12🎵

150 26 5
                                    

rol keduabelas: friendship isn't about staying

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

rol keduabelas: friendship isn't about staying

"nomornya nggak aktif," jeksa menoleh pada judit yang kini duduk di sofa ruang tengah dengan gurat-gurat wajah yang sama dengannya. frustasi, khawatir dan lelah.

layar gawai menunjukkan ratusan panggilan yang sudah ia layangkan pada nomor zidan sejak seminggu yang lalu. tak ada jejak yang zidan tinggalkan menunjukkan bahwa lelaki itu, sahabat menyedihkannya itu sengaja pergi bagai ditelan bumi dan meninggalkannya sendiri.
17 tahun bukan waktu yang singkat dalam rentang pertemanan yang dibangun namun masih belum cukup untuk jeksa memahami isi kepala zidan.

tapi yang pasti dan saat ini ia yakini adalah ... zidan meninggalkannya.

"kuharap polisi bisa memberi kabar segera," judit meremas tangannya sendiri, "bunda juga jadi sering mengurung diri dan nggak mau makan."

hari ini mendung kembali mengungkung langit kota seharian. jeksa melarikan matanya pada gumpalan awan gelap yang bergulung-gulung di atas sana melalui celah gorden yang tersingkap. matanya menerawang jauh. "he left me behind, he left us." gumamnya samar.

gurat-gurat kekecewaan tampak jelas di permukaan wajahnya. dengan rambut berantakan—karena terlalu sering diusak guna menahan emosi—dan penampilan lusuh, jeksa bangkit sembari meraih kunci motor, meninggalkan judit di sana tanpa sepatah kata.

tidak mempedulikan rintik hujan yang mulai berjatuhan, jeksa memacu sepeda motornya menuju tempat yang selama ini zidan tinggali, kos-kosan kecil bercat merah. ia berdiri di dalam kamar itu dengan keadaan basah kuyup. matanya memeta seluruh isi ruangan lalu jatuh mendudukkan diri dengan punggung tersandar pada birai ranjang. "bangsat. bajingan tengik." umpatnya serta-merta di bawah napas.

jeksa tak pernah berpikir zidan akan pergi begitu saja tanpa mengatakan apa-apa padanya. pertemanan mereka—apakah pertemanan mereka selama ini bukan apa-apa untuk zidan? peduli setan dengan keluarga aksara itu, jeksa berharap setidaknya zidan memberitahukannya ke mana dia akan pergi dan memberinya kabar, bukan malah bertingkah seakan-akan eksistensinya tak pernah ada di muka bumi!

jeksa mendongak ketika netranya mendapati sepasang kaki yang kini tengah berdiri di depan pintu, felix, berdiri menatapnya dengan ekspresi tak terdeskripsi.

"berdiri, sa." titah felix mencapai rungunya namun jeksa bergeming. "it's not like he is dying or what." felix mendesah kesal karena tak digubis. melangkah masuk, ia menjelajahi ruangan itu.

"..."

"pain, will always be the reason for someone to leave." kakinya berhenti di depan easel yang masih menyanggah kanvas dengan lukisan setengah jadi lalu tersenyum samar, "and leave ... is the only way to cure or lessen the anger."

"..."

"dia tahu kamu bakalan sekacau ini." felix berbalik menatap presensi jeksa yang masih pada posisinya. " but friendship isn't about staying, sa,"

detak jarum jam terdengar lebih nyaring di rungu jeksa. hujan deras di luar menjadi latar belakang hening yang ia dan felix ciptakan. jeksa ingin membantah namun sebesar apapun usahanya, tuturan felix barusan ada benarnya. ia membenarkan itu. 

friendship isn't about staying.

bukan tentang tinggal dan menetap, tapi tentang saling mendukung. bukan tentang selalu ada, tapi tentang saling mempercayai. bukan tentang membersamai, tapi tentang menyemogakan agar hidup mau sedikit berbaik hati. pada mereka, pada satu sama lain.

"apa dia pergi jauh?" jeksa menoleh guna menatap felix lekat-lekat. ia yakin felix tahu sesuatu, meski tak ada ekspresi berarti yang ditunjukkan—felix memang pintar mengontrol raut wajah—jeksa masih tetap menunggu felix untuk buka suara.

ada jeda panjang yang diciptakan. sejenak, felix berpikir untuk mengelak.

"cukup jauh," akhirnya felix mengalah.

jeksa mengusak wajah. "dia akan baik-baik saja, kan?"

"lebih baik kamu pikirkan keadaanmu. kamu terlihat menyedihkan."

felix menepuk pundak jeksa dua kali sebelum melangkah keluar. tungkainya terhenti ketika jeksa kembali buka suara.

"dia akan kembali?"

"semoga saja."






















"sampai bertemu lagi, dan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"sampai bertemu lagi, dan."

jeksa meninggalkan kamar itu setelah membenarkan posisi bingkai foto di atas nakas.

arrivederciTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang