bergidik sekaligus kasihan. Ryujin mengelus-elus punggung Lucy berusaha menenangkannya.
"Sudah jangan menangis, apa kau di pecat?"
Lucy menggeleng, Ryujin memutar bola matanya malas, "terus kenapa? Hyunjin menolakmu?"
Tangisnya langsung berhenti, "bagaimana kau tau?"
Ryujin berdecak, "apalagi yang akan membuatmu galau seperti ini,"
"Iya Ryu, bahkan dia bentak aku,"
"Kenapa sih kau masih berharap padanya? Kau rela nggak masuk kerja demi dia?"
Lucy menggeleng, "aku ambil cuti Ryu, aku lelah."
Ryujin dan Lucy memang dekat sejak kecil. Walaupun hanya asisten, Lucy dan Ryujin adalah teman sehidup semati.
"Mending kau balik ke Amerika, lanjutin kerja!"
Lucy menggeleng, "aku harus mendapatkan Hyunjin!"
"Nangis tidak akan menyelesaikan masalah! Lebih baik kau fokus ke kerjaan, lalu kalau udah ngurus-"
Lucy memotong pembicaraan Ryujin, "kau sudah pindah di sini. Semua berkas sudah ku urus,"
"Kok aku nggak tau?"
Lucy memutar bola matanya malas, mengambil bantal lalu melemparnya ke sofa yang tak jauh dari mereka. "Aku di bilang nggak akan bisa gantiin posisi istrinya, aku cuman obsesi sama dia,"
Ryujin menyeletuk, "tapi emang iya sih,"
Alhasil Lucy kembali menangis sampai puas. Ryujin pun menjadi korban untuk menemani Lucy sampai malam, takut Lucy kenapa-napa.
"Lucy, kau bisa masak nggak?"
"Nggak,"
"Oke, aku mau pulang,"
"Oke,"
Ryujin mendegus, "kau tidak ada niatan untuk nanya soal Hyunjin ke aku gitu?"
Lucy menggeleng, Ryujin menyambung, "oke padahal tadi aku mau ngasih info soal Hyunjin tapi nggak ja-"
"Stop! Buruan kasih tau Ryu,"
"Oke, kau kasih aku upah terus aku kasih kau info, deal?"
"Deal!"
Ryujin melanjutkan, "oke, Hyunjin, Liran, sama Jihyo pergi ke wahana sekarang sama anak-anak koas juga. Kau tau kan wahana yang pernah kita lewati?"
"Aku pergi sekarang!" namun dirinya di cegat Ryujin.
Ryujin berdecak panjang, "kau bisa di kira Kuntilanak gara-gara penampilan kau yang seperti ini,"
Lucy tertawa kecil, "iya juga. Oke, aku akan menyamar!"
"Ah shit, here we go again," kesal Ryujin saat Lucy mengajaknya ke wahana untuk memata-matai Hyunjin.
Pria itu tampak baik-baik saja dengan penampilan badass seperti biasanya, dia bersama dokter lain dan anak koas, bukan hanya ada Liran dan Jihyo, tapi ada seorang wanita yang berada di sebelah Hyunjin, dia cantik.
"Saingan aku nambah lagi!" kesal Lucy.
"Siapa sih?"
"Itu yang di sebelah Hyunjin, menyebalkan!" kesal Lucy. "Eh mending kau pulang, aku tidak membutuhkanmu Ryu,"
Ah, hampir lupa. Fyi, selain sebagai asisten Lucy, Ryujin juga menjadi dokter pribadi Lucy, ia harus siap sedia 24 jam bersama Lucy untuk menjaga sekaligus menasehatinya mengenai kesehatan.
Ryujin menguap, "oke. Kebetulan aku ngantuk,"
"Uhm, hi?" suara imut itu mengalihkan perhatian Ryujin dan Lucy.
Ryujin terpesona saat melihat anak kembar cowok di hadapannya, mereka terlihat sama persis hanya saja satunya galak wajahnya dan satu lagi kalem.
"Tante, aku Jungho umur 2 tahun! Dia kembaran aku Junggo 2 tahun juga!" sapa si kembar yang berwajah ceria, sedangkan satunya lagi hanya diam memasang wajah jutek.
Ryujin gemas pada keduanya, "oh hai! Kalian kena-"
Lucy memutar bola matanya malas, "bocil kesana ya. Di sini bukan buat bocil, hush!" usirnya.
"Tante nenek lampir ya?"
Lucy membelalakan matanya, "dasar bocil, udah sana pergi jangan ganggu!"
"EHEM!"
Keduanya menoleh saat seseorang berdehem di belakang mereka.
"Stop basa-basi, jangan ganggu si kembar!" suara itu menghentikan keduanya.
Yang katanya bernama Junggo itu berdecih, "hyung, dia ngusir kita tadi,"
Mata anak kecil berumur 6 tahun itu tajam seakan ingin menguliti keduanya. Ryujin terkekeh, "eh kita cuman mau lihat-lihat aja kok, nggak bermaksud,"
Lucy memutar bola matanya malas, "kalian semua para bocil awas gih,"
"Siapa bocil?" suara dingin itu kini benar-benar menusuk suasana. Bahkan Lucy merinding.
"Woi bapaknya datang!" heboh Ryujin sambil mengoyang-goyangkan Lucy. "Pawang terakhir datang Lucy, mati kita!"
Lucy berdecak, "lagian siapa sih?"
Syuhh.
Seperti tersambar petir di siang bolong, ucapan Lucy tak di hiraukan. Pria berjas itu melewati Ryujin dan Lucy, lalu melirik ke belakang.
"San, Junggo, Jungho, ayo ketemu mama," ucapnya tegas.
Ryujin tertawa senang sendiri, "itukan Jungkook! Ya ampun udah lama nggak ketemu!"
Lucy menyerit, "hah? Bungkuk? Siapa bungkuk?"
Ryujin mengaplok Lucy, "udah ah susah ngomong sama kau!"
Tiba-tiba wanita yang di maksud Lucy datang, "eh Ryujin!"
Ryujin merentangkan tangannya lalu menyambut pelukan wanita itu dengan senang hati. "Udah lama nggak ketemu,"
"Apa kabar Stell?"
"Baik, bagaimana kabarmu Ryu?"
"Baik juga!"
Baiklah, sebaiknya Lucy pergi karena ia hanya menjadi nyamuk, saat hendak pergi tangannya di tarik oleh Ryujin. "Eh kau jangan pergi dulu, dia Kang Stella istri Jungkook,"
"Hai!" sapanya.
Lucy langsung tersenyum senang menyambut uluran tangan Stella karena tau ia bukan salah satu musuhnya, "hai juga!"
Jungkook mendekati Stella lalu memeluknya, "aku nyariin kamu dari tadi, ternyata kamu di sini," gumamnya.
Stella tersenyum lalu mengelus kepala Jungkook lembut, "maaf aku lupa ngabarin,"
Jungkook hanya tersenyum, "bumil nggak boleh kecapean, mau aku gendong?"
Lucy memutar bola matanya malas, ia sekarang benar-benar seperti butiran debu. Tiba-tiba suara yang berhasil membuat Lucy menangis itu terdengar.
"Lucy, ngapain kamu di sini?"
●○●
Haii!
Maaf banget ya jarang update, aku sibuk sama tugas :')Ayo semangat!
KAMU SEDANG MEMBACA
The Doctor Is Mine
FanfictionSelama 5 tahun Hyunjin mengalami masa sulit. Tidak hanya berkerja sebagai dokter, Hyunjin juga harus berperan sebagai ayah dan ibu untuk membesarkan putri kecil kesayangannya. Ia tidak punya waktu untuk bersantai dan melakukan hal-hal yang tidak pen...