CHAPTER 7

973 113 6
                                    

Hinata keluar dari kamar mandi setengah jam kemudian. Ia sudah benar-benar tenang, keterampilan yang sudah dikuasainya sejak satu tahun terakhir saat namanya melambung tinggi akhirnya berguna. Ia mengenakan mini pleated skirt dan swearshirt, lalu berjalan menyeberangi ruangan menuju koper berisi sepatu. Hinata bisa merasakan tatapan mata Naruto yang berdiri di dekat jendela, tatapan mata pria itu sangat dalam hingga membuatnya gugup bukan main. Bahkan Toneri tak pernah membuatnya merasa segugup ini.

Setiap mengingat Toneri, rasa bersalah terus menusuk hatinya. Hinata berusaha menekan perasaan itu sambil membungkuk memakai sepatunya. Kemudian menyambar tas kecil di atas ranjang dan berkata, "ayo!" ia berjalan tanpa menoleh. Tak perlu memastikan apakah pria itu mengikutinya, Hinata bisa mendengarnya ketika Naruto mengunci pintu kamarnya.

Saat lift sampai, Hinata segera masuk lalu menyandarkan tubuhnya di dinding. Menghindari tatapan Naruto, ia memilih memainkan ponselnya.

"Kau tidak perlu minum obat untuk bisa tidur," ujar Naruto ketika pintu lift tertutup.

"Aku sudah bilang itu bukan urusanmu," gumam Hinata jengkel.

Naruto menoleh, ia menatap Hinata. Sesuatu yang berbeda terlihat dari mata birunya. Ya Tuhan, apakah pria ini benar-benar sangat peduli padanya?

"Aku tahu ini bukan urusanku, tapi kau masih muda dan baru akan memulai kehidupanmu. Kenapa kau harus menghancurkannya dengan meminum obat-obatan?"

"Jangan mencoba untuk memahamiku, Ikemen. Kau hanya orang luar, tak tahu apa-apa tentang hidupku." Jawab Hinata.

"Coba kutebak? Itu bukan murni keinginanmu," ujar Naruto santai. "Entah karena keinginanmu yang tak tercapai, atau ada seseorang yang menyuruhmu."

Ucapan Naruto membuat Hinata terkejut, ia memiringkan kepalanya dan menatap Naruto heran. "Apa maksudmu dengan keinginan yang tak tercapai?"

Naruto tersenyum miring. "Kau tahu persis apa maksudku."

Hinata menarik napas kaget, Naruto tersenyum sementara pintu lift terbuka. "Silahkan!" ujarnya, tangan besarnya menyentuh punggung Hinata, membimbing wanita itu keluar.

Hinata berusaha menekan getaran yang mengusiknya.

***

Dalam perjalanan ke tempat acara, Hinata menatap pemandangan yang melintas dari balik jendela, satu kaki disilangkan di atas kaki yang lain, dan satu kaki diayun-ayunkan dekat kaki Naruto. Tidak ada obrolan, Naruto agak bersyukur. Entah kenapa mengetahui Hinata meminum obat-obatan membuatnya sangat marah. Dumolid? Memangnya wanita itu pikir siapa dirinya, Roy Kiyoshi?

Naruto memandangi paha Hinata yang mulus. Itu sama sekali tidak membantunya menghilangkan ingatan tentang Hinata dan pakaian dalam minimnya. Sial! Ia merasa akan membutuhkan waktu lama untuk bisa berhenti memikirkannya.

Naruto bertanya-tanya apa yang ada di benak Hinata- wanita itu tampak sedih. Namun saat memasuki lapangan parkir gedung, ada sekelompok gadis-gadis kecil berkumpul di dekat pintu masuk. Saat mereka melihat mobil yang ditumpangi Naruto dan Hinata, mereka berteriak-teriak dan melambaikan tangan ke arah mobil.

"Berhenti di sini, berhenti di sini!" Wajah Hinata langsung berbinar. Wanita itu langsung keluar, segera berlari ke arah gerombolan gadis-gadis yang langsung hiruk-pikuk melihatnya.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Naruto.

"Tenang saja." Jawab Hinata kemudian melemparkan senyuman lebar pada kerumunan itu. Teriakan mereka seakan memecahkan gendang telinga Naruto, tapi sepertinya Hinata tak merasakannya. Ia malah terus tersenyum.

LIMERENCE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang