Jujur saja Hinata tengah terjebak dalam posisi sulit saat ini, satu sisi dia harus menepati janjinya pada Naruto namun satu sisi dia tidak bisa terus seperti ini, Toneri kekasihnya salah jika dia membiarkan ada pria lain yang turut mengklaim dirinya. Tapi Hinata harus bagaimana dia tidak berdaya, aura Naruto begitu tegas dan otoriter bahkan hanya berdiam diri saja Naruto punya aura mengintimidasi yang sangat kuat.
Jika terus begini apakah Hinata bersalah? Nanti jika Toneri bangun dan mengetahui apa yang Hinata lakukan selama ini apakah pemuda itu masih sudi menganggapnya kekasih? Tapi Hinata melakukan ini semua untuk Toneri bukan?“Lo mikirin apa?” Hinata tersentak saat melihat wajah Naruto begitu dekat dengannya , buru-buru Hinata menggeleng dan menjauhkan wajahnya.
“G-gak papa kok,”
Naruto menaikkan alisnya heran, “Beneran?” tanyanya curiga. Hinata mengangguk lalu sedkit mundur agar tubuh mereka tidak terlalu dekat. “Kalau ada apa-apa ngomong sama gue,” ujar Naruto lalu dia menjauhkan tubuhnya dari Hinata, pemuda tampan itu mengeluarkan buku dari laci mejanya lalu mulai membaca, matanya melirik Hinata sekilas gadis itu terlihat gelisah. Naruto menghela nafas pelan, “Sini..” ujarnya ambigu.
“Eh?” Hinata menatap Naruto bingung, dia tidak mengerti apa yang di maksud pemuda itu.
“Sini…” Naruto menarik pinggang Hinata mendekat lalu membawa gadis itu kedalam pangkuannya, dia memaksa kepala Hinata bersandar di dadanya lalu tangan kirinya memeluk pinggang Hinata lembut.
“N-nar,”
“Diem gue lagi baca,” Naruto mengecup pucuk kepala Hinata lembut lalu mengelus tangannya yang berada di perut, pemuda itu fokus membaca dengan satu tangan yang membalik halaman begitu lincah.
Tanpa Hinata sadari ketika ia menyandarkan kepala hatinya turut terjerat pula, gadis itu merasa nyaman tatkala Naruto memberikannya tempat bersandar. Naruto memberikan bahunya untuk berbagi lelah, Naruto memberikannya tempat paling nyaman ketika hatinya gundah. “Nar gue ngantuk,” lirih Hinata sambil mengucek matanya.
Naruto merubah posisinya menjadi setengah berbaring dan membiarkan gadis itu tidur di atas dadanya, “Tidur..” Hinata hanya menurut saja karena memang matanya sangat berat, dia sangat megantuk karena aktifitas hari ini sangat padat dan melelahkan. Di saat matanya kian berat Hinata merasakan sebuah benda kenyal memanggut bibirnya lembut dan sangat perlahan, Hinata tidak merespon apapun bahkan ketika tangan Naruto memeluk pinggangnya kian erat gadis itu malah kian tenggelam dalam mimpinya. Naruto melepaskan pagutan bibirnya lantas menatap Hinata dengan sorot matanya yang begitu lembut, “Malam princess.”
Sejak saat itu Naruto sudah menanmkan hasratnya dalam hati bahwa ia akan mendapatkan hati Hinata apapun caranya, meski dengan cara kotor sekalipun Naruto akan membuat Hinata mencintainya. Dia terlanjur jatuh cinta pada gadis itu, Hinata seperti candu untuk dirinya semakin hari hasratnya untuk memiliki Hinata kian besar namun lagi-lagi kenyataan membuatnya sadar dan tertampar secara nyata. Hinata mencintai kekasihnya bukan dirinya, jadi dia harus bisa merebut hati Hinata secara pelan-pelan.
“Lo pasti jadi punya gue seutuhnya Nat, gue jamin itu.”
***
Hinata mengerjapkan matanya beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke matanya, gadis itu mengerang pelan kemudian bangun. Anehnya pagi ini ada sebuah tangan yang melingkar erat di pinggangnya, Hinata menoleh ke samping dan mendapati Naruto tertidur lelap sambil memeluknya.
Jadi seperti ini wajah Naruto ketika bangun tidur? Terlihat damai dan juga polos, Hinata mengelus pipi pemuda pelan. Entah naluri dari mana yang jelas Hinata tertarik untuk menjelajahi rahang tegas serta garis dagunya yang begitu tajam. Naruto itu sempurna. Hinata terlonjat kaget saat tangannya tiba-tiba di genggam oleh Naruto tak berapa lama pemuda itu membuka matanya, sorot mata birunya begitu jernih dan memabukkan.
“N-nar, dari kapan kamu bangun?” gugup Hinata sambil berusaha menarik tangannya namun Naruto justru kian menggenggamnya erat, Naruto mengecup telapak tangan Hinata lalu membawanya ke pipi pemuda itu. “Narr…”
“Hm?” Naruto bergumam pelan menjawab panggilan Hinata, dia terlihat begitu menikmati apa yang sedang ia lakukan.
“Lepasin, mau turun bersih-bersih.” Rengek Hinata tapi Naruto terlihat enggan menurutinya. “Naruto..”
“Panggil gue sayang dulu,” ujar pemuda itu santai, dia masih betah mengganggam tangan Hinata dan meletakkannya di pipinya.
“Nar ih,”“Yuadah gak bakal gue lepasin,”
Hinata mendelik, “Lepasin dong gue mau masak Nar..”“Tinggal panggil sayang apa susahnya?”
Ketahuilah duhai oknum bernama panjang Namikaze Naruto, bahwa sayang adalah sebuah panggilan sakral yang tidak boleh di gunakan kepada sembarangan orang. Hinata sudah memiliki sayangnya sendiri dan itu bukan kau, teman.
“Gue hitung sampai tiga, gak manggil sayang juga gue pastiin lo tidur sampe besok pagi lagi di sini.”
“Ih, kok gitu!”
“Gue gak peduli,”
Hinata berdecak kesal, Naruto itu licik dan kang modus ternyata. Dasar laki-laki kardus.
“Lepasin s-sayang..” ujar Hinata pelan.
Naruto membuka matanya lalu menatap gadis itu intens, “Ulang.”
“Tadi udah kok.”
“Nat,” tatapan mata Naruto begitu tajam namun memabukkan, dia memgang ujung dagu Hinata memaksa gadis itu mendongak dan mereka bertukar pandangan. “Panggil gue sayang sekali lagi,”
“S-sayang..” lirih Hinata, Naruto memejamkan matanya menikmati desir darahnya yang mengalir bagai lava panas yang kian membakar tubuhnya.
“More babe.” Ujarnya pelan namun sensual.
“Sayang..” ujar Hinata sambil menatap Naruto yang tengah memejamkan mata seolah menikmati minuman paling memabukkan di dunia. Jantung Hinata berdetak kencang tatkala melihat pahatan wajah Naruto yang begitu sempurna, belum lagi carannya yang terkesan kasar dan dingin dalam meperlakukannya namun punya daya tarik tersendiri membuat hati Hinata kian lemah.
“Babe,”
Naruto membuka matanya lalu menatap Hinata intens, “You’re mine, Hinata. Always be mine.” Naruto mengecup dahi Hinata lembut lalu melepaskan tangan Hinata dari genggamannya, dia memberi ruang untuk Hinata untuk pergi namun hingga beberapa saat kemudian Hinata masih belum beranjak.
“I’m yours, Naruto.” Jawab Hinata sambil menatap pemuda itu.
***
Naruto sibuk membereskan berkasnya seperti biasa, dia sedang mengamati beberapa data pasiennya yang menjadi pasien khusus dan berani mebayar mahal untuk itu. Tadi Hinata memberinya kabar bahawa dia mengajak Ibunya pergi jalan-jalan ke daerah tempat tinggal gadis itu dan akan kembali nanti malam jadilah Naruto memutuskan untuk mengahabiskan waktu di rumah sakit.
“Dok, ini laporan dari pasien yang dokter minta.” Seorang perawat masuk ke dalam sambil membawa map berisi data perkembangan Toneri. Naruto menerima map itu lalu memerintahkan suster itu keluar.
Naruto membaca lembar demi lembar yang tertulis di sana dengan sorot mata tak terbaca, tak berapa lama dia tersenyum lebar dan mengerikan. “Lo gak boleh mati, tapi gak boleh hidup juga Toneri. Hinata punya gue, lo gak boleh nyentuh dia lagi.”
Next___
Ada yang masih melek?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Choice | Namikaze Naruto ✔️
Fanfiction18+ Jangan mampir kalau masih merasa belum cukup umur! Disclaimer : Masashi Kishimoto Ide cerita : MhaRahma18 Cover by : Pinterest