14. Percikan

1.8K 173 14
                                    

Waktu adalah musuh paling mengerikan untuk pejuang hati yang terluka sendiri, iya waktu bisa membunuh perasaan yang ada sejak lama, perasaan yang susah payah di pertahankan meski did era luka yang kian menusuk hancur perahan karena waktu terus mengikisnya pelan-pelan.

Dengan tanpa belas kasih waktu membawa hati yang hancur itu bertemu si pembawa obat yang menyatukan sepihan hatinya pelan-pelan dan bahkan menghapus kesempatan untuk seseorang yang juga menunggu di dalam lukanya untuk bisa kembali menemui hati yang pernah hancur bersamanya.

Jahat, tapii kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan waktu karena soal hati itu kembali pada diri manusia itu sendiri.

***

Hinata merebahkan diri di sofa, hari ini sangat melelahkan ada begitu banyak kegiatan yang ia lakukan dan itu sangat menguras tenaga. Yang Hinata inginkan hanyalah tidur tapi sepertinya Naruto tidak akan membiarkannya beristirahat semudah itu. Lihat saja sekarang, pemuda itu sedang membaca komik sambil memeluk kaki Hinata. Iya, Naruto menjadikan kaki jenjang Hinata bantal sekaligus gulingnya. Peduli setan lah toh Naruto hanya memeluknya, Hinata sangat mengantuk sepertinya lebih baik dia tidur ketimbang mengurus Naruto.

“Nat jangan tidur,” Naruto merangkak naik dan sekarang dia memeluk pinggang ramping Hinata, pemuda berkaus polos itu menatap Hinata dari bawah sambil menoel-noel dagu Hinata.

“Aku ngantuk Nar,” balas Hinata setengah bergumam Karena dia memang sangat mengantuk, jangankan berbicara membuka mulut saja rasanya sangat berat.

“Katanya mau nemenin baca,”

“Ck, aku gak ngomong gitu kamu aja yang maksa..”

Naruto berdecak kesal, “Ya tapi kan lo udah setuju sih, buka matanya gue pengen di temenin..” rengek Naruto dia mengusal-ngusalkan wajahnya di perut Hinata seperti anak kucing yang ingin di belai.

“Apa bedanya? Kan sama aja aku temenin, daripada aku gabut nunggu kamu mending aku tidur..”

“Tapi gue pengen di temenin, sambil baca pengennya di elus-elus kepalanya.” Naruto masih merengek seperti bayi, tolong siapa saja yang merasa istri dari Namikaze Naruto. Tolong suaminya di bungkus, meresahkan sekali soalnya Bun. Hinata gak bisa tidur jadinya gara-gara dia.

“Oke aku temenin, dah jangan rewel..” ahirnya Hinata hanya bisa mengalah. Gadis itu duduk kemudian mengusap wajahnya kasar, menghadapi Naruto itu butuh kesabaran ekstra tebal. Jika bukan karena kebaikan pemuda itu Hinata pasti sudah menendang bokong Naruto sejak tadi karena segala tingkah menyebalkannya.

“Gitu dong,” Naruto menyamankan posisi tidurnya lalu kembali membuka komiknya. Hinata hanya bisa menghela nafas pelan dia mengusap rambut Naruto lembut sambil bersenandung kecil, meski suaranya tak begitu bagus tapi Hinata tak peduli. Hinata akan melakukan apapun agar dia tetap terjaga selagi Naruto membaca.

Naruto fokus membaca sementara Hinata sibuk memperhatikan sorot mata Naruto yang sangat teduh, Hinata baru tau kalau lelaki ketus seperti Naruto punya hobi membaca. Tanpa sadar gadis itu tersenyum, jemari lentiknya mengusap pelipis Naruto  dengan lembut sambil bersenandung, lagu yang terlontar dari bibirnya mengalun begitu saja tanpa komando seperti lagu yang senagaja dia nyanyikan untuk mengagumi indahnya ciptaan Tuhan di hadapannya. Iya, Naruto begitu sempurna di mata Hinata.

Naruto yang merasa di perhatikan sejak tadi menggulirkan pandangannya ke atas, dia menoleh lalu menatap Hinata. Jantungnya berderap kencang tatkala sorot mata keperakan itu menatapnya lembut. Indah pancaran matanya berhasil menembus relung hati Naruto yang paling dalam hingga membangkitkan hasrat untuk memiliki gadis itu seutuhnya.

“Tunggu Nat, gue pasti bisa rebut hati lo pelan-pelan.” Gumam Naruto dalam hati. Pemuda itu mengulurkan tangannya untuk menyibak rambut Hinata yang menjuntai menutupi sebagian wajah Hinata sambil tersenyum hangat. “Lo manis banget sih kalau di lihat dari sini.”

The Choice | Namikaze Naruto ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang