🎵16

120 11 8
                                    

rol keempat belas: restunya mama,  restunya semesta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

rol keempat belas: restunya mama,  restunya semesta

bumi masih berputar pada porosnya. kehidupan masih berjalan sebagaimana seharusnya. lalu lalang orang-orang pada trotoar dengan coretan miskin makna menjadi pengalih pada sepasang mata yang sejak tadi duduk diam dengan pandangan menerawang. jeksa dorong semua hal keluar dari gelembung pikirannya, memberikan tempat seluas semesta pada satu nama, yang kini presensi pemiliknya duduk di hadapan.

bola mata jeksa bergulir ke atas, mencari keberadaan matahari yang menjadi sumber cerahnya cuaca pada hari ini.

"matamu bisa rusak jika menatap matahari itu lebih lama," suara itu pelan, kadang hampir menyaingi deru pendingin ruangan.

rasanya tidak adil, mengapa semua orang diluar sana tampak baik-baikk saja sedangkan dunianya jungkir balik dalam satu malam saja?
tiga tahun, ah bukan, tiga tahun sepuluh bulan lima belas hari. sudah selama itu ia berteman dengan suara-suara zidan berdengung di kepala dan bayangan presensinya di mana saja.

"kamu mau merusak matamu? kalau iya, teruskan saja. tapi kuingatkan, susah mencari donor mata dengan harga murah."

"kalau aku buta, apa aku masih bisa melihatmu seperti ini?" jeksa mengembalikan atensi pada ilusi zidan yang diciptakannya. laki-laki itu menatapnya dalam diam dengan tangan yang terlihat di depan dada, mengharap sosok itu menjawab tanpa melalui pikirannya, "ah ... lagipula kau hidup di kepalaku."

jeksa akhiri ucapannya dengan kekehan ringan yang sarat kebodohan.

"keluarlah. kamu sudah lama tidak berada di bawah matahari, kulitmu terlihat semakin pucat."

"aku harus menyelesaikan lirik lagu ini dalam 3 hari. pergilah, jangan menggangguku."

"kalau begitu berhenti memikirkanku," zidan menunjuk kepala jeksa, "aku hidup di kepalamu."

jeksa menghentikan kegiatan menulisnya. tercenung sejenak. mendongak untuk memulai sesi mengomelnya namun yang ia lihat hanyalah kursi kosong. ia berdecak kesal lalu membuang semua kertas di atas meja ke lantai. lembaran demi lembaran berserakan di sana.

segala sumpah serapah ia keluarkan.

"jeksa?" mama muncul dengan pandangan khawatir. matanya menyusuri sang anak yang keadaannya tidak baik, mama menggigit bibir getir. "ayo, kita makan dulu."

mama memang rajin mengunjungi jeksa sejak zidan menghilang dari pandangan. anaknya ini, putera semata wayangnya, disentuh bara duka.
ditinggalkan oleh orang terkasih, yang berharganya lebih dari seluruh permata di muka bumi, memang akan perih.

"sejak kapan mama datang? maaf ruangannya berantakan." jeksa bangkit dan berjalan ke hadapan mama kemudian mencium keningnya.

"gimana kabar kamu hari ini?"

"baik." jawab jeksa lugas. menarik kursi meja makan dan duduk di sana. hari ini mama membawa makanan kesukaannya.

"sehabis makan, mau temani mama ke papa?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 28, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

arrivederciTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang