32. Remuk

278 31 22
                                    

Happy reading...

Seperti yang Arya janjikan, sore ini ia membawa Alika jalan-jalan. Dengan mengendarai motor CB kesayangan Arya, keduanya melintas membelah kota yang lumayan ramai.

Alika tak berhenti tersenyum. Ia teringat waktu pergi honeymoon dulu. Saat itu masih ada mereka berdua berboncengan menembus tebalnya kabut di pagi buta untuk bisa menyaksikan sunrise di pegunungan.

Namun, sekarang mereka sudah bertiga dengan janin yang dikandung Alika. Sungguh besar rasa syukur Alika sore ini. Untuk pertama kalinya setelah keluar dari rumah sakit Arya membawanya jalan menggunakan motor kesayangannya.

"Sayang," suara Arya bersaing dengan kencangnya deru angin.

"Ya,"

"Kita mau kemana?"

"Jalan-jalan aja," sahut Alika memperbesar volume suaranya agar kalimatnya tidak ikut terbawa angin.

Kemudian diam. Arya tak ingin bertanya lebih lanjut karena tak mau membuat Alika kurang nyaman. Karena ia tahu sekali bagaimana mood istrinya itu yang sedang labil-labilnya.

Ia memilih fokus pada jalanan dan sesekali mengelus tangan Alika yang melingkar di pinggangnya.

"Sayang!" Panggil Alika dari belakang.

"Kenapa, Bund?" Tanya Arya sengaja memakai panggilan Bunda karena ia ingin membiasakan sebelum buah hati mereka lahir nantinya.

Lama dinantikan, Alika tak juga kunjung bicara. Arya sedikit cemas. Takut ada apa-apa dengan perut Alika.

Tak berpikir panjang Arya meminggirkan motornya. Dilihatnya Alika yang baik-baik saja. Tapi ada sesuatu yang sulit Arya artikan maksudnya.

"Kenapa, hemm?" Ulang Arya.

"Mmm. Boleh gak kalau kita ke rumah Mama sekarang, Bi? Aku kangeeen betul sama Mama,"

Wajah Alika tak bisa membohongi hatinya. Ia benar-benar merindukan ibu kandungnya itu. Walau memang benar selama jauh darinya, Alika tak kekurangan apapun termasuk kasih sayang. Tapi, sudut hatinya yang paling kecil sangat ingin bertemu. Sangat ingin hingga rasa sesak itu meluap ke matanya.

"Boleh ya, please!" Mohon Alika pada suaminya.

Arya terdiam.

Bukan tak ingin melepas rindu itu menjadi temu. Tapi, kenyataan di masa lalu membuatnya ragu.

Dimana ada kasus ibu kandung  menggadaikan anaknya sendiri demi harta dan mengikuti lelaki bejat yang ia sebut suami sekaligus ayah sambung untuk Alika? Tak ada. Belum pernah terdengar di telinga Arya orang tua sekejam itu. Ditambah lagi perjodohan antara Alika dan Fuad masih belum padam. Itu juga yang membuat Arya memberi jarak antara Alika dan mama kandungnya hingga saat ini.

Terlebih ibu Astuty dan Haryo, suaminya, juga tak berniat sedikitpun ingin menemui Alika. Hanya saja, Arya teringat pesan Bang Fakhri saban hari bahwa kedua pasang suami istri itu memang meminta untuk dibesuk Alika. Ah, bukan! Hanya ibu Astuty saja.

Arya menimang-nimang keinginan Alika.

"Janji tak akan lama, ya," ujar Arya mengacungkan kelingkingnya.

"Janji!" Sahut Alika senang sekali.

Arya kembali menyalakan mesin motornya. Melarang Alika saat ini juga bukan suatu pilihan yang baik, pikirnya.

Deru mesin motor berpacu mengalahkan pasangan roda dua lainnya. Arya hanya berharap waktu yang memisahkan dengan masalalu telah merubah nasib Alika pada keluarga nya. Ia khawatir.

Arya & Alika 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang