25. jangan sedih lagi

500 49 7
                                    

Assalamualaikum readers...
Maaf ya kelamaan hiatus^^
Tapi hari ini sampai besok insya Allah Aku akan update lebih dari 1 part ya guys... So, jangan sampe ketinggalan ya^^

Happy reading...!

Melihat brankar yang didorong terburu-buru hingga beberapa suster yang berlarian, membuat Arya merasa cemas bukan kepalang. Ia tak sanggup lagi mengayunkan kakinya mengikuti brankar itu. Untuk beberapa saat ia mematung dan tertinggal jauh.

Cepat!

Jangan sampai telat ambil tindakan!

Ya, dapat Arya sadari bahwa pagi ini rumah sakit itu sedang kebanjiran pasien. Semenjak kedatangannya di parkiran ruang UGD, ambulance lainnya juga bersahutan datang silih berganti. Semua orang sibuk dan membuat hiruk pikuk. Dan mungkin itu jualah yang membuat Arya tercenung lama.

ABIIII! Hiks...

Huaaa!

Di antara keramaian, ada satu suara yang Arya tangkap dengan jelas. Sangat jelas hingga menggema dalam ingatannya. Arya mengedarkan matanya untuk menemukan sumber suara itu. Dan akhirnya, sepasang matanya menangkap kerumunan orang-orang berpeci dan berjubah. Beberapa di antaranya mengenakan hijab syar'i. Arya yakin disanalah duka itu berasal.

"Abi masih hidup! Abi gak meninggal!"

Mendengar bantahan dari gadis mungil di antara kerumunan itu Arya seperti tengah mengulang memorinya beberapa bulan lalu. Saat Abinya pergi menghadap-Nya.

Tak ingin terlalu lama, Arya tersadar akan adanya Alika pada barisan pasien-pasien itu. Ia bergegas mencari kemana istrinya tersebut dibawa. Hingga satu panggilan menyapanya.

"Saudari Alika Aisyah?" tanya seorang dokter perempuan setengah baya pada Arya.

Arya mengangguk cepat dan berkata, "Saya suaminya"

Dokter itu tersenyum kecil dan mengatur tegaknya agar lebih terlihat profesional.

"Selamat, Mas. Istri anda hamil!"

"Ha-hamil? Dok?" tanya Arya.

"Alhamdulillah Ya Allah!" sambar Bunda Lis yang baru keluar dari bilik Alika. "Serius, Dok?"

"Ya!"

"Sekali lagi selamat buat, Mas dan ibu!"

"Be-bentar. Istri saya hamil dok?"

Ekspresi Arya datar dan sulit dijelaskan. Pria itu sepertinya terlalu tertekan dengan keadaan hingga informasi sejelas ini pun tak dapat ia pilah menjadi sesuatu yang benar.

"Rio gimana sih, Nak? Alika hamil, anak kamu." jelas Bunda Lis mencubit pipi Arya gemas.

"Benar, Mas."

Melihat pengakuan paling serius dari dokter tersebut, sudut mata Arya mengembun. Kedua telapak tangannya mengusap wajahnya dengan penuh rasa syukur dan bahagia.

"Tapi, ada sesuatu yang harus saya bicarakan pada, Mas"

•••

Arya menatap dokter itu dengan serius menanti sebuah kalimat keluar dari dua bibir tipisnya.

"Kalian menikah usia berapa?"

"Saya 17 dan Alika 18, Dok"

"Dijodohkan?"

Arya mengangguk sebagai jawaban. Tak lupa ia bersemangat agar menandakan bahwa ia bahagia dengan pernikahannya.

"Sudah berapa lama menikah?"

Kemudian obrolan berlangsung dengan waktu yang lumayan lama. Hingga Arya mulai jengah karena terus dilempari dengan pertanyaan yang menurutnya tidak penting dibandingkan kondisi istrinya.

Buat apa dokter Susi membawanya menjauh dari ruangan Alika jika hanya untuk bertanya hal tak penting ini. Arya mulai mempersiapkan diri untuk hengkang dari sana. Tapi ...

"Saya ingin menyampaikan Mas Arya bahwa kandungan istri anda sangat lemaaah sekali"

Arya terdiam.

"Butuh pertimbangan yang kuat, Mas"

"Pertimbangan?"

Dokter Susi mengiyakan, "Hamil di usia muda sangat besar resikonya."

"Ditambah lagi kondisi fisik istri Mas yang kurang stabil,"

"Saya takut nanti terjadi hal yang tak diinginkan pada istri Mas,"

Arya tertegun lama. Tampak jelas di pelupuk matanya bagaimana sakit yang akan dirasakan Alika. Tapi di sisi lain Arya sangat menginginkan bayi itu. Ia sangat ingin janin dalam rahim Alika tumbuh seperti yang seharusnya.

"Mas pertimbangkan lagi ya," ucap Dokter Susi sambil berlalu pergi. Meninggalkan Arya duduk tercenung resah di kursi tunggu.

Kedua telapak tangannya ia tautkan dan jemari itu melekat kuat.

•••

Allah tak pernah memberi ujian kepada seorang hamba melewati batas kemampuan hamba-Nya tersebut.

Kalimat yang membuat Arya bertahan dan kuat sampai sekarang. Ia percaya bahwa Allah sudah mengatur apapun yang ada dalam hidupnya. Dan ia juga percaya di balik semua ini Allah sedang menyiapkan sesuatu yang indah buat rumah tangganya dan Alika.

Kini Alika sudah pindah ke ruangan rawat yang tentunya lebih nyaman dari UGD. Sampai sekarang unit yang teebuka 24 jam itu masih membludak. Terakhir, sebelum Alika dipindahkan ke rawat inap ada pasien baru yang berusaha menyakiti dirinya sendiri. Arya tak begitu memedulikan dan lebih memilih fokus pada istrinya.

Bismillahirrahmanirrahim...

Sayup-sayup terdengar lantunan AlQuran menelisik setiap sudut ruangan itu. Suara merdu dan membuat siapapun yang mendengarnya merinding dan jatuh cinta.

Sayangnya, tak ada yang mendengar kecuali Alika. Dan wanita itupun sedang tertidur di atas dipan rumah sakit yang dibaluti sprei biru. Di samping kepalanya ada sebuah AlQuran kecil berwarna emas. Sedangkan tepat di samping baringannya, ada Arya yang selalu setia menemani.

Tangan Alika tak oernah lepas dari genggamannya. Sambil dilantunkannya ayat suci Allah yang menentramkan hati dan jiwa. Sesekali Arya memperhatikan infus Alika agar tqk kecolongan lagi seperti tadi. Dimana saat Arya mengantar Bunda Lis ke parkiran ternyata infus Alika tak jalan dan cairan infus itu telah berwarna merah bercampur dengan darah.

Arya tak ingin itu terjadi lagi.

Mmmm.

"Kenapa, sayang?" tanya Arya cepat saat Alika mengerang.

"Aku dimana?"

Yap. Semenjak di ruangan UGD tadi Alika belum sempat bangun karenan reaksi dari obat yang disuntikkan oleh Dokter Susi. Hal ini agar Alika rasa sakit yang dirasakannya bisa lebih ringan.

Alika berusaha bangkit dari tidurnya tapi dicegah oleh Arya.

"Sssst. Jangan banyak gerak dulu sayang. Kasian anak kita," ucap Arya merebahkan tubuh istrinya lagi.

"Anak kita?" kaget Alika terheran.

Arya mengangguk cepat. Ia tak berhenti tersenyum saat melihat raut kebahagiaan di wajah Alika.

'Selama ini terlalu banyak goresan luka yang kubuat. Hingga melihatnya tersenyum lebar kali ini, rasanya berbeda. Rasanya seperti aku menemukan semangatku kembali. Aku tak berjanji, tapi akan kubuat tangisnya tak kembali,' gumam Arya sambil mengecup kening Alika.

"Jangan sedih lagi, sayang."

•••

Hayoooo, kasih pendapat.
Bagaimana dengan part ini?

Jangan lupa vote dan komen guys^^

Part selanjutnya menyusul ya...

Salam manis,

@mei_fadilaa





Arya & Alika 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang