29. Uang dan My Gel 2

475 46 11
                                    

Happy reading...

Menjelang jam sebelas siang, Arya dan Bunda Lis tiba di ruangan dimana Alika dirawat. Mereka memasuki ruangan tersebut dengan perasaan yang berbeda. Ya, Bunda Lis dengan rekahan senyum karena menatap wajah menantunya dan wajah tegang milik Arya yang berusaha ditutupinya setengah mati.

"Umm. Aku balik duluan ya, Cah!" Ujar Thania terburu-buru. Ia menyalami Bunda Lis untuk berpamitan dan memutar handle pintu dengan cepat.

"Kok buru-buru, Tatan?"

"Ini barang segini banyak siapa yang mau beresin?!" Seru Zahwa setengah berteriak mengingat barang bawaan mereka yang membludak.

"Bawa aja samamu!!" Balasnya dari kejauhan beberapa langkah di balik pintu.

Semuanya terheran. Ya, mungkin hanya Arya yang sudah tahu apa alasan Thania berlaku demikian. Arya malu pada dirinya sendiri. Seharusnya ia mampu menahan Thania barang sedetik saja untuk berbicara dan menjelaskan semua. Bahwa keadaan tak lagi sama seperti waktu semalam walau untuk saat ini masih belum ada kepastian. Setidaknya Arya sudah menyatakan bahwa ia tidak bisa menikahi Qeela.

"Thania kenapa, Cah?" Tanya Alika belum habis rasa penasarannya.

Gadis bercadar itu hanya menggeleng bengong.

"Ya sudah, mungkin Thania lagi ada urusan mendadak," lerai Bunda Lis sembari mendekati Alika dan mengecup puncak kepalanya.

Sedangkan Arya masih kikuk. Suasana kamar Alika siang ini sangat mencekam baginya. Rasanya setiap sudut, sisi maupun dinding kamar ini sedang menghujatnya bertubi-tubi. Bagai pecundang dengan kesalahan terbesar yang telah ia lakukan, Arya hanya bisa menunduk. Bahkan memandang wajah istrinya pun ia tak sanggup.

"Arya, kamu kenapa?" Tanya Zahwa yang memperhatikan Arya dari tadi.

Memang tak seperti biasanya, sikap Arya hari ini saat di dekat Alika patut dipertanyakan. Biasanya seretak apapun hubungan keduanya, Arya tak pernah mencoba menjauh seperti ini.

Bunda Lis dan Alika serentak menoleh pada pria berbaju abu-abu itu.

Lalu Bunda Lis memegang pundak putra bungsunya itu, " Sana ambil wudhu dulu!" Suruhnya.

•••

Seusai salat Dhuha Arya mendapatkan ketenangan dalam jiwanya. Damai. Bebannya terasa ringan walau kenyataannya sangat kusut dan susah diselesaikan. Biarlah. Mulai saat ini Arya berserah pada Allah dan berdoa semoga apa yang terbaik segera dihadiahkan kepadanya.

Dan kabar baik lagi, hari ini Alika sudah diperbolehkan pulang dengan beberapa syarat yang harus dipenuhi selama proses pemulihannya.

Tak apa. Bagi Arya ini adalah salah satu jawaban dari doa yang selalu ia panjatkan. Atas bertahannya janin yang ada di rahim Alika, dan nikmat lainnya yang mulai menghampiri satu persatu.

"Terimakasih sudah menjaga anak kita. Dan terimakasih sudah bertahan sejauh ini," ungkap Arya dengan mata berkaca-kaca di depan wajah istrinya yang kembali mulai bercahaya.

Alika mengangguk. Ibu jarinya perlahan menyentuh pipi milik sang suami. Dalam hati ia mengaku bangga dan bersyukur memiliki Arya dalam hidupnya. Meski terlalu cepat untuk mereka namun Alika bahagia. Arya bersedia menggantikan peran orang tua di usia yang lebih pantas dipanggil Alika sebagai adik. Mengingat usia Alika yang lebih tua dari Arya.

"Aku kuat karena kamu disini," balas Alika.

Sama halnya dengan sepasang kekasih halal itu, Zahwa dan Bunda Lis pun tak kalah bahagianya. Mereka bersemangat menyiapkan kepulangan Alika. Bahkan Bunda Lis telah menelpon Mbak El agar memberi tahu seisi pesantren bahwa Alika telah diperbolehkan pulang.

Arya & Alika 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang