15. Bunda

1.6K 171 18
                                    

Hinata menemani Khusina duduk di taman hari ini, hanya di belakang rumah karena Khusina bilang hanya ingin menghabiskan waktu bersama Hinata saja. Selagi bersama Hinata Khusina merasa cukup senang.

“Bunda kenapa nggak mau Hinata ajak ke taman? Bunda bosan?” tanya Hinata heran pasalnya selama ini Khusina selalu suka jika pergi ke taman tapi mendak hari ini dia menolak.  Jadi menurut Hinata itu cukup aneh.

“Nggak papa sayang, di taman kota atau di kebun belakang rumah selagi itu sama kamu Bunda nggak papa sayang.”

Meski Hinata tak begitu mengerti gadis itu mencoba tersenyum saja, entah Khusina melihat atau tidak Hinata hanya bisa melakukan sebisanya.

“Kamu mau denger sejarah kehidupan Naruto enggak?” tiba-tiba Khusina bertanya seperti itu kepada Hinata, gadis itu mengangguk karena ya dia lumayan penasaran seperti sosok Naruto sesungguhnya. Kenapa dia punya sikap yang mudah berubah-ubah setiap saat.

“Boleh Bun?” tanya Hinata ragu-ragu.

Khusina tertawa pelan lalu mengangguk, “Kan Bunda yang nawarin sayang kenapa nggak boleh coba?”

“Hehe habisnya tiba-tiba Bunda nanya gitu ke Hinata sih, kan jadinya kaget.”

“Jangan kaku gitu dong sama Bunda, udah kenal lama masih saja kaya gini.”

“Iya Bunda..” Hinata merebahkan diri di pangkuan Khusina, meski awalnya agak ragu ahirnya Hinata memberanikan diri. Dia sangat ingin merasakan bagaimana hangatnya belaian seorang Ibu, kasih sayang serta perhatiannya.

Kusina mengusap rambut Hinata lembut, nalurinya bergerak begitu saja mengikuti insting yang hatinya inginkan. “Mama sama Papa kamu, nggak marah kalau kamu tinggal di sini?” pertanyaan itu entah kenapa berhasil membuat hati Hinata ngilu. Dia tersenyum kecut lalu menggeleng.

“Nggak Bun.” Jawabnya pelan sambil menahan pedih, Hinata hanya anak buangan bagaimana bisa kedua orang tuanya marah sedangkan kehadirannya saja tak di inginkan?

“Hm, Bunda takutnya kamu di marah sama mereka.. baguslah kalau enggak..”

Khusina masih betah mengelus rambut Hinata, mencoba memberikan kasih sayangnya yang tak seberapa besar pada Hinata.  “Salamin ke mereka ya, Bunda mau ngucapin makasih banyak.” Ujar Khusina.

Hinata mendongak dan menatap wajah Khsina yang menatap lurus ke depan, “Makasih untuk apa Bun?” tanyanya heran.

“Makasih udah ngelahirin dan ngebesarin anak kaya kamu, Bunda seneng bisa ketemu kamu. Bunda jadi bisa ngerasain rasanya punya anak peremuan lagi..” ujar Khusina sambil tersenyum tulus, Hinata mendongak dia tidak mengerti apa yang di maksud oleh Khusina.

“Memangnya dulu Bunda punya anak perempuan? Hinata kira Naruto anak tunggal.”

Khusina menggeleng, meski begitu raut wajahnya langsung berubah sedikit mendung dan juga suram. “Dulu, Bunda punya anak perempuan mungkin kalau dia masih hidup dia usianya sebesar kamu.” Gumam Khusina, ekspresi wajahnya jelas mencerminkan keadaan hatinya yang tidak baik-baik saja.

“Bunda yang sabar ya..”

“Semuanya berubah sejak delapan tahun yang lalu,” Hinata merubah posisinya menjadi duduk saat mengetahui Khusina anak menceritakan sesuatu. Gadis itu menggenggam tangan Khusina seolah memberikan energi yang ia punya untuk menguatkan hati Khusina yang rapuh itu.

“Naruto anak baik, dia pemuda ceria dan sangat menyayangi Adiknya.” Ujar Khusina mengawali ceritanya, Hinata hanya diam tapi sorot matanya begitu peduli pada Khusina.

“Setidaknya sebelum Ayahnya melakukan hal gila, perusahaan kami  bangkrut total hingga keluarga kami berantakan. Minato mengalami depresi tingkat tinggi hingga ia kerap menyiksa Bunda juga Naruko. Dia menjadikan kami samsak tinjunya setiap hari, pada saat-saat mengerikan itu Naruto sedang menempuh pendidikan di Tokyo hingga ia tidak mengetahui apa yang Bunda dan Naruko alami.”

Hinata menggenggam erat tangan Khusina, pasti sangat berat melalui ini semua.

“Bunda gak pernah bilang sama Naruto karena Bunda gak kepengen sekolah dia terganggu, tapi ternyata keputusan Bunda salah besar. Hari itu Minato benar-benar kehilangan kendali, dia bawa air keras buat nyelakai Naruko yang masih sibuk belajar. Bunda yang ngeliat itu udah coba nahan tapi Minato malah nyiram air itu ke mata Bunda.” Lirih Khusina pelan.

“Jadi karena itu Bunda gak bisa lihat?”

“Bagi Bunda, kehilangan penglihatan belum seberapa sedihnya di banding kehilangan Anak dan Suami sekaligus.”
“Bunda,,”

“Waktu lihat  Bunda kesakitan Minato ketakutan, Bunda denger dia lari dan gendong Naruko tapi Bunda gak bisa apa-apa. Mata Bunda sakit sampai rasanya kepala Bunda mau pecah.”

“Jangan di lanjutin kalau nggak sanggup Bunda, udah ya.”

“Dan ternyata Minato bawa Naruko lompat dari lantai tiga belas apartemen kami.”

Hinata merasakan nafasnya sesak luar biasa saat mendengar apa yang Khusina katakana. “Bunda denger jeritan terakhir Naruko, Bunda denger tangisan Minato yang bilang maaf tapi Bunda gak bisa apa-apa.”

“Bun udah,”

“Bunda egois, harusnya Bunda bilang sama Naruto. Dia pasti bisa ngelindungi Adiknya kalau aja Bunda terbuka.”

“Gak gitu Bun, jangan nyalahin diri sendiri.”

“Bunda orang jahat, gara-gara Bunda Naruto jadi kaya gini.”

“Gak Bun, Bunda gak salah.”

“Kalau aja waktu bisa di ulang, Bunda rela nukar apa aja asal Bunda bisa minta maaf ke Naruko dan Minato karena jadi Bunda yang buruk buat mereka.”

“Bun, udah.” Hinata menggenggam tangan Khusina kian erat, air matanya jatuh berderai. Betapa sakit hatinya saat mendengar apa yang Khusina katakana, pasti hidupnya lebih berat dari apa yang Hinata rasakan selama ini.

“Gara-garaBunda, Naruto haru terbelenggu dan kekurung. Gara-gara Bunda Naruto harus jadi mata buat Bunda yang buta ini, gara-gara kebodohan Bun-“

“STOP BUNDA!!!”

Khusina tersentak saat merasakan Hinata memeluknya erat, lehernya seketika basah saat Hinata menenggelamkan wajahnya di sana. Gadis itu menagis, menagisi kehidupan Khusina yang miris kah?

“Bunda hebat, Bunda adalah pahlawan paling hebat di dunia ini.” Ujar Hinata dengan suaranya yang bergetar, gadis itu terisak pilu sabil mendekap erat Khusina. “Makasih Bunda udah bertahan sampai sini, Bunda gak boleh nyalahin diri sendiri. Bunda masih punya Naruto sama aku di sini.”

“Tapi gara-gara Bunda Naruto gak bisa menikmati hidupnya,” wanita baya itu ikut menangis, dia membalas pelukan Hinata tak kalah erat.

“Gak Bun, Naruto pasti udah milih apa yang terbaik buat dia. Bunda hebat, jangan nyalahin diri sendiri lagi ya..”

“Bunda kangen Naruko..” ahirnya apa yang tertahan di tenggorokan Khsuina berhasil keluar meski di iringi oleh isak tangis pilu dari hatinya yang paling dalam.

“Gapapa Bunda, nangis aja. Hinata di sini, Hinata bakal jadi anak baik yang gantiin Naruko di sini jagain Bunda.”

“Makasih banyak sayang..” isak Khusina sambil meremas kaus yang Hinata pakai hingga kusut.

“Bunda jangan nangis lagi,”

Khusina mengangguk, dia tersenyum bahagia karena sekarang dia tau masih banyak orang baik di dunia ini yang bersedia membantunya memulihkan hatinya yang terluka parah ini. “Makasih banyak, Hinata.”

“Makasih banyak, Nat.”



Next___

Helo epribadeh!!!
Im kambek!!!
Ada yang kangen ga?

Wkwkwkwk jan lupa komen dan vote!

Semangat puasanya sayang-sayang aku🥰

The Choice | Namikaze Naruto ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang