13. Wanita murahan

612 52 7
                                    

Happy reading ...

        Pagi ini sangat cerah. Cahaya kekuning-kuningan sudah merambat ke seluruh penjuru bumi dengan hangatnya. Cuaca yang sangat mendukung sekali untuk Arya dan Alika karena mereka akan melakukan perjalanan jauh. Ya, sekitar 4 jam dari sana ke pondok. Jarak tempuh yang cukup membuat tubuh pegal dan mati rasa.

        Arya mengecek mesin motornya agar tak ada masalah nanti di tengah jalan. Wajahnya nan bersih dan berseri tampak segar ketika ditimpa cahaya matahari. Bibir tipis merah muda miliknya sesekali bersenandungkan salawat yang menenangkan.

        Arya sangat senang hari ini tapi itu tak terlihat sedikitpun pada Alika. Ya, dari tadi wanita itu terlihat canggung. Entah apa yang ia pikirkan hingga membuat Arya heran. Pria itu menghampiri wanitanya di teras rumah.

        "Tuan putri kenapa?"

        Seakan terkejut, Alika gelagapan. "Eh, anu Bi. Enggak apa-apa."

        "Yakin?"

        "Lagi gak sehat?"

        "Atau gak mau pulang?" goda Arya menoel hidung kecil Alika.

        "Iss Abi apa-apaan sih! Bukan karena itu tauu!" sahut Alika kesal. Ia sedang tak ingin bercanda.

        "Trus kenapa, Sayang? Coba cerita ke Abi."

        Alika kembali terdiam. Kedua tangannya meremas ujung jilbab silvernya. Ia seperti orang ketakutan yang baru saja melakukan kesalahan besar. Tunggu! Apakah Alika akan mengakui kalau ia sudah bertemu Fuad? Oh, tidak. Bisa-bisa Arya naik pitam dan mengamuk sekarang juga. Alika tahu batul akan hal itu dan tak mungkin ia membiarkan itu terjadi. Lalu apa?

        "Anu... Abi, gak marahkan sama aku?" tanyanya dengan nada bergetar. Kepalanya semakin ia tundukkan.

       "Marah kenapa?"

       "Aku kelamaan di tempat Bang Fakhri. Dan rencana kita gagal. Huaa..." tangis wanita itu pecah.

        Bukannya ikut bersimpati, Arya malah tertawa saat melihat kelakuan istrinya itu. Jadi dari tadi ia tak bersuara karena takut Arya marah akan kejadian kemaren. Lucu sekali! Benar sih, Alika pulang sudah hampir Isya dan diantar oleh Maisyaroh sekalian meminta maaf karena kelamaan membaaa Alika. Arya pun memaafkan dan ia pun yakin kalau yang dikatakan Maisyaroh tidak bohong. Bahkan Arya tak ambil pusing soal itu, dan ia pun sudah tak ingat. Tapi bisa-bisanya Alika sampai begitu kepikiran dan menagis seperti ini.

        "Kok Abi ketawa?" tanya Alika heran.

        "Abi gak marah?"

         Arya mengusap puncak kepala Alika asal, lalu ia tersenyum. "Kenapa harus marah kalo kamu gak lakuin kesalahan apa-apa?"

        "Udah, jangan nangis lagi! Ayo bantu Abi kunci rumahnya!" ajak Arya setelah ia mengusap pipi Alika dengan dua ibu jarinya. Pria itu membawa dua tas ransel ke dekat motor yang sudah berada di tengah halaman.

       Sementara itu, Alika masih bengong dan menatap punggung sang suami. 'Kamu hanya belum tau yang sebenarnya, Bi. Aku yakin kalau kamu tahu, semuanya akan berubah!' batin Alika mengulum lukanya dalam-dalam.

•••

        Matahari sudah berdiri tegak tepat di atas kepala, dan itu artinya sudah masuk waktu Zuhur. Suara adzan mengalun indah hingga ke penjuru kota. Menyentuh sanubari bagi siapapun yang mendengarnya. Setiap warga meninggalkan sementara perkara dunianya dan bergegas menuju mesjid.

Arya & Alika 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang