🎨 1

322 32 0
                                    

rol pertama: disisih sebagai antah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

rol pertama: disisih sebagai antah

hari ini terlalu terik. membuat hati zidan memekik. seakan bumi sedang berjemur di pinggiran pantai semesta untuk bisa mendapatkan kulit eksotis, uh, atau sengaja meminta baskara untuk mensimulasi keadaan neraka. ntahlah yang mana yang benar. itu sih menurut pemikiran zidan yang kewarasannya hampir pudar.

oh zidan bukan seorang penyabar, bila kamu mau tahu. jika diibaratkan sesuatu ia agaknya bisa dideskripsikan sebagai bom. namun versi kelewat sensitif. yang hanya melalui gesekan sedikit saja langsung meledak tak kira-kira.

tapi zidan bukan penggerutu. zidan hanya akan tetap diam dengan ekspresi layaknya batu, keras, menyurutkan niat sesiapapun yang hendak berkata hai, apa kabar kamu?

dengan perasaan jengkel ditambah terik yang menyakiti mata, memicu penghitung mundur dalam diri zidan untuk aktif seketika. ketika si tuan, sosok yang ditunggu memunculkan hidung dalam pandang dan zidan sudah pasti akan menyerang.

"apa sekarang perpustakaan sudah pindah ke Korea Utara? ah.. atau kakimu tiba-tiba saja patah?" nyinyirnya pedas.

"maaf maaf ... tadi aku-"

"shut it, jeksa. aku tidak punya waktu. " zidan mengecek jam di pergelangan tangannya sebelum menengadahkan tangan, sejajar dengan dada. "lain kali aku nggak akan nitip barang apapun lagi ke kamu."

"hehehe ... maaf ... maaf. kamu akan langsung pulang?"

"kamu pikir aku anak perawan?" sungut zidan, memberikan jari tengah.

"dasar," bibir jeksa berucap pelan, seraya sudutnya membentuk lengkungan.



pukul 9 malam. zidan merutuki kebiasaan kelewat fokusnya pada suatu pekerjaan, hingga luput darinya waktu yang seharusnya bisa digunakan untuk dinikmati barang sejenak.

keluaran napasnya sedikit tertahan,

ketika tanpa aba-aba isi kepalanya menjadi terlalu rancu.

zidan benci jika segala pikiran carut-marutnya menjadi satu. ia hanya ingin rehat. mustahil. jika sudah begini, pasti jam tidurnya bakal kacau lagi.

matanya memejam.

membuka. lalu mengerjap beberapa kali. mencoba mengedarkan pandang, mencari sesuatu untuk mengalihkan atensi. akhirnya berakhir di satu bungkus sigaret di atas nakas, yang dibelinya beberapa hari lalu.

zidan tahu ini tindakan bodoh. sedikit terkekeh ketika ingat dahulu dirinya paling anti dengan benda sialan ini. nyatanya di kemudian hari zidan justru menjerumuskan diri cuma-cuma dan menjadikannya pengalih.

terima kasih pada felix, yang mengajak dan mengajarinya secara suka rela.

zidan meraih satu batang sigaret dan korek, lalu beranjak menuju balkon kamar. mengabaikan sisa-sisa abu pensil yang mengotori jemari dan lengan, hasil pekerjaan men-sketsa yang akan dikumpulkan lusa. ujung sigaret merah menyala seraya api terus membakar, mengirim racun pada paru.

id caller ibunda mampir di layar gawainya.

"halo bunda,"

"..."

"ya, baru selesai ngerjain tugas. bunda kenapa belum tidur?"

"..."

"iya. bunda jangan tidur terlalu larut."

"..."

"hmm.. selamat tidur. aku sayang bunda."

panggilan selesai.

batangan sigaret di sela jemarinya masih bersisa setengah, ketika guyuran air entah dari mana memadamkan ujungnya. zidan menoleh hanya untuk menemukan jeksa menjadi si tersangka.

"nggak begini cara kamu sayang sama bunda." adalah segulir kalimat pertama yang diucapkannya, ketika manik mereka saling menemukan.

zidan menjadi yang pertama memutus kontak, membuang sigaret ke dalam asbak.

"kurasa definisi kita tentang kasih sayang jauh berbeda."

zidan tahu bahwa kalimatnya terlalu tajam. namun tak ambil peduli. lagipula jeksa sudah sering menghadapi dirinya yang seperti ini.

"aku ingat kamu pernah sebegitu bencinya sama benda sial itu,"

zidan tahu. zidan ingat.
jeksa hanya tidak tahu, betapa hatinya berteriak tiap kali lintingan racun itu menyentuh bilah bibirnya.

"zidan aksara,"

"berhenti bertingkah berlebihan. ini cuma sebatang." potong zidan.

"sejak kapan?"

zidan tak menjawab. lampu jalan yang berkelip-kelip tanda masa nyalanya sudah hampir usai tampak lebih menarik untuk dipekuri.

"pasti felix yang ajarkan. besok aku pukul dia."

sebuah senyum kecil tersungging di bibir zidan. "kamu ke sini bokseran?" pengalihan topik yang cukup jauh.

"tadi niatku ke sini mau pamer, tahu," sayangnya jeksa yang -agak sedikit lumayan tolol, mudah terdistraksi. memberi sedikit keuntungan bagi zidan yang enggan berlama-lama dalam situasi tidak menyenangkan.

"oh? ini bokser yang kamu incar dari dua minggu lalu?"

jeksa mengangguk disertai senyum bangga.

ya ampun, sahabatnya ini konyol sekali.

arrivederciTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang