[1] Apa kata dunia??

4.5K 96 10
                                    

Seorang cowok dengan garis rahang tegas dan alis hitam tebal mengendarai motor sport-nya membelah jalan raya ibu kota. Cowok dengan rambut sedikit acak-acakan itu sedari tadi tak henti-hentinya berkomat-kamit di balik helm fullface-nya. Cowok itu berbicara pada dirinya sendiri dan sesekali mengumpati keputusan ibunya yang menurutnya merupakan keputusan gila.

"Ck, Mommy apa-apaan, sih! Ambil keputusan nggak pake persetujuan gue dulu! Keputusan gila kayak gini mau ditaruh di mana nanti muka gue?! Shit!"

"Lagian emang masih jaman yang namanya perjodohan?! Gue 'kan masih mau nikmati masa muda!"

Kini cowok itu telah sampai di depan sebuah rumah mewah luas berlantai dua. Setelah memarkirkan motornya, ia melenggang masuk sambil menenteng helm di tangannya tanpa mengucap salam ataupun sekedar mengetuk pintu.

"Nah, itu dia Kelvan. Kelvan, sini sayang." Kehadirannya disambut oleh seorang wanita paruh baya bergaya modis–Sonya–ibu dari Kelvan yang sudah menunggunya di ruang tamu. Di sampingnya berdiri sepasang suami istri seumuran Sonya dan seorang gadis berkacamata yang Kelvan yakini adalah anak mereka.

Kelvan menghampiri Sonya dengan langkah santai dan kepala yang sedikit diangkat ke atas. Jangan lupakan raut wajah datar dan dinginnya yang selalu terpasang pada wajah cowok itu. Ia melipat kedua tangannya di dada ketika berhadapan dengan keempat orang di sana. Kelvan menatap keluarga kecil itu dari atas sampai bawah kemudian beralih menatap Sonya.

"Kenapa, Mom?"

Mom' atau 'Mommy' adalah panggilan Kelvan kepada sosok wanita yang telah melahirkannya. Cowok itu sudah dibiasakan memanggil Sonya dengan panggilan seperti itu sejak kecil.

Sonya tersenyum kikuk menatap Maurin dan Marco–kolega bisnisnya yang sedari tadi menunggu anaknya itu pulang. Ia merasa sedikit malu dengan sikap Kelvan yang tak ada sopan santunnya ini. Lantas Sonya memelototi Kelvan yang hanya dibalas acuh oleh cowok itu.

"Ganti pakaianmu dulu! Kamu pikir penampilanmu begitu enak dilihat?!" Sonya berusaha menahan amarahnya pada anak tunggalnya yang sangat sulit diatur itu. Kelvan mendengus malas.

"Nanti. Mommy mau ngomong apa? Sekarang aja. Sebentar doang 'kan?"

Jawaban Kelvan yang kelewat 'songong' itu sukses membuat amarah Sonya memuncak. Sedari tadi ia mati-matian menahan amarahnya pada anak laki-lakinya itu. Namun tak mungkin ia merusak suasana dan mempermalukan dirinya sendiri di depan keluarga Maurin. Sonya memelototi Kelvan sekali lagi.

"Kamu tau 'kan kami sudah menunggu dari tadi di sini?" Suara Sonya terdengar bergetar, wanita itu berusaha meredam amarahnya agar tidak meledak.

"Nggak ada yang nyuruh kalian nungguin–"

"KELVAN! Kamu jangan malu-maluin Mommy, ya! Bersikap sopan sekali saja apa tidak bisa?! Hargailah tamu yang sudah meluangkan waktunya untuk datang kemari. Mereka ingin bertemu denganmu. Jadi sekarang cepat ganti pakaianmu, dan segera kembali ke sini!"

Kelvan memutar bola matanya malas. Lantas pergi begitu saja melewati semua orang yang ada disana dengan 'watados'nya. Ia menaiki tangga menuju kamarnya di lantai dua. Bukan untuk menuruti perintah Sonya–mengganti pakaian lalu turun ke bawah berbincang-bincang dengan keluarga Maurin. Tentu sangat membosankan. Ia menutup pintu kamarnya kasar lalu menguncinya.

"Argh! Pokoknya biar bagaimanapun gue nggak mau dijodohin sama anaknya Tante Maurin itu! Nggak mau!" Kelvan meninju tembok kamarnya cukup kencang hingga menghasilkan bekas kemerahan pada buku-buku jarinya. Kelvan tidak peduli dengan rasa sakit yang disebabkan. Ia sudah biasa melakukan ini saat dirinya sedang dilanda emosi.

Tok tok

Ah, iya! Kelvan baru ingat. Sonya takkan memberinya banyak waktu untuk melaksanakan perintahnya. Termasuk mengganti pakaian. Jadi itu pasti Sonya yang mengetuk pintu tak sabaran. Kelvan lantas membukanya dengan raut wajah datar dan rambut sedikit berantakan.

My Nerd Wife (MNW) [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang